Menuju konten utama

Pansel MK Minta KPK Telusuri Rekam Jejak Calon Hakim Konstitusi

"Kami harus dapatkan masukan dari beberapa sumber dan kali ini kami datang ke KPK, kami harapkan juga akan memberikan masukan-masukan yang sama," kata Harjono.

Pansel MK Minta KPK Telusuri Rekam Jejak Calon Hakim Konstitusi
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Pansel Hakim Mahkamah Konstitusi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membantu penelusuran rekam jejak calon hakim konstitusi. Penelusuran dilakukan untuk mencari kandidat hakim konstitusi Maria Farida yang habis masa jabatan pada 13 Agustus 2018.

Ketua Pansel Hakim MK Harjono mengatakan, kedatangan pansel hakim MK untuk mencari kandidat calon hakim terbaik pengganti Maria. Mereka membutuhkan masukan dari sejumlah instansi, termasuk KPK sebelum menyerahkan nama calon hakim kepada Presiden.

"Dalam rangka untuk mendapatkan calon hakim yang mempunyai integritas yang tinggi pansel ini telah menghubungi beberapa sumber yang bisa memberikan masukan-masukan terhadap calon-calon salah satu di antaranya adalah KPK," kata Harjono di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (9/7/2018).

Selain KPK, mereka juga melakukan koordinasi dengan KY, PPATK, dan BIN. Semua dilakukan untuk mencari kandidat hakim berintegritas. Mereka pun mencari informasi mendalam dari personal untuk mencari hakim terbaik.

"Kami harus dapatkan masukan dari beberapa sumber dan kali ini kami datang ke KPK, kami harapkan juga akan memberikan masukan-masukan yang sama," kata Harjono.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief. Ia mengaku KPK menerima permintaan dari untuk kemudian permintaan Pansel Hakim MK untuk melakukan penelusuran untuk mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Oleh karena itu maka mereka memintai tolong kepada KPK untuk melakukan semacam 'background check' terhadap para calon yang telah ada," ujar Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/7/2018).

Syarief pun menyatakan dukungannya terhadap kerja Pansel calon hakim MK yang meminta pihaknya untuk menelusuri rekam jejak sembilan calon yang akan mengikuti tes kesehatan dan tes wawancara bulan ini.

"Integritas ini enggak bisa ditawar agar pengalaman yang terjadi di masa lalu yang terjadi di MK tidak terjadi lagi di masa yg akan datang," kata Syarief.

Hingga saat ini, Pansel Hakim MK masih mencari hakim Maria Farida yang habis masa bakti pada Agustus 2018. Dari 21 kandidat, tinggal 9 kandidat yang masih diseleksi. Berikut 9 orang yang masih berkompetisi untuk menggantikan hakim Maria.

1. Anna Erliyana (Guru Besar Tetap Hukum Administrasi Negara FH UI sekaligus mantan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)

2. Enny Nurbaningsih (pengajar ilmu Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

3. Hesti Armiwulan Sochmawardiah (Dosen Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Surabaya)

4. Jantje Tjiptabudy (dosen Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara Universitas Pattimura)

5. Lies Sulistiani (Wakil Ketua LPSK)

6. Ni'matul Huda (Profesor Hukum Tatanegara Universitas Islam Indonesia)

7. Ratno Lukito (guru besar Perbandingan Hukum pada Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

8. Susi Dwi Harijanti (Dosen Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran)

9. Taufiqurrohman Syahuri (Mantan Anggota Komisi Yudisial 2010-2015)

Kesembilan kandidat pun diinformasikan untuk mengikuti seleksi tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto pada 11 Juli 2018. Setelah seleksi kesehatan, Pansel Hakim MK akan menggelar tes wawancara pada tanggal 30-31 Juli 2018 untuk para hakim yang lolos tes kesehatan. Kemudian mereka juga telah melakukan penelusuran rekam jejak calon hakim.

Setelah hasil wawancara dan rekam jejak rampung, mereka akan menentukan nama kandidat yang layak menjadi hakim konstitusi dan menyerahkan nama kepada Presiden untuk memilih.

Baca juga artikel terkait CALON HAKIM KONSTITUSI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yantina Debora