tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan penyaluran Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka penanganan dampak COVID-19 tidak tepat sasaran. Laporan Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 BPK mencatat Rp1,18 triliun terdistribusi untuk 414.590 penerima bermasalah.
Berdasarkan catatan BPK, dana BPUM yang gagal disalurkan ke penerima belum dikembalikan ke kas negara sebesar Rp23,5 miliar dan double debet pada penerima BPUM ke rekening RPL pada 2 dan 8 Maret 2021 sebesar Rp43.200.000. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, dana BPUM gagal salur sebesar Rp42.200.000.
Sampai dengan pemeriksaan berakhir, dana BPUM gagal salur sebesar Rp23,5 miliar tersebut belum dikembalikan ke kas negara serta sebesar Rp43.200.000 masih belum mendapatkan jawaban dari Kementerian Keuangan sesuai surat KUKM Nomor 262/Dep.3/III/2021 tanggal 24 Maret 2021 tentang pengembalian dana penerima BPUM double debt sehingga belum jelas perlakuan pendataannya.
Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim membenarkan laporan IHPS II tersebut. Ia mengklaim BPK telah membenahi hal tersebut sejak Maret 2021. Bahkan atas tindaklanjut itu, laporan keuangan Kemenkop UKM meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
“Kami sudah menindaklanjuti yang direkomendasikan BPK. Dana tersebut masih tertahan di bank penyalur dan sudah dikembalikan ke kas negara,” ujar Arif kepada reporter Tirto, Kamis (24/6/2021).
Arif enggan menyebutkan nominal uang yang sudah instansinya pulangkan ke kas negara. Ia mengklaim jumlahnya melebihi angka Rp1,18 tiriliun.
Dalam laporan BPK, sebanyak Rp101 miliar disebut mengalir ke 42.487 orang dengan status sebagai ASN, TNI, Polri, pegawai BUMN dan BUMD.
Namun demikian, Kemenkop UKM membantah telah salah memberikan dana BPUM untuk para ASN ataupun aparat penegak hukum. Mereka mengaku sudah menelusuri data tersebut dan mengklaim tidak semuanya benar.
“Ada pelaku UKM yang dulu terdata PNS, sekarang sudah pensiun sebagai PNS, TNI-Polri. Untuk yang benar berstatus PNS, penyaluran sudah otomatis terblokir oleh bank penyalur,” kata dia.
Selain itu, sebanyak Rp3,34 miliar mengalir ke 1.392 penerima yang mendapatkan lebih dari sekali dana BPUM. Kemudian Rp46,4 miliar mengalir untuk 19.348 penerima yang tidak memiliki usaha mikro.
Ada pula 11.830 penerima yang sedang menerima kredit perbankan juga mendapatkan BPUM, total dana yang tersalurkan Rp28,3 miliar. Sebanyak 280.815 penerima dengan NIK tidak padan juga menerima, total dana mencapai Rp673,9 miliar. Rp49 miliar tersalurkan untuk 20.422 penerima dengan NIK anomali.
Ditemukan pula BPUM yang diberikan kepada penerima yang sudah meninggal sebanyak 38.278 penerima, yaitu sebesar Rp91,8 miliar. BPUM yang diberikan kepada penerima yang sudah pindah ke luar negeri sebanyak delapan penerima sebesar Rp19.200.000.
Kemudian penyaluran dana BPUM pada 22 penerima sebesar Rp52.800.000 tidak sesuai lampiran Surat Keputusan (SK) Penerima BPUM. Serta terdapat duplikasi penyaluran dana BPUM kepada satu penerima sebesar Rp2.400.000.
Untuk keperluan penyaluran dana BPUM, Kementerian Koperasi dan UKM telah membuka rekening penampungan pada dua bank penyalur untuk menampung dan menyalurkan dana BPUM. BPK mengungkapkan beberapa permasalahan lain yaitu, dana BPUM sebesar Rp145,2 miliar atas 60.502 penerima telah diaktivasi meskipun berstatus diblokir.
Kemenkop UKM mengklaim sudah membenahi persoalan tersebut. Mereka melakukan pemblokiran kepada penerima BPUM yang belum melakukan pencairan dana, dan bagi penerima BPUM yang kadung mencairkan dana akan ditarik melalui Auto Grab Fund oleh pihak bank penyalur yakni BNI Syariah.
Penyaluran tidak tepat sasaran ini, menurut Arif, disebabkan oleh dua faktor yakni, tidak adanya database tunggal terkait UMKM dan pandemi Covid-19.
"Waktu pendataan dan penyaluran yang sangat terbatas sebagai dampak adanya pendemi Covid 19 sehingga dibutuhkan kecepatan penyaluran kepada UMKM yang terkena dampak," ujarnya.
Problem Akut Manajemen Data
Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi tidak heran dengan laporan BPK tersebut. Sebab, ia dan anggota DPR lain sempat menyinggung soal penyempurnaan data besar (big data) UMKM saat rapat kerja awal tahun. Data besar tersebut masih tercecer di 18 kementerian.
Menurut Awiek, sapaan akrabnya, saat itu Kemenenterian Koperasi dan UKM berjanji untuk memperbaiki manajemen data mereka yang buruk.
“Itu problem akut dan harus segera dituntaskan. Misalnya data BPS, data Kemensos, data Dukcapil berbeda. Belum lagi dengan data KPU,” kata politikus PPP ini saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (24/6/2021).
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati juga menyarankan agar pemerintah pusat mengoptimalkan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengintegrasi data. Perlu upaya cepat agar UMKM mampu bertahan dalam pandemi Covid-19 dan mendapat manfaat BPUM.
“Selain memberikan BLT, pemerintah juga harus membantu UMKM dalam berbagai hal, baik fiskal maupun nonfiskal,” ujar politikus PKS itu kepada Tirto, Kamis (24/6/2021).
Persoalan manajemen data yang buruk, membuat pelaku UMKM yang semestinya berhak menjadi kehilangan manfaat BPUM. Transparency International Indonesia (TII) mencatat selama Juni 2021, sebanyak 44 pelaku usaha mengadu ke mereka terkait penerima salah sasaran tersebut.
Peneliti TII Agus Sarwono menilai persoalan ini dipicu oleh ketersediaan data pelaku UMKM yang tidak lengkap dan akurat dan tata cara pengusulan penerima manfaaat yang berbeli-belit.
Menurut dia, kelemahan tata Kelola data membuka celah pada potensi koruptif. Semisal kehadiran pelaku-pelaku UMKM fiktif, pungutan liar saat mengurus surat keterangan usaha (SKU), dan pemanfaatan dana yang tidak diperuntukan untuk usaha. Hal ini menjadi tantangan bagi KemenkopUKM untuk segera diselesaikan.
Agus mendorong Kementerian Koperasi dan UKM bersikap transparan dan mulai melakukan digitalisasi data-data terkait UMKM; tujuannya agar data mudah terpantau secara waktu sebenarnya oleh masyarakat.
“Dengan melakukan digitalisasi terhadap setiap proses tersebut, pemerintah tidak hanya mampu mempercepat proses penyaluran bantuan, namun juga secara transparan dan akuntabel menyajikan proses penyalurannya serta memudahkan untuk melacak kembali jika terjadi kesalahan dalam proses atau penetapan penerima manfaat,” ujar Agus kepada Tirto.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz