tirto.id - Nyeri leher dan tulang punggung atas karena penggunaan ponsel sering disebut sebagai text neck. Kebiasaan menunduk tak dapat disepelekan karena penderita nyeri leher dan tulang punggung kini mulai menjangkiti kaum muda.
Pada 2009, seorang ahli chiropractic,Dean Fishmen terkejut saat ia memeriksa hasil X-ray leher pasiennya yang baru berusia 17 tahun. Bentuk tulang leher pasien tersebut memiliki lengkungan yang terbalik.
Normalnya, tulang leher agak bengkok ke belakang, tetapi yang terjadi pada pasien ini tulang lehernya bengkok ke depan. Keadaan degeneratif ini biasanya terjadi pada orang tua dan jarang ditemukan pada anak muda, tapi kini menjangkiti kaum muda. Menurut Fishmen, bentuk tulang leher tersebut diakibatkan remaja itu menghabiskan sebagian besar hidupnya di posisi yang sama, seperti menunduk untuk mengetik di gajet.
Fenomena text neck juga diakui oleh Ahli saraf dari Cedars-Sinai Medical Center, dr Todd Lanman. Dikutip Reuters,Todd mengungkapkan bahwa meningkatnya jumlah pengguna smartphone berbanding lurus dengan kasus kejadian nyeri leher di kalangan anak muda. Menurutnya, hal itu terjadi karena penggunaan smartphone dalam jangka waktu lama.
Sekitar 58 persen orang dewasa di Amerika Serikat beresiko mengalami nyeri otot dan punggung karena smartphone. Pada penelitian lainnya yang dipublikasikan International Journal of Occupational Safety and Argonomics, ada 53 persen pengguna smartphone menderita sakit leher.
Jumlah penderita text neck berpotensi akan terus bertambah sebab pengguna smartphone kian meningkat. Data yang dipacak Statista menunjukkan pada 2014 pengguna ponsel pintar mencapai 1,57 miliar pengguna. Jumlah itu meningkat pada tahun berikutnya menjadi 1,86 miliar pengguna. Pada 2016, jumlahnya mencapai 2,1 miliar. Jumlahnya diprediksi terus meningkat, sehingga pada 2010 diproyeksi ada 2,87 miliar pengguna ponsel pintar di dunia.
Menurut laporan Nielsen, sebagian besar pengguna ponsel pintar datang dari kelompok yang berusia 18 hingga 24 tahun. Dari kelompok usia itu ada 98 persen pengguna smartphone. Pada kelompok 25 hingga 34 tahun, jumlah pengguna ponsel pintar mencakup 97 persen, dan pada kelompok usia 35-41 tahun ada 96 persen.
Aktivitas yang sering dilakukan oleh para pengguna smarthphone adalah mengirim pesan. Lebih dari satu miliar pesan teks dikirim setiap bulannya di seluruh dunia. Para pengguna ponsel pintar menghabiskan berjam-jam dengan menunduk.
Jika dirata-ratakan, orang Amerika Serikat akan menunduk dan menghabiskan 2,7 jam per hari untuk berkomunikasi dan bersosialisasi melalui smartphonenya. Ini belum termasuk menonton video dan/atau bermain game.
Aktivitas menunduk dalam jangka waktu lama membuat nyeri leher. Saat menghadap lurus ke depan, kepala mempunyai berat sekitar 4,5 sampai 5,5 kg. Ketika leher kita condong ke depan dan menunduk saat asyik dengan gajet, bobot kepala naik sehingga beban leher dan tulang belakang lebih besar.
Saat menunduk dengan sudut 15 derajat, bobot kepala akan meningkat menjadi 12,2 kg. Semakin menunduk dan membentuk sudut 30 derajat, leher akan semakin bekerja keras untuk menopang bobot kepala yang naik menjadi 18,1 kg. Otot Trapezius kemudian berusaha mengompensasi beban tersebut sehingga berpengaruh pada otot punggung.
Menunduk dengan sudut 45 derajat, bobot kepala terus naik menjadi 22,2 kg. Semakin menunduk sampai 60 derajat, berat yang perlu ditahan leher bisa mencapai 28 kg. Semakin menunduk, maka bobot kepala semakin berat. Inilah yang membuat otot harus bekerja lebih keras sehingga menyebabkan nyeri otot. Apalagi leher manusia adalah struktur yang kompleks dan sangat rentan terhadap iritasi.
Di sisi lain, kerja yang berlebihan pada otot punggung akan membuat otot perut menjadi lemah sehingga akan berpengaruh pada napas. Para ahli mengungkapkan bahwa efek domino dari kerja otot yang berlebihan ini akan mengurangi kapasitas kerja paru-paru hingga 30 persen.
Fenomena text neck ini dapat menjadi masalah besar bagi generasi muda di masa depan. Apalagi saat ini, anak-anak yang berusia 8 tahun sudah memegang gajet selama berjam-jam. Menurut Todd Lanman, bisa saja nantinya mereka akan membutuhkan operasi leher di usia 28 tahun.
Menurutnya, pada anak-anak yang tulangnya masih bertumbuh dan belum sempurna, penggunaan gajet yang berlebihan dapat membuat anatomi tulangnya berubah. Akibatnya, risiko mengalami nyeri leher, masalah tulang belakang, hingga potensi untuk dioperasi pun semakin besar. Maka, cara yang tepat untuk terjauh dari nyeri leher ini adalah dengan mengurangi aktivitas dengan ponsel pintar.
Namun, menjauhkan diri dari ponsel pintar di zaman yang serba online seperti saat ini adalah hal yang cukup sulit dilakukan. Dr Ken Hansraj, seorang ahli bedah tulang belakang dan ortopedi di Poughkeepsie, New York, memiliki cara tersendiri untuk menghindari text neck tanpa menjauhi ponsel pintar.
“Saya tidak melawan teknologi. Pesan saya benar-benar sederhana. Pastikan letak kepala anda,” ujar Ken, seperti dikutip Today.
Menurutnya, kita tak perlu mendekatkan ponsel pintar mendekati mata. Organ mata memiliki berbagai gerakan yang memungkinkan kita untuk melihat ke bawah yakni pada ponsel tanpa harus memiringkan atau menundukkan kepala.
Untuk menjaga kelenturan sendi atau otot leher, gerakkan kepala dari kiri ke kanan beberapa kali dan menyentuhkan telinga. dengan bahu. Latihan sederhana lainnya adalah menempatkan tangan di atas kepala dan memberikan sedikit dorongan ke belakang, sedangkan kepala didorong berlawanan yakni ke depan. Hal ini, menurut Hansraj, bisa memperkuat ligamen dan otot pendukung di leher.
Aktivitas sederhana ini memang terlihat sepele, tetapi dapat membantu kita yang sudah kecanduan smartphone agar tak semakin dekat dengan efek domino text neck.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani