tirto.id - Gubernur Papua Lukas Enembe dapat sanksi teguran keras dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian karena ke Papua Nugini (PNG) tanpa izin. Tito menyayangkan Lukas pergi tanpa izin padahal mengajukannya mudah.
“Pak Gubernur tidak pernah mengajukan izin kepada Kemendagri, padahal kalau memang urgent, [bisa] komunikasi sama saya sebagai otoritas yang memberikan izin, setelah itu surat menyusul,” jelas Tito saat menemui Lukas di Jayapura, Papua, Senin (5/4/2021). “Kalau memang tujuannya untuk kesehatan, pasti kami izinkan.”
Meskipun PNG adalah negara tetangga yang perbatasannya bisa dijangkau mudah lewat darat, baik di sisi utara atau selatan Provinsi Papua, tetap saja terlarang bagi kepala daerah tanpa izin. Apalagi pada kedua perbatasan--di Jayapura dan Merauke--telah dilengkapi dengan jalan memadai dan pos perbatasan yang sudah dibuat bagus lewat program perbaikan dari Presiden Joko Widodo.
Larangan pergi ke luar negeri tanpa izin tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019. Pasal 15 angka 6 dan pasal 29 menjelaskan sanksi administratif berlaku baik bagi kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta ASN di lingkungan kementerian dan pemerintah daerah.
“Prosedur itu dilanggar. Itu melanggar hukum. Ada sanksinya dan sementara diberikan teguran keras,” kata Tito.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengultimatum Lukas agar tidak mengulangi jika tidak ingin terkena sanksi administratif. Sanksi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Kalau terulang lagi, sesuai aturan akan diberikan sanksi administrasi,” kata Benni, Senin.
Bentuk sanksi administrasi sesuai Pasal 77 UU Pemda yakni pemberhentian sementara selama tiga bulan langsung oleh Presiden.
“Saya Punya Hak Bepergian”
Lukas pergi pada 31 Maret lalu via Jayapura. Ia mengendarai ojek yang biasa digunakan oleh warga perbatasan kedua negara. Ia memberikan Rp100 ribu kepada tukang ojek itu, padahal biasanya tarif tidak sampai Rp10 ribu.
Jalur legal dari Jayapura ke PNG adalah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw. Begitu mendekati perbatasan, Lukas beralih ke jalur ilegal.
Ia berangkat bersama dua orang lain, yaitu ajudan dan sopir.
Tak hanya Mendagri, ia juga tak mengabarkan kedatangannya ke Konsul RI di Vanimo Allen Simarmata. Allen mengaku baru mengetahui keberadaan Gubernur Lukas pada Kamis (1/4/2021) lalu.
Ketika ia ketahuan berada di Vanimo oleh pihak Imigrasi, Lukas mengaku langsung berkomunikasi dengan Tito secara virtual.
Gubernur Papua dua periode baru kembali pada Jumat (2/4/2021) sekitar pukul 11.30 WIT melalui PLBN Skouw.
Saat itulah dia mengaku bersalah tapi meminta dimaklumi. “Saya memang salah karena masuk ke PNG melalui jalan tradisional atau jalan setapak, namun itu dilakukan karena terpaksa yakni untuk berobat dan terapi akibat sakit yang saya alami,” katanya.
Lukas tidak menjelaskan apa penyakit yang membuatnya harus ke luar negeri. Namun pada April lalu ia pernah ke Jakarta untuk check up bersama keluarga menumpang Batik Air, bukan menyewa pesawat seperti yang ramai diwartakan.
Setelah menemui Tito, meski sebelumnya mengaku bersalah, Lukas malah menegaskan kalau dia punya hak bepergian. “Saya hanya berobat dan punya hak untuk ke sana dan kemari,” ujarnya lagi.
Selain Tito, tindakan Lukas juga dikecam oleh anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. Menurut dia Lukas ceroboh dan memalukan Indonesia karena masuk secara ilegal dan akhirnya dideportasi.
“Kejadian tersebut saat ini sudah diketahui masyarakat banyak yang bersangkutan dideportasi, karena ketahuan illegal stay dan berita ini sudah diekspose di berbagai media,” kata politikus PAN in.
Imigrasi Jayapura sempat berencana untuk menyelidiki kasus Lukas, namun tidak jelas setelah Tito datang ke Jayapura.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino