tirto.id - Banjir menyebabkan satu korban jiwa di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (1/4/2023). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 1.890 jiwa terdampak banjir di dua Kecamatan dan sebanyak 630 unit rumah terendam.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi KebencanaanBNPB Abdul Muhari, menyatakan selain faktor fenomena cuaca yang juga menyebabkan intensitas hujan tinggi, alih fungsi lahan di perbukitan juga menjadi faktor penyebab banjir di Bima.
“Dulu ada perbukitan alami dengan vegetasi beragam tapi kemudian hilang dengan signifikan,” kata Abdul dalam disasterbriefing, Senin (3/4/2023).
Abdul bercerita bahwa pada tahun 2019 pernah meninjau lokasi perbukitan dan lereng di daerah Bima. Temuan BNPB menyatakan banyak terjadi pembalakan liar dan konversi lahan hutan menjadi perkebunan jagung.
“Ini menjadi perhatian kita karena secara umum banyak sekali di Bima itu kawasan-kawasan, kelerengan, bukit-bukit yang mungkin sepuluh sampai lima belas tahun lalu penuh vegetasi beragam, bisa menjadi penyerapan air, mencegah banjir untuk mencegah intensitas hujan tinggi,” ujar Abdul.
Namun, situasi ketika Abdul mengunjungi Bima pada tahun 2019, sejauh mata memandang ia hanya melihat bukit gundul dan tidak ada vegetasi.
“Tidak ada yang mengikat itu selama hujan deras itu pas akan ngegelosor ke bawah,” terang Abdul.
Abdul menilai daerah Bima memang daerah banjir tapi bukan daerah risiko tinggi banjir. Risiko banjir bertambah karena vegetasi di bukit-bukit telah gundul sehingga tidak mampu menyerap air hujan.
“Pun kalau di tanam vegetasi saat itu, sudah menaruh bibit tanaman untuk merehabilitasi, pun kalau itu ditanam atau tumbuh dalam tiga tahun ini belum maksimal,” kata Abdul.
Abdul berharap kegiatan ekonomi di Bima juga mendukung dan memperhatikan faktor ekologis.
“Ini menjadi concern kita, kegiatan ekonomi tidak bisa dilarang tetap harus jalan, tapi kita harus benar-benar cermat melihat daya dukung dan daya tampung lingkungan,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah daerah bisa mensosialisasikan penanaman vegetasi yang mendukung kegiatan ekonomis sekaligus juga tidak melupakan faktor ekologis.
“Paling tidak yang sudah dikonversi itu bisa kita rehabilitasi. Rehabilitasi ini tidak hanya men-stop kegiatan itu, tapi juga tetap memanfaatkan lahan di situ menanam vegetasi yang tak hanya bernilai ekologis tapi juga ekonomis,” kata Abdul.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri