tirto.id - Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengatakan komisinya tak akan berlama-lama untuk memberikan pertimbangan amnesti kepada Baiq Nuril sebagaimana yang dimintakan Presiden Joko Widodo.
"DPR tidak ada halangan pemberian amnesti tersebut, karena DPR sudah [mendukung] dari awal Presiden memberikan amnesti," jelas Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan Komisi III tak hanya akan membicarakan soal pertimbangan amnestinya saja, tetapi mereka akan membahas pasal-pasal karet dalam Undang-undang ITE untuk bisa dievaluasi. Jika tak ada evaluasi, ia khawatir akan banyak kasus seperti Baiq Nuril ke depannya.
"Evaluasi UU ITE dan pasal karet. Kalau ini enggak dievaluasi maka nanti banyak Baiq Nuril yang terjerat. Dan dia banyak yang terjerat Presiden Jokowi harus juga ke depannya mengeluarkan amnesti lagi," ucap Nasir.
Rapat internal Komisi III DPR terkait amnesti Baiq Nuril akan dilangsungkan hari ini sekira pukul 13.00 WIB. Rapat itu untuk menindaklanjuti keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI pada Selasa 16 Juli 2019 lalu yang memutuskan menugaskan Komisi III DPR membahas Surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Nomor: R-28/Pres/07/2019.
Surat Kepala Negara tersebut meminta pertimbangan DPR atas permohonan amnesti Baiq Nuril Maknun.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Ranik mengatakan dalam rapat hari ini baru akan mendengarkan pandangan dari seluruh fraksi yang ada di Komisi III.
Politikus Partai Demokrat itu mengaku tidak tahu kecenderungan sikap fraksi-fraksi terkait amnesti Baiq Nuril ini. Ia meminta semua pihak untuk bersabar.
"Mana aku tau dari fraksi lain. Belum lah, baru saja suratnya dibahas hari ini. Kenapa kalian mau cepat-cepat? Surat baru dibawa masuk ke komisi III, baru dibahas, Kejaksaan saja gak cepat-cepat mengeksekusinya, kenapa kalian mau cepat-cepat," tutur Erma.
Kasus Baiq Nuril ini bermula kala dirinya dilaporkan oleh Kepala SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), bernama Muslim ke polisi atas tuduhan mentransmisikan rekaman elektronik berisi konten asusila. Dia diketahui melakukan perekaman perbincangan atasannya itu untuk menghindari pelecehan yang dilakukan oleh pimpinannya.
Baiq Nuril lantas dianggap bersalah karena telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dinilai merekam dan menyebarkan percakapan yang bermuatan asusila atasannya itu. Atas hal itu, dirinya terancam menjalani hukuman penjara selama enam bulan dan denda sebesar Rp500 juta.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri