tirto.id - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kembali mengeluarkan izin baru untuk Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Izin lingkungan baru itu dikeluarkan pada 23 Februari 2017. Izin itu dikeluarkan setelah dilaksanakan rapat komisi penilai AMDAL pada 2 Februari 2017 menyepakati bahwa pembangunan pabrik semen Indonesia di Rembang direkomendasikan layak lingkungan hidup.
Keputusan Ganjar menerbitkan izin baru ini langsung mendapat respons negatif dari warga dan para aktivis lingkungan. Izin tersebut dianggap melanggar aturan hukum lantaran pada 17 Januari 2017 Pemda Jateng sudah mencabut Keputusan Gubernur Nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia. Pencabutan itu sesuai dengan perintah putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung pada Oktober 2016.
Izin baru seperti itu sebenarnya bukan pertama kali dikeluarkan Ganjar. Sebelumnya, Ganjar sudah pernah membuat geger dengan mengeluarkan izin baru—yang disebut Ganjar sebagai adendum—pabrik Semen Indonesia saat Mahkamah Agung sudah memenangkan warga atas gugatan PK izin lingkungan Semen Indonesia. Saat itu Ganjar berkilah jika izin itu dikeluarkan sebelum dia menerima petikan putusan PK MA.
“Saya dibilang mengeluarkan SK baru. Padahal SK itu saya tanda tangani saat saya belum menerima putusan,” kata Ganjar pada tirto 21 Desember 2016 lalu.
Ganjar menjelaskan jika adendum itu dikeluarkan semata-mata karena adanya perubahan nama Semen Gresik menjadi Semen Indonesia. Karena itu Pemda Jateng merevisi nama itu dalam adendum yang dikeluarkannya. Selain nama, ada juga penambahan izin, yang semula hanya pembangunan pabrik ditambah menjadi pembangunan dan pengoperasian pabrik. Alasan penambahan izin itu pun sederhana, karena pabrik sudah selesai dibangun, maka butuh izin beroperasi.
Logika Memperbaiki AMDAL
Dengan cara dan logika yang sama dengan dikeluarkannya adendum, Ganjar mengeluarkan izin terbaru. Ganjar menganggap izin lama sudah tutup buku, izin baru keluar dengan hal-hal baru yang tidak ada dalam izin lama. Singkatnya ketika perubahan nama perusahaan bisa dilakukan sebagai dasar keluarnya adendum, maka perubahan AMDAL bisa menjadi dasar keluarnya izin baru.
Dikeluarkannya izin baru setelah kekalahan di PK MA sepertinya sudah direncanakan jauh-jauh hari. Pada rapat bersama Menteri Lingkungan Hidup, Menteri BUMN dan Kantor Staf Presiden di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup 14 Desember 2016 lalu Ganjar sudah memberi isyarat akan memperbaiki AMDAL sebagai modal terbitnya izin baru.
Dalam pertemuan itu dibentuk tim kecil yang bertujuan untuk melakukan perbaikan atas izin dan AMDAL disesuaikan dengan hasil putusan PK MA. Dalam putusan PK itu Majelis Hakim Berpendapat bahwa asas kehati-hatian dan asas kecermatan dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) memberi arah kepada penyelenggara negara agar lebih mengutamakan "menghindari potensi kerusakan daripada mengambil manfaat."
Karena itu, secara prinsip, majelis hakim berpendapat bahwa kegiatan penambangan dan pengeboran di atas Cekungan Air Tanah (CAT) pada prinsipnya tidak dibenarkan.
Selain itu di dalam AMDAL tidak terlihat batasan dan tata cara penambangan di atas kawasan CAT. Penambangan yang dilakukan sebagaimana tergambar dalam AMDAL mengakibatkan runtuhnya dinding sungai bawah tanah dan CAT yang menimbulkan kekhawatiran warga.
Poin itulah yang menjadi tugas tim kecil untuk memperbaikinya sehingga sesuai dengan putusan PK MA dan izin baru bisa dikeluarkan. “Tim kecil akan menindaklanjuti seluruh putusan pengadilan. Jadi apa yang dimaksud pencabutan izin penambangan, kemudian dampak yang terjadi, wilayah CAT, mengkaji lebih dalam mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, semua dikerjakan oleh tim kecil ini,” terang Ganjar.
Selain AMDAL, penyesuaian lain yang dikerjakan oleh Ganjar adalah prosedur izin. Jika dicermati, dasar gugatan PK MA itu salah satunya lantaran nama Joko Prianto, seorang warga yang masuk dalam absensi kehadiran sosialisasi pembangunan pabrik semen. Namun faktanya, Joko tidak pernah hadir dalam sosialisasi. Secara prosedur, proses terbitnya izin itu pun dianggap oleh MA menyalahi aturan. Prosedur itu pula yang diperbaiki oleh Pemda Jateng supaya izin baru tidak lagi bermasalah.
Revisi Tak Mengubah Substansi
Logika “memperbaiki” yang salah dalam AMDAL dan prosedur untuk mendapat izin baru seolah benar. Namun, sejatinya perbaikan yang dilakukan Pemda Jateng tidak mengubah substansi masalah yang dikhawatirkan warga, yakni masalah lingkungan.
Perubahan AMDAL tidak berdampak pada fakta bahwa dinding CAT akan roboh akibat penambangan bahan baku semen. Rusaknya CAT itu akan berdampak pada berkurangnya cadangan air tanah di pegunungan Kendeng.
Kerusakan itu akan membuat warga di lereng pegunungan Kendeng akan kekurangan air. Sawah-sawah, kebun-kebun warga yang hijau akan mengering akibat air sulit didapat. Mata-mata air yang selama ini menjadi andalan warga mendapatkan air bersih akan hilang.
Bagi Ganjar, masalah itu selesai dengan pembangunan embung yang bisa mencukupi kebutuhan air warga. Seperti halnya AMDAL yang salah bisa diperbaiki dan prosedur yang cacat bisa diulangi, maka kekeringan pun diatasi dengan embung penampung air.
Namun, Ganjar sulit memberi solusi atas satu masalah yang jadi keberatan utama masyarakat Rembang: risiko terjadinya kerusakan ibu bumi karena proyek semen Rembang.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Maulida Sri Handayani