tirto.id - Pada 11 Februari 2011, Emilia Clarke berada di gym Crouch End, London Utara ketika sebuah kejadian buruk menimpanya.
“Saya mulai merasakan sakit kepala hebat. Saya sangat lelah, sehingga hampir tidak bisa memakai sepatu saya. Ketika saya mulai latihan, saya harus memaksakan diri melakukan beberapa latihan pertama,” ungkap Emilia Clarke.
Kemudian sang pelatih meminta pemeran Daenerys Targaryen dalam serial Game of Thrones ini masuk ke posisi plank. Di situ, ia merasa seolah-olah ada pita karet meremas otaknya. Clarke berusaha melawan sakitnya, tapi gagal. Ia pun meminta kepada pelatihnya untuk beristirahat.
Perjalanan ke ruang ganti tak mudah. Sakit kepala itu membuat perempuan kelahiran 23 Oktober 1986 ini hampir merangkak.
“Aku sampai di toilet, berlutut, dan sakit parah, parah sekali. Sementara itu, rasa sakit—seperti ditembak, ditusuk, dan tegang—terasa semakin parah. Hingga akhirnya aku tahu: otak saya rusak,” ujarnya.
Clarke berusaha memastikan dirinya tidak lumpuh. Jari-jemarinya ia gerakkan. “Untuk menjaga ingatan saya tetap hidup, saya mencoba mengingat, antara lain mengingat beberapa kalimat [percakapan] di Game of Thrones,” bebernya.
Setelah mendengar seorang perempuan menghampirinya dan menanyakan keadaan, semua menjadi kabur. Clark hanya mendengar suara sirine ambulans yang diikuti suara yang mengatakan nadinya lemah. Ia pun muntah.
Kisah itu ia ceritakan dalam tulisan yang dimuat The New Yorker. Akhirnya, aktris berusia 32 tahun ini menjalani tes Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan mendapati bahwa ia mengalami perdarahan subarachnoid (SAH), stroke yang mengancam jiwa penderitanya. Penyebab dari SAH adalah pendarahan ke ruang di sekitar otak. Emilia Clark terdiagnosis menderita aneurisma, sebuah kebocoran arteri.
Gejala dan Penyebab Aneurisma Otak
Situsweb Mayoclinic menjelaskan aneurisma otak atau intrakranial adalah tonjolan atau gelembung yang ada pada pembuluh darah di otak. Bentuknya kira-kira menyerupai buah beri yang menggantung pada batang.
National Health Service (NHS), Inggris Raya mengatakan bahwa aneurisma otak menjadi berbahaya jika mengalami kebocoran. Ketika ia pecah atau bocor, ia akan menyebabkan pendarahan ke otak dan penderitanya mengalami stroke hemoragik.
Ada gejala yang bisa diketahui ketika aneurisma otak ini pecah, seperti sakit kepala yang menyiksa, leher kaku, kesakitan dan muntah. Gejala inilah yang dialami Emilia Clarke.
Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, dan David W. Newell dalam esainya yang berjudul “Cerebral Aneurysms” (2006) (PDF) mengatakan bahwa penyebab dari aneurisma belum bisa diketahui secara pasti. Begitu pula dengan proses pembentukan, tumbuh, dan pecahnya benjolan ini.
Namun, hipertensi dan perubahan vaskular yang dipengaruhi oleh kebiasaan merokok dianggap sebagai pemeran utama penyakit ini.
Anil Can bersama 14 koleganya mencoba membongkar hubungan antara merokok dengan faktor risiko dari pecahnya aneurisma otak melalui sebuah studi berjudul “Association of Intracranial Aneurysm Rupture with Smoking Duration, Intensity, and Cessation” (PDF) (2017).
Dalam penelitian ini, mereka mengevaluasi rekam medis pada 4.701 pasien yang terdiagnosis aneurisma otak sejak 1990 hingga 2016 di Brigham and Women’s Hospital (BWH) dan Massachusetts General Hospital (MGH).
Para peneliti membagi pasien ke dalam dua kelompok, yakni pasien dengan aneurisma pecah dan pasien dengan aneurisma yang tidak pecah (sebagai kontrol). Setelah itu, mereka melakukan survei dengan menanyakan durasi merokok, jumlah rokok per hari, dan durasi sejak berhenti merokok.
Dari studi ini, mereka mengetahui bahwa 1.302 pasien (27,7%) mengalami kebocoran aneurisma. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47,7 persen responden adalah pasien dengan hipertensi; 40,3 persen pasien adalah perokok; dan 23,8 persen pasien adalah mantan perokok.
Para peneliti kemudian membagi para perokok ke dalam empat golongan risiko menurut jumlah rokok yang mereka habiskan per hari, yakni tidak merokok (20,7%), kurang dari 1 pak rokok (30,1%), 1 sampai 2 pak rokok (35,7%), dan lebih dari 2 pak (45%).
Mereka juga mengelompokkan para perokok ke dalam durasi merokok, yakni tidak merokok (20,7%), 0-10 tahun (22,8%), 10-20 tahun (34,6%), 20-30 tahun (30,8%), 30-40 tahun (30,2%), 40-50 tahun (36,1%), dan lebih dari 50 tahun (43,8%).
Dari riset tersebut, disimpulkan bahwa rokok berpengaruh terhadap risiko terjadinya kebocoran aneurisma otak.
Bahaya Aneurisma Otak
Di Inggris Raya, sekitar 3 persen orang dewasa di sana mengalami aneurisma otak, sedangkan di Amerika Serikat, tingkat kejadiannya sekitar 1 sampai 5 persen dari populasi orang dewasa.
Menurut Jonathan L. Brisman, dkk., dari seluruh pasien yang terserang aneurisma otak, diperkirakan ada 50 hingga 80 persen aneurisma tidak pecah selama masa hidup seseorang. Jumlah ini tak diketahui secara pasti, sebab jika aneurisma ini tidak pecah, gejalanya tak terdeteksi.
National Health Service (NHS) melaporkan setiap tahun hanya sekitar 1 dari 12.500 orang dengan aneurisma otak yang mengalami kebocoran, dengan jumlah kejadian para perempuan lebih tinggi daripada pria.
Namun, jika aneurisma ini pecah dan mengalami pendarahan subaraknoid, sangat kecil kemungkinan mereka bisa selamat, sebab sekitar 3 dari 5 orang pasien yang mengalami pendarahan akan meninggal dalam waktu 2 minggu. Setengah dari mereka yang selamat akan mengalami kerusakan otak parah dan cacat.
Pengalaman itu juga diceritakan oleh Emilia Clarke bahwa sepertiga dari pasien SAH tak bisa diselamatkan. Ia pun menceritakan bahwa pasien yang bertahan hidup harus segera diobati.
“Jika saya mau hidup dan menghindari pendarahan yang mengerikan, saya harus segera menjalani operasi. Dan, bahkan saat itu, tidak ada jaminan [untuk sembuh],” ungkapnya.
Editor: Maulida Sri Handayani