Menuju konten utama

BPPT Pakai Hujan Buatan untuk Tangani Karhutla Sumatera Kalimantan

BPPT akan menggunakan hujan buatan untuk memadamkan titik api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan.

BPPT Pakai Hujan Buatan untuk Tangani Karhutla Sumatera Kalimantan
Kepala BPPT Hammam Riza bersama Jokowi, Panglima TNI, MenLHK dan pejabat lain saat hendak meninjau lokasi kebakaran di Riau, Selasa (17/9/2019) pagi. foto/Hammam Riza BPPT

tirto.id -

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menciptakan hujan buatan untuk membantu pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan BPPT akan terus melakukan operasi hujan buatan sebagai respons permintaan pemerintah dalam menyelesaikan masalah karhutla, apalagi Jokowi menyatakan salah satu upaya penanganan karhutla memerlukan hujan buatan dalam skala besar.

"Kami terus berfokus melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Provinsi Riau ini, yang dilaksanakan oleh Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT, guna memadamkan titik api akibat kebakaran hutan dan lahan," papar Hammam dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Selasa (17/9/2019).

Pihak BPPT menyatakan, aksi hujan buatan sudah dilakukan sejak Februari 2019 lalu.

BPPT melakukan metode cloud seeding, yaitu memberikan taburan garam lewat semprotan yang dipasang di pesawat. Selain itu, BPPT juga menerapkan penaburan garam lewat flare yang dipasang di sayap. Semua dilakukan di seluruh daerah dengan titik panas api.

"Kita laksanakan di semua provinsi yang terdampak kabut asap mulai Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Selatan," kata Hammam.

Hammam yakin, TMC mampu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat banyak, hingga jutaan meter kubik per hari jika dilakukan pada saat yang tepat.

"Namun, ini tergantung dari ketersediaan awan. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus terencana dengan baik, serta memerhatikan level air gambut dan keberadaan awan," paparnya.


Untuk bisa melakukan peran penanganan karhutla dengan optimal, Hammam meminta agar BPPT diberikan penugasan nasional dan memiliki independensi melakukan operasi TMC yang berkelanjutan.

"Agar operasi TMC dapat dilakukan secara berkelanjutan, kami juga butuh didukung oleh anggaran, peralatan utama yakni pesawat, dan kesiapan sumber daya manusia, mulai dari perekayasa, peneliti" papar Hammam.

Lebih lanjut Hammam mengatakan, bahwa dalam waktu sebulan ke depan yang masih kering sesuai dengan perkiraan BMKG, BPPT akan terus berupaya melakukan peningkatan efektivitas TMC dengan menambahkan penggunaan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.

"Kami akan tingkatkan upaya TMC, dengan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai, disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan. Setelah awan tumbuh baru disemai dengan NaCl pada siang hingga sore," jelasnya.

Hammam berharap, TMC atau modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik. Kontrol terhadap kandungan air lahan gambut baik berupa kelembapan gambut maupun tinggi muka air gambut harus selalu terkendali, baik melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, dan integrasi big data lahan gambut.

"Oleh karena itu, keterpaduan kegiatan monitoring kandungan air lahan gambut, pembangunan bendung-bendung di area gambut, serta pengisian atau pembasahan air di lahan gambut baik melalui cara-cara manual seperti dengan pompa maupun cara modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik," kata Hammam.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri