Menuju konten utama

Bisakah Konflik Agraria Wadas Menghalangi Ganjar di 2024?

Isu kemanusiaan sepertinya memang belum terlalu dipertimbangkan saat memilih calon pimpinan politik dan jadi sorotan sebagian kecil penduduk.

Bisakah Konflik Agraria Wadas Menghalangi Ganjar di 2024?
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. ANTARA/HO-Humas Pemprov Jateng.

tirto.id - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang paling diminati masyarakat sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Ia mengalahkan tokoh PDIP lain seperti Puan Maharani dan Tri Rismaharini.

Bahkan, dalam survei Indikator Politik Indonesia akhir 2020, Ganjar mengalahkan nama-nama seperti Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Elektabilitas Ganjar sebesar 18,7 persen. Di bawahnya ada Prabowo dengan 16,8 persen dan Anies 14,4 persen.

Tokoh lain yang masuk daftar adalah Menteri Sandiaga Uno, yang mendapat 8,8 persen suara, lalu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan elektabilitas 7,6 persen. Sisanya lebih kecil lagi. Nama-nama lain seperti Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indar Parawansa, dan Gatot Nurmantyo mendapat persentase di bawah angka 5 persen.

Tak hanya itu, menurut Indikator, Ganjar selalu moncer di urutan pertama dalam tiga survei terakhir.

Awal 2021, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan IndoBarometer juga merilis hasil survei capres 2024. LSI menemukan Prabowo tetap jadi sosok paling populer dengan suara 22,5 persen. Di survei IndoBarometer, angkanya lebih kecil, yakni 17,2 persen. Ganjar menempel Prabowo di survei LSI dengan perolehan elektabilitas 10,6 persen, sedangkan di IndoBarometer ia disukai oleh 15,9 persen responden.

Pada akhir 2021, Ganjar juga memperoleh elektabilitas meyakinkan. Kendati belum bisa melewati Prabowo, Indopol Survey and Consulting mencatat Ganjar punya elektabilitas 17,15 persen, hanya selisih nol koma sekian persen perolehan elektabilitas Prabowo (17,24 persen).

Tahun ini kepopuleran keduanya juga belum berubah banyak. Survei dari Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menemukan Prabowo tetap paling unggul dalam kategori pertanyaan terbuka (18,4 persen). Ganjar ada di urutan kedua untuk kesekian kalinya dengan 16,3 persen suara. Sedangkan masalah popularitas, Ganjar tidak buruk-buruk amat. Dalam survei itu Ganjar juga masuk dalam lima besar tokoh paling populer yang dikenal publik.

Patut digaris bawahi pula bahwa Ganjar ada di peringkat kedua dari orang yang belum tentu akan mencalonkan diri lagi di 2024--setelah kekalahan berturut-turut dari Joko Widodo pada 2014 dan 2019.

Melihat kembali betapa positifnya sentimen terhadap Ganjar penting karena akhir-akhir ini ia mendapatkan sorotan negatif. Semua tidak lain karena kasus penyerbuan aparat ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jateng.

Ganjar dan Kendeng

Apa yang terjadi di Wadas mengingatkan kembali publik terhadap isu pembangunan pabrik milik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang. Dalam dua kasus itu Ganjar, sebagai gubernur, dianggap tak memihak masyarakat.

Isu pembangunan pabrik milik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang, sudah mencuat sejak 2011, namun peletakan batu pertamanya baru terjadi pada 2014. Warga yang khawatir proyek akan mencemari sumber air mereka kemudian melakukan protes. Sebagian bahkan mendapat perlawanan fisik dari mereka yang mendukung aktivitas pabrik.

Ganjar kemudian turun tangan. Dia meminta warga membawa masalah ini ke ranah hukum. Dan itulah yang dilakukan.

Singkat cerita, pada 2016, putusan Mahkamah Agung menjurus pada keharusan Ganjar untuk menarik izin pabrik semen.

Tapi Ganjar, kata warga, tidak patuh terhadap putusan ini. Ia dianggap terus menunda pencabutan SK Gubernur soal izin lingkungan PT Semen Indonesia. Bahkan, dalam sebuah kesempatan, Ganjar menyatakan ada kejanggalan dalam putusan itu. Misalnya saja soal alamat dan pekerjaan warga yang tidak sesuai kenyataan. Tapi dia tak menyentuh substansi masalah.

Barulah pada 2017 Ganjar membatalkan SK Gubernur untuk PT Semen Indonesia. Namun masalah tidak sepenuhnya selesai. Pada poin lanjutan pembatalan itu, Ganjar memberikan kesempatan pada perusahaan untuk memperbaiki dokumen Amdal (Analisis mengenai Dampak Lingkungan). Warga menganggap “Ganjar salah mengartikan putusan MA.”

Tak heran jika warga tidak berhenti protes. Sebagian warga bahkan harus jadi tersangka karena dilaporkan pidana oleh perusahaan.

Protes yang masih membekas bagi banyak orang sampai sekarang adalah aksi jalan kaki dari Jateng berujung pengecoran kaki di depan Istana Negara pada 2017. Patmi, salah satu peserta aksi asal Pati, meninggal dunia dalam rangkaian protes tersebut. Dia tiba-tiba terjatuh setelah membebaskan diri dari pengecoran dan beranjak ke kamar mandi. Jantungnya berhenti dan dia meninggal dunia.

Sebulan setelah membatalkan SK Gubernur untuk PT Semen Indonesia, Ganjar kembali mengeluarkan izin baru. Untuk kekhawatiran masalah air, Ganjar kemudian memberikan jalan keluar berupa pembangunan embung. Namun tetap saja masalah utama, yaitu kerusakan lingkungan, tak terjawab dengan solusi tersebut.

Isu Kemanusiaan Tak Laku?

Menghadapi Pilkada 2018, Ganjar mengaku sudah “digebuki soal semen.” Tapi toh itu tak membuat langkahnya terhenti. Dengan lawan Sudirman Said, seorang mantan menteri, Ganjar diprediksi menang mudah.

Dalam satu debat yang dipantau oleh warga Kendeng, tidak ada sama sekali pembahasan soal masalah semen dari kedua kubu. "Sedulur sikep tidak mengerti juga kenapa tak ada pembahasan sama sekali dalam debat kemarin, padahal kami menunggu langkah apa yang mereka ambil untuk selesaikan masalah di sini," kata warga Kendeng, Gunarti, dilansir CNNIndonesia. Ada yang menduga keduanya punya kepentingan untuk masalah investasi pertambangan dan karenanya tidak mau membawa isu pabrik semen ke permukaan.

Ganjar akhirnya mendapat suara hingga 58 persen dan kalah hanya di 4 daerah. Kendati sebagian warga Kendeng menolak Ganjar, nyatanya di Rembang ia tetap unggul. Suaranya hampir 2,5 kali lipat dari Sudirman Said dan-Ida Fauziyah.

Hasil ini bahkan lebih baik dari sebelumnya, ketika dia belum dihajar soal masalah semen. Pada Pilgub 2013, Ganjar menang dengan perolehan suara 48,13 persen. Dari 35 kabupaten/kota yang ada di Jateng, Ganjar hanya kalah di beberapa tempat, yaitu Banyumas, Boyolali, Klaten, Brebes, dan Surakarta. Ganjar menang di Purworejo, kabupaten di mana Desa Wadas berada. Ia juga menang di Rembang, daerah yang ramai dibicarakan karena jadi lokasi pendirian pabrik semen.

Infografik Ganjar Gus Yasin

Infografik Ganjar Gus Yasin

Di Jateng, yang sebagian besar merupakan lumbung suara PDI-P, betapa pun isu-isu kemanusiaan dan lingkungan menghantam, Ganjar tetap belum goyah. Dan ini juga terbukti saat survei-survei terkini menempatkannya di posisi atas sebagai capres.

Situasi yang mirip terjadi pada diri Prabowo. Prabowo disebut-sebut terlibat dalam penculikan para aktivis pada 1997-1998, namun toh dari berbagai survei ia tetap memuncaki pilihan responden. Mungkin benar kata Juru Bicara Partai Gerindra, Heri Budianto beberapa tahun lalu, bahwa isu HAM “enggak akan laku.”

Isu kemanusiaan sepertinya memang belum terlalu dipertimbangkan saat memilih calon pimpinan politik dan jadi sorotan sebagian kecil penduduk.

Kasus di Wadas, yang banyak memakan korban kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang, memang diprediksi akan membuat elektabilitas Ganjar merosot. Namun dari pengalaman sebelumnya, masalah ini sulit akan berdampak besar. Kritik-kritik terhadap Ganjar bisa jadi akan terkubur begitu saja.

Baca juga artikel terkait GANJAR PRANOWO atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino