Menuju konten utama
Periksa Data

Benarkah Flu Musiman Lebih Mematikan dibandingkan COVID-19?

Hingga Senin (2/3/2020) pukul 16.30, novel coronavirus telah menyebar di 69 negara, termasuk Indonesia. Total terdapat 89.197 kasus COVID-19.

Benarkah Flu Musiman Lebih Mematikan dibandingkan COVID-19?
Header Periksa Data Flu. tirto.id/Quita

tirto.id - Penyakit akibat Virus Corona terbaru atau disebut COVID-19 terpantau sudah terkonfirmasi di 69 negara hingga Senin (2/3/2020) dengan kasus terbaru terkonfirmasi di Indonesia. Presiden Joko Widodo mengatakan dua pasien warga negara Indonesia positif terpapar COVID-19 setelah sempat mengalami kontak dengan warga negara Jepang yang mengunjungi Indonesia.

Pengumuman tersebut tak pelak membuat kegelisahan publik meningkat. Kendati demikian, menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dibandingkan COVID-19, flu justru memiliki dampak yang lebih buruk.

"Padahal kita punya flu yang biasa terjadi pada kita, batuk pilek itu angka kematiannya lebih tinggi dari yang ini Corona [COVID-19] tapi kenapa ini bisa hebohnya luar biasa," kata Terawan di Kantor Kemenkes, Senin (2/3/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Sehari sebelumnya, AS telah mengkonfirmasi kasus kematian pertama akibat COVID-19 di negaranya. Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengatakan kesehatan dan keselamatan warga AS adalah prioritas pemerintahannya. Hampir serupa dengan Terawan, Trump juga membandingkannya virus tersebut dengan flu musiman di AS.

“Anda tahu apa yang mengejutkan bagi saya? Flu di negara kita membunuh dari 25.000 orang menjadi 69.000 orang per tahun. Itu mengejutkan saya. Ketika Anda melihat apa yang kita miliki dengan 15 [korban virus corona]mereka pulih. Seseorang sakit parah, tapi semoga akan pulih ... dan sisanya aman," ujar Trump pada Kamis (27/2/2020) dilansir news.com.au.

Pernyataan Trump tersebut dikritik banyak pakar kesehatan. Beberapa pemeriksa fakta juga juga mengecek pernyataan Trump tersebut. AP menyimpulkan pernyataan Trump tersebut menyesatkan karena ilmuwan hingga saat ini belum dapat memastikan seberapa mematikan virus tersebut.

Pertanyaannya, seberapa berbahaya COVID-19 jika dibandingkan flu?

Berdasarkan laman interaktif yang ditampilkan secara real-time oleh John Hopkins CSSE hingga Senin (2/3/2020) pukul 16.30, novel coronavirus (virus coronoa baru) telah menyebar di 69 negara, termasuk Indonesia. Total terdapat 89.197 kasus COVID-19 dan korban meninggal dunia sebanyak 3.048 jiwa. Di sisi lain, sebanyak 45.110 penderita telah dinyatakan sembuh.

Kasus kematian terbanyak akibat virus tersebut ada di Cina. Di negara tempat virus tersebut pertama ditemukan, terdapat kasus kematian sebanyak 2.912 jiwa. Kasus kematian terbanyak lain di luar Cina yaitu Iran (54 kasus), Italia (34 kasus), dan Korea Selatan (26 kasus).

Berdasarkan catatan China CDC Weekly (artikel mingguan dari Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Cina), kasus yang terkonfirmasi di daratan Cina per 11 Februari 2020 sebanyak 44.672 kasus dengan 1.023 kematian. Penderita didominasi oleh kelompok umur 50-59 tahun dengan 10.008 kasus (22,4%). Berdasarkan gender, penderita laki-laki mendominasi sebesar 51,4 persen.

Hingga tulisan ini dimuat, tingkat fatalitas kasus virus ini berbeda berdasarkan kelompok umur. Pada usia 0-9 tahun belum ditemukan adanya kemungkinan kematian. Sementara itu, pada kelompok umur 10-19, 20-29, dan 30-39 tahun tingkat fatalitas relatif sama, yaitu 0,2 persen.

Pada kelompok umur 40-49, tingkat fatalitas meningkat menjadi 0,4 persen. Angka tersebut terus meningkat pada kelompok umur 50-59 dengan 1,3 persen; kelompok umur 60-69 dengan 3,6 persen; dan kelompok umur 70-79 dengan 8 persen.

Kelompok umur 80 tahun ke atas menjadi kelompok dengan tingkat fatalitas tertinggi di Cina, yaitu 14,8 persen. Dari total 1.408 kasus di kelompok umur tersebut, sebanyak 208 di antaranya berujung kematian.

Dalam periksa dataTirto sebelumnya, disebutkan bahwa novel coronavirus bisa dianggap tidak begitu berbahaya jika dibandingkan virus lain seperti H7N9 flu burung, MERS, SARS, H5N1 flu burung, dan ebola. Tingkat fatalitas novel coronavirus sebesar 2,2 persen. Beberapa virus punya tingkat fatalitas yang jauh lebih tinggi seperti Marberg (80%), virus nipah pada 2018 (77,6%), dan H5N1 dengan tingkat fatalitas 52,8 persen. Dengan angka 2,2 persen, novel coronavirus termasuk virus dengan tingkat fatalitas yang cukup rendah bersama H1N1.

Sebuah penelitian terbaru juga menyebut tingkat fatalitas novel coronavirus lebih rendah. Penelitian yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine (NEJM) pada 28 Februari 2020 menyebut tingkat fatalitas novel coronavirus ini sebesar 1,4 persen.

Namun, meski punya fatalitas yang cukup rendah dibandingkan virus-virus lain, para ahli belum bisa memastikan seberapa mematikan virus tersebut karena kebaruannya.

Flu Musiman Lebih Fatal?

Menurut WHO, flu musiman ditandai dengan timbulnya demam yang tiba-tiba, batuk (biasanya kering), sakit kepala, nyeri otot dan persendian, rasa tidak enak yang parah (rasa tidak enak badan), sakit tenggorokan, dan ingus pada hidung.

Flu tersebut biasanya berkisar pada level ringan hingga berat, bahkan bisa berujung kematian. Setiap tahunnya setidaknya tercatat tiga hingga lima juta kasus parah. WHO memperkirakan bahwa kematian akibat gangguan pernapasan terjadi sebanyak 290 ribu hingga 650 ribu kasus setiap tahunnya.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat mencatat flu musiman juga terdeteksi sepanjang tahun di AS. Umumnya, flu musiman banyak terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Puncaknya sering terjadi pada bulan Oktober.

Dalam lima tahun terakhir, gejala flu musiman di AS tercatat sebanyak 30 juta hingga 45 juta kasus. Gejala tertinggi yaitu pada musim 2017-2018 dengan 45 juta kasus. Dari total gejala tersebut, 21 juta penderita mengunjungi layanan medis, dan 810 penderita sampai dirawat. Gejala yang berujung kematian tercatat sebanyak 61 ribu kasus.

Pada 2018-2019, gejala flu musiman tercatat sebanyak 35.520.883 kasus di AS. Sebanyak 16.520.350 penderita mengunjungi layanan medis, dan 490.561 penderita sampai dirawat. Virus tersebut berakibat kematian sebanyak 34.157 kasus pada musim tersebut.

Dari data yang dicatat CDC tersebut, jumlah kematian akibat flu musiman sekitar 0,1 persen dari total kasus. Editorial yang diterbitkan dalam jurnal NEJM bahkan menyebut tingkat fatalitas virus flu musiman berada di bawah 1 persen.

Meski flu adalah penyakit buruk dan bisa berujung kematian, akan tetapi membandingkan flu musiman yang terjadi setiap tahun dengan COVID-19 adalah hal yang kurang tepat. Hal ini karena penyebaran novel coronavirus saat ini masih berlangsung dan memakan korban dalam waktu singkat. Para ahli juga belum dapat memastikan seberapa mematikan virus tersebut.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Hanif Gusman

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Hanif Gusman
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara