tirto.id - Direktur Imparsial Al Araf meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memilih Hakim Konstitusi yang memiliki perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya, pengetahuan HAM merupakan hal yang penting dalam proses pemilihan Hakim Konstitusi.
"Nah dengan berbasis pada pijakan itu [HAM], tentu refleksi pertama adalah proses dalam pemilihan hakim konstitusi itu tentu harus berpikir dan bijak terhadap hak asasi manusia," ujarnya saat di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
Sebab, menurut Araf, konstitusi dalam sebuah negara harus bisa menjamin, melindungi, dan menghormati HAM. "Karena jantung dan roh dari konstitusionalisme itu adalah pengamatan pada hak asasi manusia itu sendiri," kata Araf.
Untuk itu, Araf menilai Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan pengawal konstitusi harus bisa memahami secara utuh tentang HAM. Pasalnya, dengan cara itu, masyarakat bisa mendapatkan satu hasil keputusan yang pro terhadap jaminan HAM.
"Problemnya adalah selama ini selama putusan MK terkait dengan gugatan elemen masyarakat atau berbagai pihak lain, atau isu-isu UU terkait HAM, itu nampak MK gamang. Atau saya boleh katakan, tidak memiliki pemahaman yang utuh pada manusia, sehingga putusan-putusannya kontradiktif dengan HAM," pungkasnya.
Dirinya mengambil contoh konkret terkait putusan materi hukuman mati kepada pelaku narkoba. Menurutnya, saat melakukan uji materi, seharusnya MK konsisten tidak melakukan hukuman mati, karena hak untuk hidup terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 i.
UUD 1945 Pasal 28 i itu berbunyi "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun".
Sehingga, ia pun berharap agar penerapan UUD pasal 28 i dapat ditegakkan. Selain itu, ia juga meminta Hakim Konstitusi dapat menerima apabila ada pihak-pihak yang menggugat UU Narkoba terkait penghapusan hukuman mati.
"Tetapi kan tidak diterima [penghapusan hukuman mati], ditolak apa namanya keputusannya dan hukuman mati masih berlaku di Indonesia," terangnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto