tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan BPJS Ketenagakerjaan alias BP Jamsostek agar melepas kepemilikan saham di sejumlah perusahaan. Masukan BPK ini untuk mengantisipasi potensi kerugian lebih besar, sehingga BPK meminta BPJS TK segera membuat mekanisme cut loss secara jelas dan tegas pada investasi saham.
"Mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss pada saham-saham yang tidak ditransaksikan antara lain saham Salim Ivomas Pratama (SIMP), Karakatau Steel (KRAS), Garuda Indonesia (GIAA), Astra Agro Lestari (AALI), London Sumatera Indosia (LSIP), dan Indo Tambangraya Megah (ITMG)" demikian laporan ikhtisar hasil pemeriksaan (IHPS) BPK Semester II 2020 yang dikutip Tirto pada Jumat (25/6/2021).
Selain mewanti-wanti BPJS TK atau BP Jamsostek untuk melepas kepemilikan saham di beberapa perusahaan tersebut, BPK juga menyarankan BP Jamsostek untuk melakukan rekomposisi kepemilikan reksadana untuk mengantisipasi terjadinya kondisi pasar yang tidak stabil. Hal ini menjadi masukan usai mempertimbangkan risiko dan hasil investasi yang lebih menguntungkan.
"BPJS menanggung risiko tinggi apabila reksadana yang dimiliki 100 persen mengalami penurunan kinerja atau rugi tanpa adanya sharing risiko dengan pihak lain," demikian laporan BPK.
Adanya kemungkinan BP Jamsostek mengalami kehilangan proyeksi pendapatan membuat kestabilan perseroan terganggu. Jika rekomendasi ini tidak dijalankan, BP Jamsostek berpotensi tidak dapat memenuhi amanat dari para peserta program jaminan sosial terutama program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP).
Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Marolop Alfred Nainggolan menjelaskan pengumuman terbuka oleh BPK terkait dengan rekomendasi BPK kepada BP Jamsostek akan memberikan dampak yang besar terhadap harga saham-saham tersebut berupa penurunan harga.
"Bahkan tidak hanya dampak menurunkan harga, tapi juga menimbulkan persepsi liar terhadap saham-saham emiten tersebut," kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (25/6/2021).
Alfred menjelaskan, seharusnya BPK lebih paham mengenai hal tersebut, mengingat informasi ini sangat sensitif dan memberikan kerugian bagi investor pasar modal.
"BPK harusnya menyadari bahwa pernyataan terbuka tersebut bisa menimbulkan kepanikan dan menggiring adanya aksi jual terhadap saham-saham tersebut, mengingat skala BP Jamsostek sebagai pemegang saham institusi besar. Bisa jadi di bursa negara lain bisa masuk kategori pidana untuk hal seperti ini, karena ini memberikan dampak kerugian tidak hanya investor tapi juga emitennya," jelas dia.
Menurut dia, lebih baik jika ada hasil-hasil temuan tersebut sifatnya tertutup tidak diumbar kepada publik. "Karena ada pihak lain dalam hal ini investor atau pemegang saham termasuk investor asing, emiten dan juga image pasar modal kita," jelas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz