Menuju konten utama

Bentrok Warga vs Polisi di Seruyan: Yakin Ada Pelanggaran HAM

Kontras menilai penggunaan senjata api dan gas air mata dilakukan aparat secara sewenang-wenang saat menangani konflik di Desa Bangkal, Seruyan.

Bentrok Warga vs Polisi di Seruyan: Yakin Ada Pelanggaran HAM
Tim gabungan dari Polda Kalteng dan Polres Seruyan melakukan patroli di kawasan PT HMBP di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Jumat (22/9/2023). ANTARA/Humas Polda Kalteng

tirto.id - Aksi unjuk rasa dilakukan warga Bangkal untuk menuntut penyediaan kebun plasma oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I berujung maut. Gijik, 35 tahun, meregang nyawa ketika bentrokan antara warga dan polisi terjadi, pada Sabtu (7/10/2023) lalu.

Kepala Divisi Hukum KontraS Andri Yunus menerangkan protes warga ini sudah terjadi sejak 16 September 2023. Warga melakukan aksi damai dengan menduduki lahan di luar hak guna usaha (HGU) yang bertahun-tahun digarap PT HMBP I seluas 1.175 hektar.

"HMBP I dan pihak pemerintah desa dan Damang menghadiri mediasi. Hasilnya disampaikan langsung oleh perwakilan pemda di lapangan, tetapi belum ada kesepakatan dengan masyarakat," ujar Andri dalam konferensi pers di Kantor AMAN, Jakarta, Minggu (15/10/2023).

Belum adanya kesepakatan membuat masyarakat bertahan di pos 4 dekat wilayah perusahaan tersebut. Pada 21 September 2023, terdapat kendaraan masyarakat berjenis pickup tengah mengangkut dan mendistribusikan logistik makanan menuju pos 4. Namun pada saat mobil melaju setengah jalan menuju pos 4, aparat keamanan sudah membentuk barikade pasukan.

"Dalam jarak kurang lebih 30-an meter, mobil yang sedang melaju ditembak gas air mata oleh kepolisian," ujarnya.

Kemudian pada 23 September 2023, sore harinya terdapat informasi adanya warga yang tertangkap. Mendengar isu tersebut beberapa warga melakukan pencarian ke arah Afdeling 10. Di lokasi tersebut warga justru berjumpa dengan Brimob.

Pada malam hari sekitar 19.30 WIB, polisi kembali melakukan tindakan represif dengan menembakan gas air mata dan peluru karet di Afdeling 10. Aparat juga melakukan pengejaran hingga ke pemukiman warga di Simpang 3 arah Desa Tabiku dan juga di pos 2.

"Terlalu represif pihak kepolisian padahal bisa dengan tindakan yang lain," ujarnya.

Selang beberapa hari kejadian tersebut, tepat pada 7 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB, massa aksi pindah dari pos dua dan menduduki lahan yang diklaim warga sebagai lahan di luar HGU seluas 1.175 hektar yang terdapat di aral Afdeling 10 sampai 12.

Lalu sekitar pukul 11.00 WIB aparat kepolisian sempat menginstruksikan massa untuk membubarkan diri. Tetapi masa menolak dan memilih bertahan, sehingga aparat melepaskan tembakan gas air mata kurang lebih lima kali.

"Peringatan bubar hanya satu kali langsung ditembakan gas air mata. Dalam instruksi itu tidak lazim sekira pukul 11.38 WIB terdengar instruksi 'jangan ke atas, jangan ke atas, gas air mata jangan ke atas, arahkan ke orangnya'," ucapnya menirukan suara aparat.

Setelah intruksi itu, kemudian pihak aparat melepaskan tembakan ke arah massa aksi yang menyebabkan korban berjumlah dua orang. Satu korban atas nama Gijik meninggal dunia akibat luka tembak tepat dibagian dada sebelah kanan. Sedangkan satu korban lainnya atas nama Taufik Noor mengalami luka berat di bagian pinggang di atas punggung.

Penggunaan Senjata dan Gas Air Mata Secara Sewenang

Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan, penggunaan senjata api dan gas air mata dilakukan aparat dilakukan secara sewenang-wenang. Ini sangat terlihat dalam peristiwa penembakan terhadap demonstran pada 21 dan 23 September serta 7 Oktober 2023.

"Dalam aksi 7 Oktober terdengar secara jelas terdapat instruksi dari mobil komando aparat memerintahkan penembakan senjata yang diarahkan langsung ke demonstran," ucap Dimas di lokasi yang sama.

Dari hasil identifikasi melalui rekaman video terdengar dua instruksi yang diperintahkan dari mobil komando. Pertama: 'jangan ke atas, jangan ke atas, gas air mata jangan ke atas, arahkan ke orangnya' dan 'ayo maju lekas, tembak orangnya, gas air mata persiapkan, bidik kepalanya'.

Dalam temuan awal investigasi dilakukan KontraS dkk juga menemukan bahwa terjadi pengerahan aparat secara berlebihan.

Berdasarkan Surat Perintah Nomor/1377/IX/PAM.3.2./2023 tertanggal 27 September 2023 dari Polda Kalimantan tengah yang ditandatangani oleh Karoops Polda Kalimantan Tengah, setidaknya 440 anggota kepolisian ditugaskan sebagai BKO.

Rincian personel tersebut terdiri dari Direktorat Kriminal Umum, Direktorat Kriminal Khusus, Direktorat Samapta, Bidang hubungan Masyarakat, Satuan Brimob dan Tim Kesehatan.

Dia menjelaskan sejak masyarakat memulai demonstrasi pada 16 September 2023, tidak adanya aparat melakukan komunikasi serta mengedepankan pengamanan dengan cara damai dan efektif. Pihak kepolisian kerap mendahului penindakan dengan menembakan gas air mata ke arah masyarakat.

"Corak dari rezim sangat pro kepentingan perusahaan dan investasi kerap sekali melahirkan sejumlah peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM," tegasnya.

Baca juga artikel terkait AKSI WARGA SERUYAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto