tirto.id - Raut wajah Gunarti, tokoh Sedulur Sikep, yang mewakili petani Pegunungan Kendeng terlihat kecewa. Upaya menemui Megawati Soekarnoputri pada Sabtu pekan lalu gagal. Pata petani Kendeng, yang menyemen kakinya untuk kali kedua, telah mengirimkan surat seminggu lalu ke putri sang proklamator. Surat ini tak berbalas.
Nekat, Gunarti maupun delapan petani Kendeng lain termasuk penggiat Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, menuju ke kediaman Megawati di Teuku Umar, sebuah kawasan elite di Menteng, Jakarta Pusat. Para wong cilik ini justru hanya ditemui oleh satpam rumah, yang mengatakan kepada mereka untuk mendatangi Kantor Pusat PDI Perjuangan di Jalan Proklamasi.
Gunarti menuturkan, putri mendiang Presiden Sukarno, lewat partainya, acap memakai jargon 'Wong Cilik', rakyat kecil, demi mencari dukungan. Slogan ini menjadi relevan ketika salah satu kader partai, Ganjar Pranowo, berhasil menjadi gubernur Jawa Tengah.
Gunarti masih percaya bahwa Megawati adalah ibu bagi bangsa, yang membela kepentingan petani seperti dirinya.
“Meski berada dalam satu wadah partai, beliau tidak atau belum tentu sama seperti Ganjar,” tuturnya. "Apalagi dia seorang ibu, sama seperti ibu bumi yang selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya."
Sebelum menuju rumah Megawati tetapi akhirnya tidak membuahkan hasil, Gunarti berkata: "Ini kan diterima juga tidak tahu, tidak diterima juga tidak tahu. Mumpung saya masih di sini, kan jadi tidak usah bolak-balik.”
Petani Rembang Memenangkan Ganjar dan Jokowi
Pada Desember tahun lalu, selama reportase di desa terdampak pabrik PT Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, tiga belas warga yang diwawancarai mengatakan sebagai pemilih PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, dan Joko Widodo.
Nyono, kepala Desa Timbrangan yang menolak pabrik semen, terang-terangan sebagai simpatisan partai. “Kita sendiri orang PDIP, loh. Saya dulunya kader, sekarang jadi simpatisan, tetapi punya kartu anggota,” katanya. Ia berkata bahwa PDIP menang di lima desa terdampak PT Semen Indonesia, baik untuk pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
“Pasucen menang, Kajar menang, semua menang,” ujarnya menyebut desa-desa di areal terdampak penambangan semen termasuk di Desa Tegaldowo, Timbrangan, dan lokasi pabrik di Desa Kadiwono.
“Orang memilih karena memang melihat Bu Mega,” kata Nyono.
Berdasarkan laman resmi KPU Jawa Tengah, PDIP memang memenangkan pertarungan dalam Pilgub 2013. Dalam Pilgub yang diperebutkan tiga kontestan, Ganjar Pranowo meraih 106.045 suara atau 46,77 persen di Kabupaten Rembang. Bersama wakil Heru Sujadmoko, Ganjar unggul dengan total 6.962.417 suara atau 48,82 persen dari 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah.
Sementara dalam Pemilihan Presiden 2014, PDIP menang di lima desa terdampak rencana pabrik dan penambangan Semen Indonesia. Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menang telak di lima desa tersebut.
Berdasarkan rilis Kawal Pemilu, Kelurahan Tegaldowo, yang jadi episentum penolakan warga atas pabrik semen, Joko Widodo mengungguli Prabowo Subianto dengan memperoleh 2.538 suara atau 78,82 persen dari 9 tempat pemungutan suara; terbanyak dari 16 kelurahan di Kecamatan Gunem.
Di desa lain seperti Pasucen, Jokowi menang telak dengan 401 suara atau 78,32 persen. Begitupun di desa Timbrangan, 718 suara atau 75,10 persen, maupun di Desa Kajar dengan 688 suara atau 86,22 persen.
Total suara untuk Jokowi-JK di Kecamatan Gunem adalah 9.639 suara atau 66,38 persen. Sementara di 14 kecamatan di Kabupaten Rembang, pasangan ini unggul dengan 245.119 suara atau 66,01 persen.
Janji Manis Ganjar Pranowo
Tini, seorang warga Desa Tegaldowo, mengatakan bahwa Ganjar Pranowo saat berkampanye demi jabatan gubernur pada 2013 lalu memang menjanjikan hal yang manis. Jargonnya, "Mboten ngapusi, Mboten korupsi, Jawa Tengah ijo royo-royo." Maksudnya, Ganjar saat terpilih takkan membohongi, takkan korupsi, dan menjadikan Jawa Tengah sebagai provinsi yang mengandalkan pertanian serta melestarikan lingkungan. Apa yang dilakukan Ganjar dengan ngotot memberi izin bagi pabrik Semen Indonesia telah menelan janjinya sendiri.
“Ganjar lambene lamis,” kata Tini. Manis perkataan tetapi kosong bukti.
Tini mengingat pada 2014 saat Ganjar Pranowo menapakkan kaki di depan tenda perjuangan petani Kendeng, tepat di depan pintu masuk PT Semen Indonesia, di Desa Kadiwono. “Kami sudah tidak percaya dengan Ganjar,” ujarnya.
Gunarto, tokoh Sedulur Sikep, mengingat bagaimana Ganjar bersama keluarganya berkampanye di Kecamatan Sukolilo, Pati, dengan melontarkan jargon serupa. Ketika menjabat, kebijakan Ganjar justru mengabaikan para konstituennya.
Ganjar Pranowo sendiri, dalam wawancara dengan redaksi Tirtopada 21 Desember 2016 di Jakarta, mengatakan "enggak apa-apa" ditinggalkan oleh para pemilihnya dengan alasan "membela kepentingan nasional", merujuk PT Semen Indonesia sebagai perusahaan pelat merah.
"Kalau saya hanya ingin cari popularitas, mungkin saya bicara risiko keuntungan yang lebih kecil. Aku tutup saja pabriknya, enggak ada urusan. Saya populer. Berani. Hebat. Gubernur hebat. Semua tepuk tangan. Lima triliun hilang," ujarnya. "Itu merah-putih. Ada national interest yang kita bicarakan.”
Warga petani Kendeng tampaknya, dengan menyemen kaki kali kedua di seberang Istana, sudah putus harapan dengan gubernurnya. Dan, karena itu, mereka berharap kepada Megawati sebagai ketua umum partai tempat Ganjar Pranowo menjadi kadernya. Tetapi jalan ini pun buntu.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam