tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa membuat dan menyebarkan fitnah di media sosial, haram hukumnya dalam Islam. Hal ini dikemukakan Wakil Ketua Umum MUI KH Zainut Tauhid Saadi.
"Perbuatan tersebut tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Haram hukumnya karena menimbulkan permusuhan, perpecahan, dan ketakutan di masyarakat," kata KH Zainut di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/3/2018).
Selain itu MUI juga mengharamkan perbuatan menyebarkan informasi yang salah demi kepentingan tertentu di medsos.
"Menjadi buzzer di medsos itu haram, baik untuk kepentingan ekonomi maupun untuk kepentingan lainnya," katanya.
Tak hanya kegiatan sebagai buzzer, orang yang memfasilitasi kegiatan buzzer dan penyandang dana buzzer juga diharamkan MUI.
Zainut menambahkan bahwa MUI telah menerbitkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa setiap muslim yang bermuamalah di media sosial dilarang melakukan sejumlah perbuatan diantaranya berghibah, fitnah, adu domba, ujaran kebencian, menebarkan permusuhan yang bernuansa SARA.
Ia juga menegaskan bahwa MUI mendukung langkah Polri menindak para pelaku ujaran kebencian, fitnah dan berita bohong di medsos. Kendati demikian, pihaknya meminta dalam menangani kasus hukum para pelaku kriminal siber tersebut, polisi berfokus pada perkara pidananya, bukan pada isu SARA.
"MUI minta Polri dalam menangani kasus cyber crime untuk fokus kepada kriminalnya, tidak pada suku, agama, ras dan golongannya," katanya menambahkan.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sudah menangkap belasan anggota kelompok MCA, pada awal pekan ini. Mereka ditangkap karena diduga terkait dengan sindikat penyebar ujaran kebencian dan hoaks di internet.
Sindikat MCA diduga menebar konten yang pernah viral, seperti kebangkitan PKI, penganiayaan ulama, hingga penghinaan terhadap tokoh-tokoh agama, masyarakat dan lembaga negara.
Zainut Tauhid Sa'adi menegaskan MUI menilai aktivitas kelompok MCA dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tak hanya bertentangan dengan hukum positif. Tindakan itu juga tak sesuai ajaran agama Islam.
"Perbuatan tersangka di samping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan secara syariah dan haram hukumnya,” kata Zainut.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari