tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengaku kewalahan dalam melakukan deradikalisasi terhadap narapidana terorisme (napi terorisme).
Ketua BNPT, Suhardi Alius, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR hari ini (30/5/2018), menyatakan pihaknya mengalami keterbatasan personel untuk melakukan deradikalisasi terhadap para napi terorisme.
"Kami enggak punya kemampuan jumlah anggota yang sekian ratus untuk sekarang ini ada 289 napiter tersebar di 113 lapas di seluruh Indonesia," kata Suhardi.
Oleh karena itu, kata Suhardi, pihaknya menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan deradikalisasi. Termasuk ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Menurutnya, BNPT meminta kepada ulama-ulama unggulan dari kedua ormas tersebut untuk menderadikalisasi para napi terorisme.
"Kalau (ulama) yang lebih bawah (kemampuannya) bisa malah ngikut (teroris)," kata Suhardi.
Suhardi, lebih lanjut, menyatakan tidak mudah untuk mengubah ideologi seseorang dalam waktu singkat. Terlebih, menurutnya, masa tahanan rata-rata napi terorisme hanya selama 2-3 tahun saja.
"Itulah maka kami menerapkan program deradikalisasi di dalam dan luar lapas termasuk keluarganya. Itu kan keluarganya juga radikal tapi dia tidak berbuat. Program ini kami terapkan terus saat di dalam dan pascanya," kata Suhardi.
Dalam hal ini, Suhardi menyatakan, para napi terorisme seringkali masih resisten kepada para petugas BNPT. Lantaran, kata dia, mereka belum bisa membedakan antara BNPT dan Densus 88.
"Makanya dibutuhkan satu lapas yang khusus sekarang sedang dibangun di Nusakambangan dan Kapolri juga sudah minta dibangun baru di Cikeas untuk pengganti yang di Mako Brimob," kata Suhardi.
Dalam pemaparannya di hadapan Komisi III, Suhardi menyatakan selama ini pihaknya telah mampu melakukan deradikalisasi terhadap 325 mantan napi terorisme. "Saat ini sudah 128 mantan napiter yang ikut sama kami sebagai narasumber," kata Suhardi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora