Menuju konten utama

BMKG Kaji Zona Sesar Geser Cegah Katastrofe Serupa Gempa Turki

Menurut BMKG, masih banyak sesar di Indonesia yang mirip dengan sesar yang ada di Turki setelah kejadian gempa magnitudo 7,8.

BMKG Kaji Zona Sesar Geser Cegah Katastrofe Serupa Gempa Turki
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan paparan dalam Refleksi Bencana 2019 dan Proyeksi Bencana 2020 di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (30/12/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan mengkaji secara komprehensif mengenai zona sesar geser yang dianggap mirip dengan zona sesar gempa di Turki.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan sesar aktif dengan pergerakan geser mendatar (strike-slip) dapat menyebabkan kejadian gempa katastrofe dan gempa bumi yang kompleks.

"Perlu dilakukan kajian yang lebih komprehensif mengenai zona sesar geser tersebut di Indonesia," kata Dwikorita dikutip dari Antara, Jumat (24/2/2023).

"Misalnya ini yang mirip dengan apa yang ada di Turki, yaitu sesar besar Sumatera atau The Great Sumatera Fault Zone, kemudian sesar Palu-Koro, sesar Matano, sesar Cimandiri, sesar Opak, sesar Gorontalo, sesar Sorong, sesar Tarera Aiduna, dan sesar Yapen," jelasnya.

Menurut Dwikorita, masih banyak sesar di Indonesia yang dipandang ada kemiripan dengan sesar yang ada di Turki setelah kejadian gempa magnitudo 7,8.

Dwikorita menuturkan pembelajaran yang paling utama dari gempa Turki itu adalah upaya mitigasi serta pengembangan riset kegempaan.

Saat ini, BMKG bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah memperdalam riset yang dilakukan Universitas Cambridge, Inggris. Adapun pengembangan riset lainnya yakni pengukuran melalui GPS yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kemudian, Dwikorita menyampaikan pentingnya penguatan sistem monitoring kegempaan secara kontinyu dan komprehensif. Hal ini sudah dilakukan BMKG, tetapi harus ada penguatan jaringan monitoring, sistem monitoring, dan peningkatan kecepatan proses juga penguatan analisis.

Dwikorita juga memaparkan pentingnya pemutakhiran atau pengembangan peta bahaya gempa bumi (seismic hazard map). Ia melihat kenyataan belum semua patahan-patahan yang dapat memicu gempa bumi terpetakan.

“Masih ada yang belum terpetakan, dan tentunya dengan perkembangan riset studi yang dilakukan ada informasi data-data baru. Sementara seismic hazard map atau peta bahaya kegempaan yang ada di Indonesia sejak 2017 sudah sepatutnya kita mutakhirkan atau dikembangkan di tingkat yang lebih detil,” ujarnya.

Berikutnya, penguatan sistem itu dengan kajian ground motion atau getaran tanah.

Dwikorita mengatakan semua itu dikaji oleh konsorsium nasional gempa bumi dan tsunami dari pakar berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia. Ia berharap hasil kajian tersebut dapat diterapkan oleh BMKG atau lembaga terkait lainnya.

Baca juga artikel terkait SESAR AKTIF

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Gilang Ramadhan