Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Biografi KH Zainal Mustafa dan Peran Perjuangannya Melawan Jepang

Sejarah mencatat, KH Zainal Mustafa menggelorakan semangat para santrinya dalam Peristiwa Singaparna melawan penjajah Jepang.

Biografi KH Zainal Mustafa dan Peran Perjuangannya Melawan Jepang
KH Zainal Mustafa. wikimedia commons/fair use

tirto.id - KH Zainal Mustafa adalah seorang ulama sekaligus pejuang asal Tasikmalaya, Jawa Barat, yang kini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Peran Kyai Haji Zaenal Mustofa pada masa sebelum kemerdekaan adalah menginisiasi dan menggelorakan perlawanan melawan penjajah Jepang.

Hal itu bermula pada 1943, ketika pemerintah pendudukan Jepang menerapkan aturan baru untuk rakyat Indonesia yang dikenal dengan sebutan Seikerei. Seikerei adalah tradisi yang mewajibkan semua orang membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Bagi orang Jepang, itu merupakan penghormatan kepada Tenno Heika (Kaisar Jepang) yang diyakini sebagai titisan Dewa Matahari.

Aturan tersebut merupakan cikal bakal perlawanan rakyat; para ulama, termasuk KH Zainal Mustafa; serta semua santri yang di pesantren-pesantren. Pertentangan itu kemudian dikenal dengan Perlawanan Singaparna.

Alasan yang melatarbelakangi KH Zainal Mustafa melakukan perlawanan terhadap Jepang adalah keengganannya tunduk kepada aturan Seikerei. Tidak hanya KH Zainal yang menolak perintah tersebut, melainkan semua ulama dan santri, sebagaimana dijelaskan dalam buku Perjuangan Meraih Kemerdekaan (2018) karya Soepriyanto dan Moh. Yatim.

Dalam Islam, yang patut disembah hanyalah Allah Swt., bukan titisan Dewa Matahari seperti yang diyakini pihak Jepang. Selain hal itu, alasan yang melatarbelakangi KH Zainal Mustafa melakukan perlawanan terhadap Jepang adalah keinginannya untuk membuat Indonesia merdeka, tidak lagi berada di bawah penjajah, termasuk Jepang.

Biografi KH Zainal Mustafa

KH Zainal Mustafa dilahirkan pada 1 Januari 1899 di Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan nama Umri, yang kemudian berganti menjadi Hudaemi. Namun, dikutip dari Tokoh-tokoh Muslim Indonesia Kontemporer (2019), biografi KH Zainal Mustafa berbeda-beda dalam beberapa sumber, terutama perihal tahun lahirnya. Ada yang menyebutkan 1899, 1900, 1901, bahkan terdapat pula yang mengatakan tahun lahir beliau 1902.

Silsilah KH Zainal Mustafa tidak berdarah kiai. Beliau lahir dari keturunan masyarakat biasa. Ayahnya bernama Nawafi sedangkan ibunya adalah Ratmah; pasangan yang berprofesi sebagai petani dengan hidup sederhana.

Masa sekolah KH Zainal Mustafa hanya ditempuh hingga Sekolah Rakyat (SR). Setelahnya, ia memutuskan untuk membantu orang tuanya menggembala bebek di sawah, sebelum kemudian mengenyam pendidikan pesantren.

Ia menempuh pendidikan keislaman di banyak pesantren Jawa Barat. Awalnya ia belajar Islam di Pesantren Gunungpari, kemudian pindah setelah 3 tahun ke Pesantren Cilenga, lalu dilanjutkan ke Pesantren Sukamiskin.

Walau telah berguru kepada banyak kiai serta beragam pesantren, Zainal Mustafa enggan berpuas diri. Karena itulah beliau memutuskan meneruskan pendidikannya ke tanah suci Makkah, sejak 1922 hingga 1927. Dari situ juga sebutan Kiai Haji diperolehnya, termasuk nama yang melekat kemudian: Zainal Mustafa.

Apa Peran Kyai Haji Zaenal Mustofa?

Sepulang menimba ilmu sekaligus berhaji pada akhir dekade 1920-an, tepatnya tahun 1927, KH Zainal Mustafa pulang ke Sukamanah. Kemudian, ia berniat mendirikan Pondok Pesantren Sukamanah di kampung halamannya.

Upaya pendirian pesantren oleh KH Zainal Mustafa tidak mudah, terlebih di zaman penjajahan Belanda. Dalam prosesnya, beliau dan para santrinya kerap mendapat tekanan dari pihak pemerintah Hindia Belanda.

Namun, itu tidak menyurutkan tekadnya, yang kemudian berhasil merealisasikan Pondok Pesantren Sukamanah pada 1927.

Peran Kyai Haji Zaenal Mustofa sangat besar dalam upaya dakwah dan memperkuat keislaman masyarakat di tanah kelahirannya, Tasikmalaya.

Besarnya peran Kyai Haji Zaenal Mustofa juga divalidasi melalui studi yang dilakukan Irpana berjudul "Peranan KH Zainal Mustafa dalam Mendirikan dan Mengembangkan Pesantren Sukamanah Tasikmalaya 1927–1944" (2015). Dalam penelitian itu disebutkan bahwa KH Zainal Mustafa sangat disegani oleh warga Tasikmalaya.

Selama kepemimpinan KH. Zainal Musthafa (1927-1944), usaha-usaha untuk mengembangkan pesantren merupakan prioritas utama. Namun, rintangan yang mengadang waktu itu sangat terasa di bawah penjajahan Belanda dan Jepang.

KH Zainal Mustafa tergolong sebagai kiai muda yang berjiwa revolusioner dan berani menentang kolonialisme. Hal tersebut terlihat dari sikapnya yang terang-terangan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat melalui ceramahnya.

Ceng Romli dalam penelitiannya berjudul "Sikap Politik Ajengan Sukamanah: Konfrontasi K.H. Zainal Mustafa dengan Penguasa Jepang 1942-1944"(2017) menyebutkan, KH Zainal Mustafa sering mengadakan rapat-rapat rahasia untuk menentang pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Sikap inilah yang kemudian mengakibatkan KH Zaenal Mustafa dan beberapa ulama lainnya seperti Kiai Rukhiyat, Haji Syirod, dan Hambali Syafei, ditangkap aparat kolonial pada 17 November 1941. Alasan penangkapan itu karena para ulama tersebut dianggap menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Sekira setahun kemudian, tepatnya Maret 1942, KH Zainal Mustafa dibebaskan. Lantas, mengapa KH Zainal Mustafa dibebaskan?

Pembebasan tersebut dilakukan Jepang. KH Zainal Mustafa dibebaskan karena pendudukan Hindia Belanda sudah usai. Pemerintah Belanda telah menyerah kepada Jepang (Dai Nippon) dalam Perang Dunia II.

Sejarah Perlawanan Singaparna yang Dipimpin KH Zainal Mustafa

Pemerintah Dai Nippon berharap pembebasan KH Zainal Mustafa dari penjara bakal membuat sang kiai membantu mereka selama di Indonesia. Akan tetapi, beliau tidak merespons keinginan Jepang tersebut.

KH Zainal Mustafa melawan Jepang karena Dai Nippon merupakan penjajah, yang berperan hanya sebagai pengganti Hindia Belanda. Bahkan, disebutkan oleh Aiko Kurasawa dalam Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945 (2015), KH Zainal Mustafa pernah menghadiri perkumpulan Geraf (Gerakan Anti Fasis).

Dengan demikian, jelas sudah bahwa KH Zainal Mustafa menentang kehadiran Jepang di Indonesia. Sebab, Jepang bersama Jerman dan Italia merupakan negara-negara fasisme yang terlibat di Perang Dunia II kala itu.

Perlawanan KH Zainal Mustafa terhadap pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia mencapai puncaknya ketika kebijakan Seikerei diwajibkan. KH Zainal Mustafa dan para santrinya tidak sudi membungkukan diri ke arah matahari terbit.

25 Februari 1944, tepat hari Jumat, ketika sedang menyampaikan khotbah, KH Zainal Mustafa dipanggil oleh empat opsir Jepang. Mereka mendesak KH Zainal Mustafa untuk menghadap perwakilan pemerintah Jepang di Tasikmalaya.

Arogansi para opsir Jepang itu memantik emosi para santri sehingga memicu pecahnya kericuhan. Tiga orang opsir tewas sementara satu lainnya melarikan diri untuk meminta bantuan.

Sore hari pukul 16.00 WIB, pasukan Jepang datang berbondong-bondong menggunakan truk. Serdadu Nippon tersebut langsung menerobos garis pertahanan penduduk dan santri di Sukamanah.

Hanya dalam waktu satu jam, Jepang menang. 86 orang warga Sukamanah, termasuk para santri, gugur. Insiden inilah yang kemudian disebut sebagai Perlawanan Singaparna.

KH Zainal Mustafa ditangkap dan bersama 23 orang lainnya dinyatakan bersalah untuk diadili di Jakarta. Selain itu, sekitar 79 orang yang terlibat Peristiwa Singaparna dihukum penjara 5 sampai 7 tahun di Tasikmalaya.

Baru beberapa minggu setelahnya diketahui bahwa KH Zainal Mustafa telah dieksekusi mati oleh tentara Jepang pada 25 Oktober 1944 dan dikuburkan di Ancol, Jakarta Utara. Keberadaan makam KH Zainal Mustafa juga baru diketahui jauh kemudian hari.

Pada 25 Agustus 1973, makam KH Zainal Mustafa dan para pengikutnya yang juga dikebumikan di Ancol dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.

Pemerintah Republik Indonesia menetapkan KH Zainal Mustafa sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.

Baca juga artikel terkait HARI SANTRI atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Fadli Nasrudin