tirto.id - Pemilihan umum (pemilu) 2024 masih jauh. Namun jalan raya di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta hingga Jawa Timur ramai oleh baliho para elite politik. Seperti baliho Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, hingga Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai hal tersebut menjadi upaya para elite partai untuk membangun citra sebagai politisi populis di tengah masyarakat saat pandemi. Dengan asumsi muncul kesan heroik pada warga.
"Saat pandemi ini masyarakat butuh semacam pemimpin yang ada di tengah-tengah mereka,” kata Wasisto kepada reporter Tirto, Jumat (6/8/2021).
Meskipun baliho-baliho yang beredar, menurut dia, tidak kontekstual dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Sebab, sasaran baliho tersebut ialah para loyalis partai di daerah-daerah dengan pemilih ideologis.
“Tetapi kalau baliho ini ditempatkan di daerah-daerah kantong pemilih mengambang, baliho itu kurang begitu menarik,” kata Wasisto.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai baliho-baliho tersebut merupakan ikhtiar menuju Pemilu 2024. Tujuannya untuk menaikkan popularitas mereka.
"Kita tahu ketum-ketum partai tersebut berkeinginan untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2024 nanti,” ujar Ujang kepada reporter Tirto, Jumat (6/8/2021).
Nahasnya, kata Ujang, perkiraan waktu mereka berkampanye tidak tepat bahkan tidak etis, mengingat masyarakat masih berupaya memperbaiki hidup di masa pandemi. Terlebih pemasang baliho didominasi parpol yang menjadi koalisi pemerintah saat ini. Sementara masyarakat, kata Ujang, mulai krisis kepercayaan kepada pemerintah terkait penanganan pandemi.
“Jadi strategi apa pun akan dapat nyinyiran. Jadi saat ini parpol-parpol koalisi masih kebingungan soal strategi, karena masih pandemi,” kata Ujang.
Bantu Rakyat, Baru Pasang Baliho
Menurut Ujang, semestinya pemasangan baliho dihentikan dulu. Sebab, rakyat membutuhkan bentuk bantuan yang nyata saat pandemi seperti sembako. Mestinya, kata Ujang, anggaran untuk memasang baliho dialihkan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi.
“Bantu rakyat dulu, baru sosialisasi. Rakyat mesti diprioritaskan dibandingkan dengan pemasangan baliho,” kata Ujang.
Sementara menurut Wasisto, cara-cara pemasangan baliho ini semestinya ditinggalkan partai politik. Sebab, cara tersebut sudah usang. Jika hal ini masih dipertahankan, maka elektabilitas para elite parpol tersebut tidak akan naik signifikan.
“Jangankan melihat baliho, massa pemilih secara garis besar saat ini hanya mau melihat bantuan dan harapan ekonomi daripada permainan retorika kata mendakik dan melangit,” kata Wasisto.
Menurut Wasisto, partai seharusnya mulai beralih ke strategi kampanye dialogis, dengan mewajibkan tokoh-tokoh parpol tersebut turun ke lapangan dan tak berjarak dengan penderitaan rakyat.
Meskipun biaya kampanye dialogis akan lebih banyak memakan anggaran ketimbang hanya menempelkan baliho di titik-titik jalan, kata dia. Namun ia meyakini hasilnya akan berdampak pada persepsi positif publik selama 6 bulan ke depan.
“Masih kuatnya belanja baliho ini menunjukkan kalau para politisi ini berpikir dengan belanja iklan minimal akan berdampak suara maksimal,” ujarnya.
Dalih Parpol soal "Perang" Baliho saat Pandemi
Politikus PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengatakan beredarnya baliho Puan Maharani di beberapa daerah, tidak ada kaitannya dengan pemilihan presiden 2024. Baliho Puan, kata dia, lebih bersifat internal dan terkait kepemimpinan Puan sebagai Ketua DPR RI.
"Kalau di PDI Perjuangan, kami semua patuh dan tegak lurus konstitusi partai yang telah memberikan kewenangan penuh kepada Ibu Ketua Umum untuk memutus siapa yang akan dicalonkan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (6/8/2021).
Ia menilai baliho Puan Maharani mampu memompa semangat kader dan anggota partai di daerah pemilihan. Daripada itu, kata dia, sebagai penghormatan bagi anggota yang telah membantu mengantarkan Puan sebagai pucuk tertinggi di parlemen.
"Mereka sangat bangga sekali, terlebih Mba Puan itu, kan, cucu biologis dan idelogis Bung Karno dan anak biologis dan ideologis Ibu Megawati Soekarnoputri. Pastinya billboard ini menjadi pelecut semangat Tim Pemenangan, agar dapat semakin giat dan mendekatkan jiwa raganya kepada rakyat," kata dia.
Sementara Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengamini bahwa baliho Airlangga Hartarto merupakan hasil Rapimnas dan Rakernas Golkar; kesepakatan saat itu mendorong Airlangga maju pada Pilpres 2024.
“Setiap jajaran struktural partai di berbagai tingkatan dan anggota Fraksi Partai Golkar di berbagai tingkatan menjalankan kebijakan partai untuk mensosialisasikan Ketua Umum Partai Golkar kepada masyarakat,” kata dia kepada wartawan, Jumat (6/8/2021).
Namun menurut Ace, hal tersebut juga dibarengi dengan kegiatan bakti sosial oleh kader di daerah untuk mengurangi beban penderitaan rakyat akibat Covid-19. Semisal dengan program Yellow Clinic untuk mempercepat vaksinasi, pembagian sembako, dan masker.
Sedangkan Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai baliho AHY merupakan pemasangan lama. Serta tidak ada sangkut pautnya dengan Pilpres 2024. Melainkan sebagai pernyataan untuk Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang dibuat oleh kader daerah atas persetujuan pusat.
“Tapi karena melawan begal politik KSP-nya Bapak Presiden Joko Widodo, yaitu Moeldoko cs, yang mengaku-aku ketum Partai Demokrat secara ilegal,” ujarnya kepada reporter Tirto, Jumat (6/8/2021).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz