tirto.id - Bintang Muda Indonesia (BMI)) menyebut pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI dan pemerintah menjadi UU pada 5 Oktober sebagai bentuk penghianatan kepada rakyat. Sebab aturan sapu jagat itu ditolak elemen masyarakat dari buruh, petani, hingga organisasi sipil. Bahkan buruh mengancam mogok nasional pada 6 hingga 8 Oktober 2020.
Ketua Umum BMI Farkhan Evendi menilai tindakan yang dilakukan pemerintah beserta partai pendukungnya di DPR jelas-jelas merupakan bentuk pengabaian terhadap nasib rakyat, utamanya kalangan buruh.
“Banyak upaya yang telah ditempuh teman-teman buruh, namun sedikit pun pemerintah bersama para elite partai pendukungnya di DPR sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan terhadap kaum buruh,” ujar Farkhan dalam rilis yang diterima Tirto.
Farkhan juga menjelaskan berbagai alasan penolakan sudah jelas disampaikan, mulai dari permasalah upah minimum, berkurangnya pesangon, kontrak kerja tak terbatas, outsourcing seumur hidup, waktu kerja berlebihan, upah cuti yang hilang, persoalan lingkungan, hingga pertanahan.
Namun pemerintah tetap menolak pendapat tersebut dan terus membangun narasi bahwa Omnibus Law Ciptaker ini akan membawa segudang manfaat. Padalahal menurutnya, sikap pemerintah adalah bentuk penghianatan terhadap rakyat.
“Justru kami khawatir sebaliknya, gejolak dalam negeri yang dihasilkan dari skema produksi yang dirancang dalam Omnimbus Law ini, diberbagai sektor; buruh, tani, nelayan, serta masyarakat desa dan kota pada umumnya, menyebabkan kesengsaraan yang berkelanjutan,” terangnya.
Lebih lanjut Farkhan menjelaskan, BMI mendukung penuh sikap buruh maupun elemen lain yang sampai hari ini terus berjuang mengagalkan Omnibus Law Ciptaker ini. Selain itu, ia mengapresiasi langkah Demokrat yang dengan tegas menolak pengesahan UU tersebut.
Editor: Abdul Aziz