tirto.id - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengungkapkan ada sekitar 300 e-warung siluman alias yang tidak terdaftar tapi ikut menyalurkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Jumlah itu sekitar 10 persen dari total 3.000 e-warung yang dimiliki oleh Dinas Sosial di seluruh Indonesia
"Anehnya itu tambal ban bisa jadi e-warong. Tambal ban dia bisa menyalurkan BPNT. Ada kios-kios nggak jelas, siluman," kata Buwas di kantornya, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Ia mengatakan, oknum yang melakukan penyaluran tersebut merupakan mafia pangan. Oknum-oknum tersebut, kata Buwas, mengorganisir penyaluran BNPT
"Mereka [mafia] yang tahu. Ada kerja sama dengan supplier e-warong. Nanti kita buktikan, termasuk oknum dari Himbara," terang dia.
Sebagai informasi, sebelumnya skema penyaluran BPNT dilakukan melalui rekening sebesar Rp110 ribu setiap bulan. KPM BPNT bisa berbelanja di elektronik warung gotong royong (e-Warong) untuk produk beras dan telur, serta bebas memilih jenis dan kualitas barang.
Saat ini, tercatat ada 5,6 juta KPM di 202 kabupaten masih menerima bantuan dalam skema penyaluran Rastra.
Kemensos dalam hal ini bekerjasama dengan Himbara. Selain Himbara, Kemensos juga menggandeng Perum Bulog melalui kerja sama dengan e-Warong (e-Warong KUBE, agen bank, dan RPK mitra Bulog), sebagai pemasok bahan pangan beras dan telur, terutama di daerah non penghasil beras.
Terkait serapan beras Bulog hingga bulan September 2019, Buwas mengatakan angkanya masih sekitar 30 ribu ton, dari yang seharusnya dialokasikan sampai akhir tahun sebanyak 700 ribu ton beras. Seharusnya kata dia per bulan ini Bulog harusnya bisa mencapai 130 ribu ton.
"Tapi faktanya kita hanya 30 ribu, yang lainnya dikuasai oleh ini ni sontoloyo-sontoloyo," kata dia.
Sebelumnya, Buwas mengungkapkan, akibat kecurangan penyaluran BPNT, negara rugi Rp5 triliun. Dari total pagu anggaran program BNPT Kementerian Sosial sebesar Rp20,4 triliun, kata Buwas, sekitar Rp5 triliun dipermainkan para oknum yang menjadi mitra penyalur bantuan pangan untuk masyarakat miskin.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti