Menuju konten utama

BI soal Rupiah Terus Merosot: Masih Lebih Baik Dibanding Won

BI menilai pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara lain.

BI soal Rupiah Terus Merosot: Masih Lebih Baik Dibanding Won
Petugas menghitung mata uang Rupiah dan Dolar AS di Ayu Masagung Money Changer, Jakarta, Kamis (30/5/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Nilai tukar rupiah sempat berada di titik tertingginya di level Rp16.413 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/6/2024). Dibandingkan posisi Desember 2023, rupiah telah mengalami pelemahan hingga 5,92 persen.

Terkait hal itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menilai, pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih lebih rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara lain, seperti (Won) Korea Selatan, (Baht) Thailand, (Real) Brazil, dan (Yen) Jepang. Masing-masing mata uang itu mengalami pelemahan hingga 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.

“Nilai tukar rupiah hingga 19 Juni 2024 terjaga, meski sempat tertekan 0,70 persen point-to-point, setelah pada Mei 2024 menguat 0,06 persen dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya,” kata Perry, dalam Pengumuman Hasil RDG Juni 2024, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Penguatan itu terjadi setelah Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga acuan ke level 6,25 persen pada Mei lalu. Sebaliknya, tren pelemahan yang hingga kini masih terjadi dipengaruhi oleh tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, imbas arah kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (Fed Fund Rate/FFR) yang masih belum pasti.

Pada saat yang sama, penguatan mata uang Dolar AS semakin meluas, seiring meningkatnya laju ekonomi dan pertumbuhan ekspor negara tersebut. Di sisi lain, dunia juga masih dihadapkan pada ketegangan geopolitik yang terjadi di beberapa wilayah.

“Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan,” lanjut Perry.

Perry menjelaskan walaupun saat ini rupiah sedang mengalami pelemahan tetapi fundamental mata uang Garuda masih kuat. Bahkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi terkendali, defisit rendah, transaksi neraca berjalan positif hingga adanya kepastian tingkat suku bunga acuan dari The Fed. Perry pun yakin rupiah bisa lebih rendah dari Rp16.000 per dolar AS.

“Selama ini dan kita yakini kalau melihat fundamental kita akan rupiah, sebetulnya bisa lebih rendah dari Rp16.000, inflasi kita lebih rendah 2,8 persen dibandingkan AS yang tinggi, negara-negara lain juga tinggi,” ujar Perry.

Perry menjelaskan untuk menjaga rupiah tetap stabil bahkan dapat lebih kuat, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk peningkatan intervensi di pasar valas. Pada saat yang sama, upaya stabilisasi rupiah dilakukan melalui strategi operasi moneter pro-market, melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

“Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam, DHE SDA),” lanjut Perry.

Baca juga artikel terkait KURS RUPIAH atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin