tirto.id - Menteri Investasi Indonesia/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengeluhkan ketimpangan aliran dana investasi energi baru dan terbarukan (EBT). Selama ini, kata dia, aliran dana untuk negara maju lebih besar ketimbang negara berkembang seperti Indonesia.
Padahal, lanjut Bahlil, saat ini dunia sedang genjar membicarakan industri hijau (green industry). Artinya, ragam produk industri yang tidak dihasilkan dengan skema EBT akan memiliki nilai jual berbeda dengan yang dihasilkan dengan skema EBT.
“Bahkan ada beberapa negara yang tidak mau menerima produknya [bukan skema EBT],” kata Bahlil kepada sejumlah wartawan di Bali, Minggu (13/11/2022).
Bahlil mengungkapkan pola penyebaran dana investasi yang tidak adil untuk EBT. Menurutnya, sejauh ini negara-negara berkembang hanya mendapat satu per lima dari total dana investasi. Angka yang paling besar hanya dimiliki negara-negara maju.
“Aliran dana investasi untuk EBT itu tidak adil. Tidak adil sekali,” katanya.
Politikus Partai Golongan Karya tersebut menambahkan hampir seluruh produk domestik bruto (PDB) dunia dikelola oleh negara-negara G20. Ia juga menyebut faktor 75 persen ekspor dunia pun dilakukan oleh negara-negara G20. Belum lagi bicara soal 60 populasi dunia ada di negara-negara G20.
“Jadi satu per lima hanya dikuasai oleh negara-negara berkembang. Ini suatu ketimpangan,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Bahlil, Indonesia perlu melakukan inisiasi adanya keadilan untuk dana investasi EBT.
Dalam rangkaian agenda di Bali tersebut, Kementerian Investasi/BKPM juga meluncurkan "The Introduction to G20 Bali Compendium and the Launch of Sustainable Investment Guidelines” pada Senin (14/11/2022).
Bahlil mengatakan penyusunan Kompendium Bali merupakan salah satu hasil kesepakatan dalam klaster investasi pada pertemuan tingkat Menteri G20/ Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) yang berlangsung pada 22-23 September 2022 lalu.
Bahlil menjelaskan latar belakang penyusunan Bali Kompendium mengingat pentingnya sikap saling menghargai antar negara G20 dalam menentukan arah kebijakan investasi masing-masing negara. Kata Bahlil, ada negara-negara yang merasa lebih berhak dan mengatur negara lainnya. Hal itu tidak relevan dengan perkembangan global saat ini.
“Enggak bisa Indonesia disamakan dengan Amerika atau negara Eropa lainnya,” katanya. “Masa mereka harus samakan itu dengan pola investasi. Saya katakan tidak. Dasar itulah yang melatarbelakangi penyusunan Bali Kompendium.”
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan