Menuju konten utama

Anak Kecanduan Gadget, Apa Penyebab dan Bagaimana Cara Mengatasi?

Kecanduan gadget pada anak-anak bisa berpengaruh pada kesehatan mental mereka.

Anak Kecanduan Gadget, Apa Penyebab dan Bagaimana Cara Mengatasi?
Ilustrasi Anak Bermain Gadget. foto/istockphoto

tirto.id - Kecanduan gadget atau gawai kini kerap terjadi pada anak-anak, bahkan sejak usia balita.

Hal ini dikarenakan mereka bertumbuh dan berkembang di era yang serba digital, serta kurangnya pengawasan orang tua pada akses anak-anak terhadap gawai.

Psikolog Prof. Dr. H. Seto Mulyani, S.Psi., M.Si mengatakan, kecanduan gadget pada anak-anak dapat menyebabkan gangguan mental jika tak segera diatasi.

Psikolog yang akrab disapa Kak Seto itu mengungkapkan, anak yang kecanduan gawai bisa tiba-tiba marah ketika sinyal susah, kuota habis, karena merasa seolah tidak terpenuhi kenikmatan dan kenyamannya.

Bahkan, ada yang sampai dirawat di rumah sakit jiwa, kata pria yang akrab disapa Kak Seto itu, seperti dilansir ANTARA, Minggu (24/7).

"Jadi dari berbagai hal inilah sesuatu yang dinikmati dan sudah merasa nyaman dengan keadaan itu, tiba-tiba hilang secara mendadak, memang bisa menimbulkan anak-anak stres. Dia tidak bisa belajar sosial, tidak bisa melihat bagaimana pergaulan," jelas Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu.

Cara Atasi Anak yang Kecanduan Gadget

Lebih lanjut, Seto menjelaskan ada beberapa kondisi yang harus diwaspadai oleh orangtua saat anak kecanduan gawai.

Apabila anak sudah sulit untuk diatur, mengganggu pola makan, ibadah dan waktu belajar, hal tersebut perlu diwaspadai. Apalagi jika mood sang anak sulit untuk dikendalikan jika dijauhkan dari gawai.

"Kalau anak sudah mulai nggak teratur. Kalau makan, nggak makan. Kalau ibadah, tidak. Waktunya belajar juga tidak. Terus main gadget. Kadang mengurung diri di kamar. Atau uring-uringan. Marah-marah, nah itu sudah harus waspada. Ada sesuatu yang tidak beres pada jiwa anak," kata Kak Seto.

Jika anak sudah mengalami hal tersebut, Kak Seto menyarankan agar orangtua dapat meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak.

Dengan demikian, hubungan persahabatan antara orangtua dan anak pun dapat terjalin sehingga anak tak hanya terfokus pada gawainya saja.

"Jadi biasakan menggelar rapat keluarga. Atau ngobras, ngobrol bareng asik misalnya. Jangan sekedar memberikan perintah saja. Tapi mulai dengan sekarang ayah dan bunda mau dengar apa yang menurut kalian kami salah? Gitu," kata Kak Seto.

Dengan dialog, menurut Kak Seto, maka terjalin persahabatan. Akhirnya, anak lebih nyaman bahwa ayah sama bunda sekarang sudah berubah. Tidak seperti dulu.

"Karena itu juga tempat pelarian anak. Begitu ibunya marah, ayahnya cuek, ya sudah. Asyik banget dia dengan gadget," pungkasnya.

Cara Orang Tua Dukung Minat Anak Jadi "Gamer" tanpa Kecanduan

Psikolog anak, remaja dan keluarga Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd mengatakan orang tua tetap bisa memberi dukungan jika anak memiliki minat menjadi gamer, dengan cara membuka akses ke komunitas atau profesional yang memahami bidang tersebut.

“Tunjukkan dengan narasumber yang memang berkecimpung di bidang itu. Jadi, dia tau plus-minusnya, biarkan anak nanti menimbang sendiri,” kata psikolog yang mendapatkan gelar Magister Psikologi Klinis di Universitas Indonesia, seperti dilansir Antara Minggu (24/7).

Dengan mengakses ke sumber yang valid, maka anak bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang dunia esport secara menyeluruh dan dampaknya dari berbagai sisi sehingga mencegah kemungkinan terjadinya kecanduan.

Namun, Rosdiana juga menganjurkan agar orang tua tetap mendorong anak untuk mengeksplorasi bidang-bidang lainnya di samping bidang esport.

“Tidak apa-apa misalnya ingin masuk ke grup gamers, tapi coba kita eksplorasi yang lain-lain juga. Soalnya zaman sekarang kayaknya orang nggak bisa cuma punya satu set of skill ya,” ujarnya.

Kecanduan menjadi salah satu dampak yang membuat orang tua khawatir jika anak gemar memainkan game di ponsel atau gawai mereka.

Apalagi, kata Rosdiana, kondisi pandemi selama dua tahun terakhir memang kurang menguntungkan mengingat perbanyak melakukan kegiatan di luar rumah merupakan cara paling mudah untuk cegah anak kecanduan game.

“Memang lebih menantang di masa pandemi ini. Mungkin kalau sekarang sudah mulai lumayan. Cuma kan sudah dua tahun ya, memang menantang banget karena anak-anak di rumah, belajarnya juga online, terpaparnya (gadget) kan memang besar,” kata Rosdiana.

Ketika sudah kecanduan, biasanya anak menjadi lebih sulit untuk fokus dan terdapat perubahan suasana hati yang kentara (mood swing) apabila tidak menggenggam gawai.

Adiksi terhadap game, terang Rosdiana, salah satunya juga bisa membawa dampak pada perilaku lebih agresif atau lebih murung, bahkan nilai atau prestasi pelajaran di sekolah mulai mengalami penurunan.

Jika candu gawai sudah menunjukkan gejala yang akut, Rosdiana menganjurkan agar orang tua membawa anak ke psikolog atau profesional untuk menjalani terapi khusus.

Selain itu, apabila anak menunjukkan gejala ringan, Rosdiana juga menyarankan agar orang tua secara perlahan-lahan mendorong anak-anak untuk melakukan aktivitas fisik dan mental lain yang mereka gemari, misalnya berolahraga di luar ruangan, sehingga ketergantungan pada gawai akan berkurang.

“Orang tua harus bisa lebih sabar untuk membalikkan anak ke kegiatannya, menemani anaknya dulu mungkin misalnya dia olahraga, melukis, atau apa pun supaya dia nyaman. Kenalkan juga ke teman-temannya yang mungkin sudah lama nggak ketemu (karena pandemi). Kalau remaja, dibuat suasananya jadi lebih menyenangkan dan nggak banyak tuntutan dulu,” kata Rosdiana.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya