tirto.id - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan munculnya siklon tropis seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi bukti bahwa perubahan iklim global itu nyata adanya.
"Perubahan iklim global itu memang nyata, ditandai semakin meningkatnya suhu baik di udara maupun di muka air laut," ujar Dwikorita dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Menurut dia, fenomena ini jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, sejak sepuluh tahun terakhir, kejadian siklon tropis semakin sering terjadi. Bahkan pada 2017, dalam satu pekan bisa terjadi dua kali siklon tropis.
"Hal ini menunjukkan memang dampak perubahan iklim global harus benar-benar segera kita antisipasi," kata dia.
Perihal siklon tropis seroja di NTT, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini waspada bibit siklon pada 2 April. Beberapa faktor yang mengakibatkan terbentuknya bibit siklon seroja itu suhu muka laut yang semakin hangat di wilayah Samudera Hindia mencapai lebih dari 26,5 hingga 29 derajat celcius atau melebihi rata-rata.
"Ada kenaikan dua derajat celcius itu sudah sangat signifikan untuk kondisi cuaca," kata dia.
Kemudian suhu udara di lapisan atmosfer menengah pada 500 milibar juga semakin hangat lebih dari tujuh derajat celcius. Dua hal tersebut meningkatkan kelembapan udara dan juga mengakibatkan naiknya tekanan udara.
"Akibatnya terjadi aliran angin karena sifatnya siklonik, artinya ada pusat kemudian di kelilingi oleh suhu udara yang lebih dingin maka terjadilah aliran masa udara atau angin yang sifatnya siklonik," kata dia.
Siklon tropis sendiri memberikan dampak berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat/petir serta angin kencang. Selain itu memberikan dampak pula pada gelombang laut yang tinggi.
Dwikorita menjelaskan siklon tropis diprediksi masih akan terjadi hingga Selasa (6/4/2021), namun kekuatannya mulai melemah dan semakin menjauh dari wilayah Indonesia.