tirto.id - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prestyo Adi mengakui, pihaknya kesulitan untuk menyerap beras sebanyak 1 - 1,2 juta ton dalam memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Kondisi itu tidak terlepas dari meningkatnya harga gabah di lapangan atau di tingkat petani.
"Saya dengan Pak Buwas (Dirut Bulog) dan teman-teman di BUMN pangan sepakat bahwa apabila kita menyerap harusnya memang di semester pertama. Jadi kalau hari ini kami menyerap minta diserap sekitar 1,2 juta ton memang sulit. Itu poinnya," kata Arief dalam rapat kerja bersama komisi IV DPR, dikutip Kamis (24/11/2022).
Dia menuturkan, saat ini untuk mencari gabah di lapangan dengan harga Rp4.200 per kilogram (kg) sangat sulit. Sementara berdasarkan laporan harga gabah berada di atas Rp5.000 per kg hingga Rp5.500 per kg.
Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan untuk rata-rata Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani sudah mencapai Rp5.891 per kg atau naik 17,44 persen. Sedangkan di tingkat penggilingan Rp6.006 per kg atau naik 17,22 persen.
"Kemudian tentunya ini rebutan gabah juga di market ya. Dan kalau kita lihat memang kondisinya grafiknya seperti ini jadi saya tidak menyampaikan benar salah tapi kondisinya seperti ini," jelasnya.
Arief khawatir apabila Bapanas dan Perum Bulog tidak bisa menyerap sampai dengan 1,2 juta ton maka cadangan beras pemerintah ada di Bulog akan menipis. Kondisi itu tentu menjadi alarm bagi pemerintah untuk memenuhi ketersediaan beras di masyarakat.
"Dan ini menurut kami sebagai badan pangan nasional sangat bahaya karena Bulog tidak bisa mengintervensi pada saat harga tertinggi," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyampaikan, sejak Maret sampai Juni 2022 perum Bulog masih bisa melakukan penyerapan tertinggi mencapai 912.000 ton. Penyerapan itu terjadi lantaran harga di lapangan masih sesuai dengan ketentuan yakni Rp8.300 per kg untuk beras medium.
Kemudian pada pertengahan Juli ada peningkatan harga. Sehingga Bulog tidak lagi bisa menyerap dengan harga Rp8.300 per kg. Maka melalui Rapat Koordinasi Terbatas pemerintah memutuskan untuk memberikan fleksibilitas harga sampai Desember membeli beras dengan harga Rp8.800 untuk CBP.
"Dalam perjalanannya kita dari target yang kita tentukan itu kita hanya bisa menyerap 44.000 ton jadi sangat jauh dari yang kita prediksi kita bisa menyerap 500.000 ton pada saat itu," ujarnya dalam kesempatan sama.
Rendahnya penyerapan saat itu, membuat pemerintah memutuskan untuk mencabut kembali harga fleksibilitas dan mengizinkan Bulog untuk membeli dengan harga komersil. Di mana harga komersial mengikuti harga pasar yakni sekitar Rp8.850 sampai Rp10.200 per kg.
"Pada saat itu jadinya 1 juta ton untuk bisa dibeli oleh Bulog dengan harga komersil. Jadi bukan untuk harga CBP tapi harga komersil Rp10.200 dan kita melakukan itu. Sampai hari ini melakukan itu membeli yang harga Rp10.200 ini kita beli sekarang.
Tetapi bukannya kita tidak mau tetapi jumlahnya memang tidak tercapai tidak ada barangnya," katanya.
Buwas menceritakan bahkan pada saat rakotas terakhir pada 8 November 2022, ada yang menjanjikan akan menyetor beras dalam kurun waktu tidak sampai satu minggu sebanyak 500.000 ton kepada Bulog. Namun sampai hari ini janji tersebut tidak juga ditunaikan bersangkutan.
"Karena waktu itu juga di dalam forum rakortas jadi saya sepakati kami siap bahkan kami siap untuk membelinya bahkan 1 juta ton pun kami siapkan anggarannya walaupun itu anggarannya utang. Tapi itulah sebagai kesimpulan bahwa Bulog siap untuk menyerap dari dalam negeri," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin