Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Kronologi Pertempuran Surabaya: Sejarah, Latar Belakang & Dampak

Kronologi dan sejarah pertempuran Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Berikut ini sejarahnya.

Kronologi Pertempuran Surabaya: Sejarah, Latar Belakang & Dampak
Bung Tomo, salah seorang pejuang RI dalam sejarah Pertempuran Surabaya 1945. FOTO/Nanyang Post, 1947/Wikimedia Commons

tirto.id - Sejarah pertempuran Surabaya melawan Inggris mencapai puncaknya tanggal 10 November 1945. Latar belakang pertempuran Surabaya adalah pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato pada tanggal 18 September 1945.

Pertempuran Surabaya adalah perang pertama bangsa Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sejarah pertempuran Surabaya kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Hario Kecik dalam Pemikiran Militer 5: Gerak Maju Jalur Pemikiran Abad ke 21 Homo Sapiens Modern Kembali ke Benua Afrika (2009) menggambarkan Pertempuran Surabaya 10 November 1945 lewat tulisan sebagai berikut:

“Tiap kali kita merayakan Hari Pahlawan, 10 November, kita menyatakan supaya kita membangkitkan semangat seperti pada waktu 10 November 1945, di mana rakyat Kota Surabaya melawan tentara Inggris yang ingin menghukum dan menundukkan penduduk Kota Surabaya. Sebuah pertempuran besar yang terkenal secara internasional.”

“Rakyat kampung-kampung Surabaya telah mengorbankan 20.000 jiwa penduduknya dan Inggris kehilangan serdadunya dalam pertempuran dengan senjata modern pada waktu itu.”

Latar Belakang & Kronologi Sejarah

Tanggal 31 Agustus 1945 atau kurang lebih setengah bulan setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah menyerukan bahwa mulai 1 September 1945, bendera merah putih dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia.

Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, para pemuda dan pejuang di Surabaya menurunkan dan merobek warna biru dalam triwarna bendera Belanda yang dikibarkan di Hotel Yamato 19 September 1945.

Bendera tersebut kemudian dinaikkan kembali dengan menyisakan warna merah dan putih yang merupakan warna bendera Indonesia.

Sebelumnya, pasukan Sekutu, termasuk ada Inggris dan Belanda (NICA), telah tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Pasukan gabungan yang baru saja memenangkan Perang Dunia Kedua atas Jepang ini memasuki Kota Surabaya tanggal 25 Oktober 1945.

Pasukan Sekutu termasuk Inggris dan Belanda tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) atau Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran untuk melucuti senjata tentara Jepang.

Perang pertama antara pejuang RI dan arek-arek Surabaya melawan Sekutu atau Inggris terjadi pada 27 Oktober 1945.

Tanggal 30 Oktober 1945, dinukil dari Sedjarah TNI-Angkatan Darat 1945-1965 (1965), pemimpin pasukan Inggris di Jawa Timur, Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby, tewas dalam suatu insiden.

Akhir & Dampak Pertempuran Surabaya

Posisi Mallaby sebagai pemimpin pasukan di Jawa Timur kemudian digantikan oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh yang juga Komandan Divisi 5 Inggris.

G. Moedjanto dalam Indonesia Abad ke-20 (1998) menuliskan, tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya, yang isinya antara lain:

  1. Seluruh pemimpin Indonesia di Surabaya harus melaporkan diri.
  2. Seluruh senjata yang dimiliki pihak Indonesia di Surabaya harus diserahkan kepada Inggris.
  3. Para pemimpin Indonesia di Surabaya harus bersedia menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.

Para pemimpin perjuangan, arek-arek Surabaya, dan segenap rakyat tidak mengindahkan ancaman Inggris. Maka, terjadilah pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945.

Pertempuran ini menelan korban nyawa hingga ribuan jiwa, Surabaya pun hancur lebur. Salah satu tokoh yang berperan besar mengobarkan semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam pertempuran ini adalah Bung Tomo.

M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia (1993) mencatat, dampak dari peristiwa bersejarah ini menewaskan setidaknya 6.000-16.000 orang dari pihak Indonesia. Sedangkan korban tewas dari pasukan Sekutu kira-kira sejumlah 600-2.000 orang.

Tak hanya itu. Menurut Stanley Woodburn Kirby dalam The War Against Japan (1965), tidak kurang dari 200.000 orang yang terdiri dari rakyat sipil terpaksa mengungsi dari Surabaya ke daerah-daerah yang lebih aman akibat pecahnya pertempuran tersebut.

Pertempuran Surabaya juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan.

Setahun setelah peristiwa itu, yakni pada 10 November 1946, Presiden Sukarno menetapkan bahwa setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan dan diperingati hingga saat ini.

Fakta-Fakta Hari Pahlawan 10 November

1. Dipicu tewasnya Jenderal Mallaby

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dipicu oleh tewasnya perwira kerajaan Inggris Jenderal Mallaby.

2. Serangan darat, laut dan udara

Pada 10 November 1945 pukul 06.00 pagi, Inggris menggempur Kota Surabaya dari berbagai penjuru. Untuk menghancurkan Surabaya, Inggris mengerahkan segenap daya dan upayanya, dari darat, laut, dan udara. Serangan pertama ini menimbulkan korban yang sangat besar, terutama dari kalangan rakyat biasa.

Warga dari berbagai lapisan masyarakat langsung merespons. Tokoh-tokoh masyarakat yang bukan berasal dari kalangan militer, salah satunya K.H. Hasyim Asy'ari, menggelorakan perlawanan rakyat untuk menghadapi kekejaman Inggris. Para pemuda, pedagang, petani, santri, serta berbagai kalangan lainnya menyatukan nyali demi mempertahankan kemerdekaan bangsa.

3. Melibatkan banyak sipil daripada militer

Dalam perang Surabaya itu, sebagaimana menurut penelitian Lorenzo Yauwerissa yang dibukukan dalam 65 Tahun Kepahlawanan Surabaya (2011), setidaknya melibatkan 20 ribu tentara dari Indonesia, sementara unsur warga sipil yang terlibat mencapai 100 ribu orang.

4. Modal dengkul melawan Inggris

“Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap. Pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang,” tulis David Wehl dalam Birth of Indonesia (1949) seperti di kutip Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda.

5. Bung Tomo pengobar semangat

Dalam peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu legendaris karena dikenal sebagai pengobar semangat tempur yang bersenjatakan mikrofon. Selain itu, dia juga salah satu pemimpin laskar yang kemudian ditarik ke Kementerian Pertahanan.

Baca juga artikel terkait PERTEMPURAN SURABAYA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis & Yulaika Ramadhani