Menuju konten utama

Budiman Sudjatmiko Sebut Anies Cocok Pimpin Singapura, Kenapa?

Alasan kenapa Budiman Sudjatmiko menyebut Anies Baswedan lebih cocok memimpin negara-negara maju seperti Singapura, Swiss, dan Finlandia.

Budiman Sudjatmiko Sebut Anies Cocok Pimpin Singapura, Kenapa?
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara di Jakarta, Kamis (28/12/2023).ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

tirto.id - Politikus Budiman Sudjatmiko menyampaikan pernyataan mengejutkan terkait calon presiden (capres) nomor urut 01 Anies Baswedan. Melalui sebuah wawancara, Budiman Sudjatmiko sebut Anies cocok memimpin Singapura dari pada memimpin di Indonesia.

Pernyataan Budiman Sudjatmiko ini lantas viral di media sosial dan banyak dibicarakan warganet. Banyak orang mempertanyakan alasan kenapa Budiman menyampaikan soal pandangannya itu.

Budiman Sudjatmiko merupakan mantan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus mantan aktivis 1998. Budiman mengumumkan dukungannya terhadap capres nomor urut 02 Prabowo Subianto pada Agustus 2023.

Pengumuman dukungan Budiman terhadap Prabowo berlangsung satu bulan setelah pertemuan keduanya yang berlangsung pada Juli 2023. Pernyataan dukungan Budiman terhadap Prabowo itu juga diduga menjadi pemicu Budiman dipecat dari PDIP usai bergabung selama 19 tahun.

Setelah menyampaikan dukungannya kepada Prabowo, Budiman resmi menjadi Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024.

Alasan Budiman Sebut Anies Lebih Cocok Pimpin Singapura

Budiman menyampaikan bahwa Anies lebih cocok memimpin Singapura dalam wawancara singkat dengan Maulida Sri Handayani dalam acara tanya jawab Narasi Newsroom edisi 5 September 2023.

Alasan Budiman menyebut Anies Baswendan lebih cocok memimpin Singapura adalah karena ia menilai masyarakat Indonesia belum berkembang secara edukatif.

"Bangsa kita ini memang belum berkembang secara edukatif. Kalau Anda menginginkan seorang Anies menjadi Perdana Menteri di Swedia, di Finladia atau di Singapura, Singapura lah yang paling dekat, it's ok. Itu keren," katanya.

Ia menilai, bahwa Anies baru bisa menjabat di negara-negara yang sudah mapan secara institusional, sosial, dan sumber daya manusianya.

"Seorang Anies dibutuhkan di negara-negara yang memang institutional sudah established, socially secara sosial, sudah berkembang sumber daya manusianya. Kita butuh yang kayak gitu," pungkasnya.

Potongan video wawancaranya itu beredar di media sosial dan menuai beragam respons dari warganet. Sebagian mendukung pandangan Budiman, namun ada juga yang menilainya sebagai kesalahan berpikir atau logical fallacy.

Perlu diketahui bahwa wawancara itu sendiri berlangsung tidak lama setelah Budiman mengumumkan dukungannya kepada Prabowo. Wawancara itu menjadi kesempatan Budiman menjelaskan alasannya mendukung Prabowo alih-alih Ganjar Pranowo yang diusung PDIP atau calon lain, yaitu Anies Baswedan.

Melalui wawancara itu, Budiman menjelaskan bahwa dukungannya terhadap Prabowo terlepas dari statusnya sebagai aktivis '98 dan mantan anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Ia mengklaim dukungannya kepada Prabowo semata-mata karena memiliki kesamaan tujuan dengan program utama Prabowo, yaitu Indonesia Maju.

"Ketika saya ingin Indonesia menjadi kekuatan maju, negara maju, saya ingin semua potensi—selama dia bukan pengkhianat Indonesia, selama dia bukan pengkhianat Pancasila—harus saya ajak ngobrol," katanya.

Lebih lanjut, Budiman membenarkan bahwa tujuannya itu tidak bisa dia titipkan kepada calon yang diusung oleh PDIP, yaitu Ganjar Pranowo. Menurutnya, hal ini karena Ganjar menganut pendekatan populis pada Pilpres 2024.

"Saya pernah menitipkannya waktu itu di partai, lewat partai tapi rasa-rasanya, saya melihat Pak Ganjar ini pendekatannya pendekatan populistik," kata Budiman.

Ia juga membenarkan bahwa Joko Widodo (Jokowi) adalah sosok yang populis, namun hanya saat Pemilu 2014. Sebaliknya ia menepis pendapat yang menyebut bahwa Prabowo Subianto adalah populistik.

"Kekuatan dia (Prabowo) bukan pada itu (populis). Kekuatan dia pada strategic thinking," katanya.

Budiman mengklaim perbedaan antara capres populis dan capres strategis adalah dari pendekatan mereka kepada masyarakat. Menurut Budiman, presiden yang populistik cenderung menemui rakyat di bawah.

Hal tersebut dilakukan oleh Jokowi di periode pertama. Kemudian, di periode berikutnya, Jokowi menerapkan pendekatan strategis di mana presiden berusaha mengangkat masyarakat bawah sama-sama naik ke level berikutnya.

Pendekatan Jokowi di periode berikutnya inilah yang ia klaim akan dilanjutkan oleh Prabowo. Melalui kesempatan tersebut Budiman menyebut satu tipe capres lainnya selain strategis dan populis, yaitu intelektualis.

"Ini yang saya lihat Ganjar populis, Anies intelektualis, Prabowo strategis," katanya.

Budiman lantas menyampaikan mengapa ia tidak ingin mendukung capres yang intelektual. Menurutnya, Indonesia belum pantas dipimpin oleh orang dengan pendekatan intelektual, seperti Anies Baswedan.

Hal ini berujung pada pernyataannya soal Anies Baswedan lebih cocok menjadi pemimpin di negara-negara maju seperti Singapura, Swiss, dan Finlandia.

Baca juga artikel terkait BUDIMAN SUDJATMIKO atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya