Menuju konten utama

BPS: Sektor Pertanian Jadi Penyumbang Penduduk Miskin Terbesar

BPS mencatat penduduk miskin ekstrem Indonesia yang bekerja di sektor pertanian capai 47,94 persen.

BPS: Sektor Pertanian Jadi Penyumbang Penduduk Miskin Terbesar
Sejumlah warga memancing di kawasan permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Cisadane, Pancasan, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar, mengungkapkan, sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia.

Menurut data yang dirilis BPS, persentase penduduk miskin ekstrem yang bekerja di sektor pertanian ada sebanyak 47,94 persen dari total penduduk miskin. Dari total persentase tersebut, 24,49 persen di antaranya merupakan pekerja keluarga atau tidak dibayar dan 22,53 persen lainnya bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar.

“Ada beberapa hal yang menjadi pencermatan kita semua. Pertama adalah bahwa kemiskinan itu, orang miskin mayoritas berada di sektor pertanian,” kata Amalia, dalam Konferensi Pers Rapat Penyelarasan Kebijakan Pengentasan Kemiskinan, di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2024).

Meski begitu, pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, mengakui, masih ada penduduk miskin dan miskin ekstrem yang belum terdata oleh dalam survei atau sensus penduduk. Sebab, kebanyakan dari mereka hidup berpindah-pindah (nomaden) dan tidak jelas tempat tinggalnya.

Oleh karena itu, dia berharap data tunggal kemiskinan yang saat ini sedang dirancang pemerintah nantinya dapat memasukkan mereka ke dalam big data, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat.

“Mereka cukup banyak dan itu kemudian nanti juga ada penanganan khusus, kita sudah meminta Bu Waka (Wakil Kepala BP Taskin, Nanik Sudaryati Daeyang) untuk mengkoordinasi itu semua,” ujar Budiman.

Selain itu, data tunggal juga diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh pemerintah untuk menentukan penduduk miskin yang nantinya dapat menerima bantuan atau penanganan khusus.

Sebagai contoh, pemerintah dapat mengelompokkan penduduk miskin yang masih masuk dalam usia kerja yang jatuh miskin karena ketidakmampuannya dalam bekerja.

Kemudian, data tunggal juga dapat digunakan untuk mengelompokkan masyarakat miskin yang jatuh miskin karena sudah tua dan tidak memiliki perlindungan apapun.

“Sehingga program pengentasan kemiskinannya akan berbentuk lain. Yang artinya dari sekian karakteristik, dari sektor mana… dari sektor mana orang miskin itu berada. Itu akan menjadi salah satu input yang berharga untuk nanti para menteri, Pak Kepala BP Taskin mewujudkan ataupun menyusun program-program yang lebih tepat sasaran ,” sambung Amalia.

Baca juga artikel terkait KEMISKINAN EKSTREM atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher