Menuju konten utama

Brutalitas Polisi Sumbar: Tembak Kepala Penjudi di Depan Sang Istri

Seorang terduga penjudi ditembak mati polisi di hadapan istrinya di Sumar. Seorang polisi ditetapkan sebagai tersangka.

Brutalitas Polisi Sumbar: Tembak Kepala Penjudi di Depan Sang Istri
Ilustrasi Pistol. FOTO/istockphoto

tirto.id - “Panteklah! Bawa ke rumah sakit!”

“Matilah kau! Anjing!”

Berbagai ucapan bernada marah sekaligus sedih itu keluar dari mulut Mery kepada sejumlah polisi yang ada di depannya. Di hadapannya pula seorang lelaki dengan tubuh kurus tinggi, berkalung dan tanpa kaos, tergeletak tak bernyawa. Dia adalah Deki Susanto, suami Mery.

Rabu siang itu, 27 Januari 2021, di sebuah kebun, Mery berkali-kali memohon polisi membawa tubuh sang suami ke rumah sakit. Para polisi—dan intel—itu tak memberikan respons yang cepat. Bahkan sesekali mereka menembakkan senjata api untuk memaksa Mery diam.

“Diam kau! Diam!” kata salah seorang lelaki.

“Panggil ambulans!” kata lelaki lain yang terlihat lebih senior.

Mery langsung berlari dan duduk di samping tubuh suaminya. Ia berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya. Darah segar mengalir dari hidung Deki.

“Uda! Uda! Udaaa!”

“Astaghfirullah!”

Seluruh peristiwa tersebut terekam dalam video berdurasi satu menit dua puluh sembilan detik yang diterima wartawan Tirto dari seorang pengacara publik dari sebuah lembaga bantuan hukum pro-bono.

Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Barat Satake Bayu mengatakan Deki adalah tersangka kasus judi di Solok Selatan. Ia mengklaim polisi menembak Deki karena melawan. Polisi terkena sabetan senjata tajam. “Sehingga diambil tindakan tegas dan terukur dengan menembak,” kata Kepala Polres Solok Selatan, Tedy Purnanto, Rabu malam.

Kasus penembakan berbuntut panjang. Sore harinya, sekitar 200 orang warga menyerang kantor Polsek Sungai Pagu. Kaca kantor pecah. Polda Sumbar sampai harus menurunkan Brimob untuk mengendalikan situasi.

Situasi mereda karena terjadi mediasi bersama ninik mamak—masyarakat adat—dan tokoh masyarakat lain. Mereka mendesak pengusutan kasus adil dan transparan.

Bayu mengatakan pihaknya telah memeriksa tiga polisi terkait penembakan itu. Kata dia, jika ada kesalahan prosedur, yang terlibat akan ditindak tegas.

Wartawan Tirto telah mencoba menghubungi Mery untuk meminta detail kejadian pada hari nahas itu. Namun, hingga Selasa (2/2/2021) sore, pesan teks hanya dibaca dan telepon tidak diangkat.

Informasi Tidak Jelas

Banyak klaim kepolisian yang layak diragukan. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumbar Muhammad Fauzan mengatakan salah satunya terkait keterangan bahwa Deki melawan. Ada yang menyebut Deki membawa golok, ada pula yang menyebut itu pisau.

Ada keterangan bahwa benda tajam itu melukai tangan, tapi ada pula keterangan bahwa Deki melakukan penusukan. “Hal ini (penusukan) disampaikan oleh pihak kepolisian mulai dari Humas Polda Sumbar hingga Kapolres Solok Selatan,” kata Fauzan lewat keterangan tertulis, Senin (1/2/2021).

“Klarifikasi tersebut perlu dipertanyakan, terlebih lagi sejak awal kepolisian hingga kini belum memperlihatkan kepada publik bukti yang meyakinkan DS telah melawan sehingga harus dilumpuhkan,” tambahnya.

Dalam video yang diterima wartawan Tirto tak terlihat ada polisi yang terluka. Saat Deki tergeletak tak bernyawa pun, tak ada senjata tajam di sekitarnya.

Menurutnya, informasi yang hanya berdasarkan keterangan satu pihak, juga tanpa dilengkapi konteks peristiwa yang lebih utuh, hanya memunculkan kesan bahwa itu semua adalah upaya melindungi anggota yang terlibat.

Terlepas dari kesimpangsiuran informasi, ia menyebut Deki langsung ditembak di bagian kepala tanpa diberikan tembakan peringatan. Menurutnya ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan termasuk pembunuhan di luar proses peradilan (extra judicial killing).

Simpang siurnya informasi juga dikeluhkan oleh Direktur LBH Padang Wendra Rona Putra. “Ada video yang beredar dari istri korban, justru mengungkap fakta yang berbeda dari statement polda. Di video itu terlihat tidak ada anggota polisi yang terluka; kedua, si korban tidak membawa senjata. Tangan kosong. Menegaskan ada narasi yang tidak clear yang dibangun oleh polda terkait peristiwa penembakan itu,” kata Wendra saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (2/1/2021).

Polda Sumbar bahkan belum memberikan informasi dengan jelas atas kasus apa Deki menjadi DPO. “Ada yang bilang DPO judi, ada yang bilang DPO narkoba. Karena polisi pun belum clear menegaskan.”

Bagaimanapun persisnya penembakan, Wendra mengatakan kasus ini menambah panjang daftar kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian di Sumbar. Bahkan, kata dia, sepanjang 2021 yang baru berjalan selama sebulan saja sudah terjadi tujuh kasus yang terkait brutalitas kepolisian menggunakan senjata api. “Lima di antaranya terjadi di Kota Padang, satu di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan satu lagi penembakan di Kabupaten Solok Selatan—kasus Deki,” kata dia.

Pangkat Pelaku Brigadir

Hingga Senin 1 Februari, setidaknya Polda Sumbar telah memeriksa enam polisi dan telah merampungkan gelar perkara pada Minggu (31/1/2021) malam. Dari enam orang itu, satu orang akan diajukan untuk diproses secara pidana.

Kabid Humas Polda Sumbar Satake Bayu mengatakan personel yang dimaksud berinisial KS. KS adalah anggota Kepolisian Resor (Polres) Solok Selatan berpangkat brigadir dan sedang berdinas sebagai personel di Satreskrim Polres Solok Selatan.

Kendati KS diproses secara pidana, Bayu bersikeras bukan berarti dia pasti menyalahi prosedur. Kata dia, biar persidangan yang membuktikan.

Selama menunggu masa sidang, KS akan dibebastugaskan dan lima personel lainnya—termasuk Kanit Reskrim—masih berstatus sebagai saksi. “Dan untuk sidang kode etik untuk satu personel yang melakukan penembakan ini, setelah putusan [pengadilan]. Kalau bersalah, dilakukan proses kode etik,” kata Bayu.

Baca juga artikel terkait KASUS TEMBAK MATI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino