tirto.id - Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mendukung rencana tersebut. Menurutnya, kenaikan iuran ini dapat membantu mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Sebab UU Sistem Jaminan Sosial Nasional juga mengamanatkan agar program ini dapat menunjang dirinya melalui iuran sebagai sumber pendapatan utama.
Sepengetahuan Timboel, Perpres no. 82 tahun 2018 jo Perpres no.111/2013 menyatakan, iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ditinjau paling lama 2 tahun. Tapi kenyataannya, hingga 2018 lalu tak ada kenaikan. Karena itu, ia mengatakan pada tahun 2019 ini sudah tepat.
"Sudah selayaknya Iuran JKN dinaikkan agar masalah defisit bisa diatasi secara sistemik sehingga cash flow RS bisa terbantu dan RS bisa melayani peserta JKN dengan lebih baik, " ucap Timboel saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (25/4/2019).
Secara lebih rinci, Timboel mengatakan, pemerintah perlu menaikkan minimal Rp7.000 sehingga iuran PBI dan jaminan kesehatan daerah menjadi Rp30.000 per bulan per orang.
Jumlah itu, kata dia, dapat menghasilkan potensi penambahan iuran Rp11,4 triliun dengan rincian kenaikan Rp7.000 per orang itu diberlakukan selama 1 tahun dan diterapkan pada 96,5 juta peserta JKN dan 40 juta peserta jaminan kesehatan daerah.
Dengan demikian angka itu mampu menyeterai dana bantuan tahun 2018 dari APBN sebesar Rp10,2 Triliun yang jika dikonversi menjadi iuran per orang berada di kisaran Rp7.000.
Lalu Timboel juga mengatakan bahwa iuran kelas 2 juga perlu naik Rp4.000 menjadi Rp55.000 per orang per bulan. Lalu kelas 3 naik Rp1.500 menjadi Rp27.000. Sementara iuran kelas 1 dapat dipertahankan.
"Kenaikan kelas 2 dan 3 ini tentunya mempertimbangkan daya beli peserta kelas 2 dan 3 yang merupakan kelas menengah ke bawah," ucap Timboel.
Timboel mengatakan kenaikan ini juga masih harus didukung dengan pengelolaan layanan yang lebih baik. Seperti mampu mengatasi tunggakan iuran sebesar Rp3,3 triliun, meningkatkan kepesertaan mencapai UHC, penegakan hukum, hingga pengendalian INA CBGs.
Melalui kenaikan ini, Timboel mengingatkan bahwa direksi BPJS juga harus mampu meningkatkan kualitas layanannya. Tapi tetap tidak lupa memberi perhatian pada masyarakat yang benar-benar tidak mampu seperti tak memiliki biaya transportasi rujukan keluar kota.
"Kenaikan iuran ini harus didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan oleh BPJS kesehatan secara umum. Direksi harus memaksimalkan fungsi unit pengaduan di RS-RS guna mendukung pelayanan lebih baik lagi oleh BPJS Kesehatan," jelas Timboel.
Ketika ditanya apakah kenaikan iuran ini dapat berpengaruh kepada jumlah peserta, Timboel yakin keduanya tidak akan bertentangan. Meskipun iuran naik, ia memastikan bahwa jumlah partisipan juga dapat naik untuk menunjang layanan kesehatan itu.
"Target PBI untuk UHC itu 107 juta peserta. Menurut saya tidak bertolak belakang. Sesuai teori hukum bilangan besar bahwa jumlah peserta yang besar dapat menghasilkan iuran lebih besar lagi. Penerimaan iuran tersebut akan lebih mudah membiayai pelayanan kesehatan, " tutur Timboel.
Adapun pada Rabu (24/4/2019) lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan. siap mengabulkan permohonan kenaikan iuran itu. Tetapi ia belum merinci berapa besarannya, hanya ia memastikan angkanya akan lebih tinggi dari angka Rp23.000 per orang.
Di samping itu, pemerintah juga memastikan akan ada penambahan jumlah peserta PBI. Dari 96,8 juta pengguna menjadi di atas 100 juta penerima. Jumlah ini pun masih berada di bawah target 2019 yang berada di angka 107 juta orang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno