Menuju konten utama
Periksa Fakta

Benarkah Kita Tidak Perlu Masker untuk Cegah Penularan Corona?

Beberapa lembaga otoritatif tidak menyarankan pakai masker jika sehat. Itu justru bisa memperparah keadaan.

Benarkah Kita Tidak Perlu Masker untuk Cegah Penularan Corona?
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita

tirto.id - Salah satu kejadian yang cukup mencolok saat wabah Corona alias COVID-19 menyerang adalah langkanya masker di beberapa daerah di Indonesia. Kalaupun ada, dapat dipastikan harganya melambung tinggi.

Reporter Tirto mendatangi beberapa pusat perbelanjaan untuk mencari tahu soal ini pada awal Februari lalu. Saat itu, satu boks masker merek Sensi yang biasanya dibanderol Rp18-20 ribu melonjak jadi Rp200 ribu. Untuk masker N95–dengan kualitas filter yang dapat menangkal partikel berukuran 0,3 mikron–dibanderol Rp1,5 juta per dus berisi 20 buah, padahal sebelumnya hanya Rp400 ribu.

Senin (2/3/2020) kemarin, tidak lama setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Corona pertama di Indonesia, harga sekotak masker medis telah menembus Rp300 ribu di Jakarta, padahal harga normalnya hanya Rp20 ribu.

Orang-orang berbondong-bondong membelinya karena menganggap menggunakan masker efektif menghalau Corona, virus yang berasal dari Cina yang telah menewaskan ribuan orang di seluruh dunia.

Namun trik ini tak mendapat validasi dari sejumlah lembaga otoritatif.

Pakai Masker Hanya Ketika Sakit

Lembaga kesehatan publik terkemuka dari Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), mengatakan lewat Twitter pada Jumat (28/2/2020) lalu kalau mereka tidak merekomendasikan penggunaan masker. Mencegah Corona, tulis mereka, dapat dilakukan dengan beristirahat di rumah ketika sakit dan mencuci tangan dengan sabun dan air sampai bersih.

Sabtu (29/02/2020) lalu, Eli Perencevich, MD, MS, Profesor Epidemiologi di Universitas Iowa, Amerika Serikat mengatakan di Forbesbahwa orang sehat pada umumnya tidak perlu memakai masker jenis apa pun, baik itu masker wajah, surgical mask, masker N95, atau masker respiratori.

"Tidak ada bukti bahwa mengenakan masker akan melindungi orang dari Corona. Malah, jika cara mengenakannya salah, mereka dapat meningkatkan risiko infeksi karena akan lebih sering menyentuh wajah," katanya.

Dr. Perencevich menambahkan, "Orang sakit harus menggunakan masker ketika keluar rumah, agar tak menularkan ke orang lain. Begitu pula ketika di rumah untuk melindungi anggota keluarga." Selain itu, mereka yang merawat anggota keluarga yang sakit juga perlu menggunakan masker. Cara penggunaan masker yang benar dapat dikonsultasikan dengan dokter atau petugas kesehatan.

Yang perlu digaris bawahi dari pernyataan tersebut adalah "orang sakit" yang harus menggunakan masker. Hal ini selaras dengan pernyataan Representatif World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, Paranietharan, Senin 24 Februari lalu. "Yang penting menggunakan masker itu orang sakit, bukan yang sehat," katanya.

Mereka yang pakai masker juga semestinya tidak asal. "Saat menggunakan masker, jangan dibuka-tutup, pakai tangan, apalagi saat belum cuci tangan," tambahnya. Penggunaan masker secara tidak benar dapat meningkatkan risiko penularan karena bakteri dapat menempel pada bagian luar masker. Terlebih, orang-orang cenderung menyentuh wajahnya saat memperbaiki letak masker.

Corona ditularkan melalui tetesan (droplets), bukan udara (airborne) seperti patogen pada TBC atau campak. Tetesan bisa bersifat seperti aerosol pada beberapa virus, namun belum ada bukti Corona dapat menginfeksi lewat embusan napas. Ketika seseorang bernapas, ia tidak akan begitu saja terkontaminasi.

Penelitian Jing Yan dkk tahun 2018 berjudul “Infectious virus in exhaled breath of symptomatic seasonal influenza cases from a college community” memang menyatakan virus flu dapat menyebar lewat embusan napas tanpa batuk atau bersin. Namun, riset ini merupakan temuan awal yang masih harus diteliti lebih lanjut.

Selain itu, sejauh ini seluruh dokumentasi menyatakan bahwa Corona menyebar lewat tetesan (droplets).

Masker yang beredar di pasaran dirancang untuk mencegah tetesan menyebar ketika penderita bersin. Pemakaiannya ditujukan agar orang lain tidak terkena droplets ketika berada dalam jarak dekat dengan penderita.

Gunakan Respirator?

Selain masker, ada lagi isu penggunaan respirator. Forbes, mengutip perusahaan penyedia alat kesehatan 3M, mengatakan respirator adalah jenis masker yang dapat mengurangi paparan dari partikel udara–termasuk melindungi pemakainya dari virus dan bakteri. Alat ini biasa digunakan petugas kesehatan ketika merawat pasien dengan penyakit menular serius.

Respirator seperti N95 dan FFP2 sendiri memiliki tingkatan tertentu dalam menahan partikel masuk ke mulut dan hidung. CDC telah merangkum macam-macam respirator untuk penggunaan personal.

Orang-orang yang memakai respirator medis telah menerima pelatihan tentang tata cara pemakaian untuk melindungi diri sendiri. Misalnya, bagaimana memastikan respirator kedap udara dengan wajah.

Namun, tidak peduli sebaik apa respirator menempel ke wajah dan seefisien apa pun filternya, respirator tidak kebal terhadap partikel tertentu. Respirator juga tidak menghilangkan eksposur partikel tertentu secara keseluruhan.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara