tirto.id - Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau lebih dikenal dengan Din Syamsuddin menjadi perbincangan beberapa hari terakhir. Semua berawal ketika komunitas alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) bernama Gerakan Anti Radikalisme ITB (GAR-ITB) melaporkan Din ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Din lantas dibela oleh berbagai kalangan. Hal ini misalnya dilakukan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Alih-alih radikal, Mu'ti mengatakan Din adalah tokoh yang mendorong sikap moderat antar umat beragama. "Tuduhan itu jelas tidak berdasar dan salah alamat," kata Mu'ti lewat Twitter.
Ketua bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membela Din. Menurutnya apa yang disampaikan GAR-ITB "adalah tuduhan dan fitnah keji yang tidak bisa dipertanggungjawabkan." Mengutip Antara, dia mengatakan Din adalah "pemimpin muslim penting tingkat dunia yang sangat dihormati karena dalam waktu yang panjang telah mempromosikan Islam moderat di berbagai forum dunia."
Setelah pembelaan-pembelaan itu muncul, perwakilan GAR-ITB Shinta Madesari mengatakan para pembela Din keliru memahami pelaporan ia mereka layangkan.
"Yang GAR laporkan itu adalah pelanggaran disiplin dan etika ASN, administratif, beda dengan kasus radikal yang pidana," kata Shinta kepada reporter Tirto, Senin (15/2/2021). "Kami melaporkan sanksi administratif [karena] ada pelanggaran disiplin ASN (aparatur sipil negara)."
Shinta menjelaskan pelaporan pada 28 Oktober 2020 ke KASN berawal ketika mereka mendapat kabar Din adalah dosen di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Itu terkonfirmasi setelah mereka mendapatkan bukti terkait.
Karena masih berstatus ASN, Din, mantan Ketua Umum MUI, dinilai telah melakukan sejumlah pelanggaran yang intinya adalah melawan pemerintah. Menurut mereka seorang ASN haruslah patuh, sementara Din bahkan memimpin kelompok oposisi bernama Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
KAMI dideklarasikan di Jakarta pada Agustus tahun lalu oleh orang-orang yang dikenal sebagai oposisi pemerintahan saat ini seperti Rocky Gerung dan Said Didu. Sementara Din disebut-sebut sebagai satu dari tiga presidium bersama Gatot Nurmantyo dan Rochmat Wahab.
Mereka mencantumkan berita dan laman unggahan video Youtube sebagai penguat pelaporan.
GAR-ITB merasa punya kewajiban melaporkan Din karena mantan Ketua PP Muhammadiyah itu masih terdaftar sebagai anggota Majelis Wali Amanat ITB, meski secara organisasi sama sekali tak terkait secara formal dengan kampus. Jumlah alumni yang mendukung pelaporan ini--yang juga tergabung dalam organisasi--awalnya 2.075 pada tahun lalu tapi menyusut jadi 1.960 per 28 Januari 2021.
Salah satu yang sempat ikut serta adalah Fadjroel Rahman, Juru Bicara Presiden Joko Widodo. "Dia ikut. Tapi kemudian petisi selanjutnya dia menarik nama," kata Shinta.
Diabaikan Pemerintah
KASN menindaklanjuti pelaporan dengan menerbitkan surat nomor B-3766/KASN/11/2020, ditujukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kominfo adalah koordinator Tim Satgas Penanganan Radikalisme.
Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan mereka bukan bermaksud memvonis Din radikal meski mengirim surat ke Kominfo. "Kami meneruskan laporan kepada Satgas Radikalisme karena terkait laporan dugaan radikalisme, tetapi tidak ada pernyataan apa pun dari KASN yang terkait adanya pelanggaran radikalisme tersebut," kata Agus saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin.
Menteri Agama Yaqut Cholil mengatakan sudah menerima laporan dari KASN. Senada dengan KASN, tak ada tanggapan positif untuk laporan ini.
"Persoalan disiplin, kode etik, dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal," katanya, dikutip dari laman resmi kementerian. "Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan, jangan sampai gegabah menilai seseorang."
Menkopolhukam Mahfud MD pun ikut bicara. Menurut Mahfud, Din memang tokoh yang kritis dan selalu didengar pemerintah. Dan tak ada persoalan dengan itu.
"Yang diproses hukum itu adalah orang yang nanti akan terbukti melanggar secara hukum, mau kritis tapi sebenernya destruktif, tapi kalau seperti Pak Din Syamsuddin, mana pernah kita [per]soal[kan]," kata Mahfud, Minggu (15/2/2021) lalu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino