tirto.id - Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta resmi berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) setelah RUU DKJ disahkan pada Kamis (28/3/2024).
Dalam salah satu pasal dinyatakan bahwa pemilihan kepala daerah di DKJ tetap dijalankan secara langsung, namun hanya berlangsung satu putaran. Artinya tidak lagi menggunakan prinsip dua putaran jika angka perolehan suara salah satu paslon tidak lebih dari 50 persen.
Dengan ketentuan baru itu, apakah Jakarta tetap akan menjadi palagan politik yang menarik?
Menurut analis sosial-politik ISESS, Musfi Romdoni, Jakarta akan tetap menjadi daerah penting dalam perebutan kursi gubernur. Alasannya, hingga kiwari Jakarta masih menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan.
"Selama Jakarta masih menjadi pusat ekonomi dan pemerintah secara de facto, selama itu pula perebutan kursi Gubernur Jakarta menjadi sangat seksi dan penting,” kata Musfi, Selasa (2/4/2024).
Musfi menilai butuh waktu hingga 10 tahun untuk membuat Pilgub Jakarta menjadi luntur dan dianggap tak terlalu penting. Itu pun dengan catatan pembangunan IKN berjalan lancar dan sesuai rencana.
Selain itu, tambahnya, faktor lain yang membuat Pilgub Jakarta penting diperbincangkan, karena di kota inilah berkumpulnya kantor-kantor pusat media nasional.
Faktor itu membuat pemberitaan terhadap isu Jakarta menjadi lebih banyak dan lebih intens daripada daerah lainnya sebagai konsekuensi dekat dengan pusat media.
"Saya kira pertanyaannya adalah, apakah bos-bos media itu mau memindahkan kantornya ke IKN?" ujar Musfi.
Ihwal perhatian publik, Musfi menilai hal itu tidak lepas dengan perhatian elite. Politik demokrasi yang menerapkan pemilu langsung membuat hubungan elite politik dan publik menjadi tidak terpisahkan.
Untuk menjadi pemenang, elite harus memastikan publik memberikan atensi luas kepada mereka.
Selama elite masih menilai Pilgub Jakarta penting, maka itu pula yang akan dinilai oleh publik. Mereka akan terus disodorkan berbagai pemberitaan tentang dan terkait Pilgub Jakarta.
Musfi menambahkan, kehadiran IKN tidak mengganggu posisi Jakarta sebagai center of gravity ekonomi dan politik. Manurutnya, tanda tangan bisa saja di IKN, tapi duitnya tetap di Jakarta.
"Terakhir, kita melihat para elite politik sulit untuk move on dari Jakarta. Bagaimanapun, semua fasilitas ada di Jakarta. Tentu sulit membayangkan kenyamanan itu ditinggalkan dengan pindah ke IKN. Buktinya, para anggota dewan menolak pindah dengan mengusulkan Jakarta sebagai pusat legislasi," ungkapnya.
Tentang nama-nama kandidat yang berpeluang maju, menurut Musfi sejumlah pihak tengah mengujinya secara politik lewat aksi melempar nama ke publik. Ia setidaknya mengelompokkan tiga kubu pada Pilkada DKJ mendatang. Ketiga kubu itu terbentuk berdasarkan koalisi Pilpres 2024.
Menurutnya, kubu 01 bisa saja mengajukan Anies Baswedan dan Ahmad Sahroni. Sementara di kubu 02 ada Ridwal Kamil, Riza Patria, Ahmed Zaki Iskandar, Grace Natalie, hingga Kaesang Pangarep. Dan di kubu 03 ada Tri Rismaharini, Azwar Anas, Heru Budi Hartono, dan Hendrar Prihadi.
Jakarta sebagai Batu Loncatan
Sementara itu, analis politik Populi Center, Usep S. Ahyar, juga meyakini Jakarta akan tetap dianggap penting meski statusnya sudah bukan ibu kota negara.
Alasannya, kata Usep, Jakarta masih menjadi magnet karena memiliki kekuasaan lebih luas. Daerah lain, tambahnya, masih terhalang otonomi kabupaten/kota, sementara Jakarta mampu menangani provinsi dan kota bersamaan.
"Gubernur Jakarta itu berbeda kekuasaan atau wewenangnya dibandingkan dengan gubernur di daerah lain. Itu akan lebih efektif. Jadi memegang eksekutif langsung tanpa ada hambatan kekuasaan lain di bawahnya,” kata Usep, Selasa.
Menurut Usep, daya tarik Jakarta secara politik tidak akan meredup. Kota ini masih menjadi magnet karena sebagai pusat ekonomi. APBD Jakarta paling besar di Indonesia dan memiliki kantor strategis.
"Jadi masih sangat strategis dan tetap akan menjadi batu loncatan bagi tokoh-tokoh [menuju pentas] nasional. Saya kira masih cukup menarik, apalagi di sekelilingnya kota-kota besar," kata Usep.
Ia juga mengingatkan bahwa pemindahan ibu kota tidak bisa langsung. Artinya, posisi Jakarta sebagai pusat ekonomi dan politik tidak mudah tergantikan dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke IKN.
"Di samping itu, problem-problem juga menantang sehingga kalau bisa menuntaskan Jakarta menjadi lebih baik, saya kira menjadi poin tersendiri bagi siapapun yang memimpin Jakarta," kata Usep.
Maka itu, ungkapnya, Pilkada Jakarta akan tetap sengit dengan melihat faktor-faktor tersebut.
Ia menilai partai akan berkompetisi dan mengirim kader terbaik mereka untuk merebut kursi Jakarta 1. Ia mencontohkan nama Ridwan Kamil maupun Ahmed Zaki di Golkar, serta Anies Baswedan selaku petahana dan Ahmad Sahroni di Nasdem hingga PKS.
"Jadi orang-orang partai terbaik, kader-kader terbaik, masih mengincar Jakarta,” ujarnya.
Ia pun tidak memungkiri jika koalisi Pilpres 2024 berpeluang akan berlanjut di Pilkada Jakarta.
"Bisa meneruskan koalisi di Pilpres 2024 sebenarnya. Kalau melihat dari kader-kader yang ada, misalnya Golkar, itu bisa menggendong koalisi kemarin di pilpres. Mungkin juga [koalisi] PKS dengan Nasdem yang punya beberapa nama beken, ada Anies, ada Sahroni. Kemudian dari PDIP juga," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irfan Teguh Pribadi