Menuju konten utama

Bahagia dengan Menjadi Suporter Olahraga

Menjadi suporter mendatangkan manfaat bagi kesehatan tubuh.

Suporter Bulutangkis Indonesia berteriak histeris setelah Anthony Sinisuka Ginting mencetak poin dalam semifinal beregu putra Bulutangkis Asian Games 2018 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (21/8/2018). Pada pertandingan ini Indonesia melawan Jepang. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - “Jojo bisa...Jojo bisa...Jojo bisa!”

Suara penonton bergema di lapangan Istora Senayan, Jakarta pada Senin (27/8/2018) saat Jonatan Christie bertanding melawan Kenta Nishimoto asal Jepang. Di set pertama, atlet yang akrab dipanggil Jojo itu sempat tertinggal 11-13 saat interval. Namun, ia kemudian sanggup menyamakan poin menjadi 13-13 setelah pengembalian Kenta melebar. Kesalahan yang dilakukan Kenta selanjutnya membuat perolehan poin Jojo melesat menjadi 18-14. Kedudukan Jojo terus unggul hingga akhirnya ia berhasil memenangkan set pertama dengan skor 21-15.

Saat memasuki set kedua, Jojo gagal mempertahankan posisi. Kenta memimpin 6-10 sebelum ditutup 7-11 saat interval. Melihat jagoannya mulai tertinggal, penonton kembali berteriak ”Jojo bisa...Jojo bisa...Jojo bisa!” Namun, teriakan penyemangat tersebut tak membuahkan hasil, sebab kesalahan demi kesalahan dilakukan oleh Jojo. Hal ini membuat poin Kenta melesat menjadi 11-19. Harapan untuk menang di set kedua pun pupus sebab Kenta berhasil unggul dengan skor 15-21.

Saat set ketiga berlangsung, baik Kenta dan Jojo saling kejar mengejar angka. Jojo sempat kalah tipis dari Kenta dengan skor 10-11 ketika interval. Pada saat itu, Istora Senayan kembali bergemuruh dengan sorakan “Indonesia...Indonesia...Indonesia!” dan seruan “Jojo bisa...Jojo bisa...Jojo bisa!”

Poin pun terus bertambah dan Jojo berhasil unggul atas Kenta. Namun, pemain Jepang tersebut tak menyerah. Ia menyambar bola tanggung Jojo untuk mengejar ketertinggalan sehingga skor menjadi 19-17.

Tepuk tangan dan teriakan semakin memenuhi lapangan Istora Senayan ketika skor berubah menjadi 20-19 usai pengembalian Kenta gagal menyeberangi net. Pada saat Jojo berhasil memenangkan set ketiga dengan poin 21-19, penonton berteriak riuh senang sebab pemain tunggal putra Indonesia tersebut berhasil masuk ke babak final cabang olahraga bulutangkis Asian Games 2018.

Ketika bertanding, kehadiran suporter bisa memberikan dampak positif bagi psikologis para atlet. Menurut Rakhma Sitoningrum dalam penelitian “Dampak Psikologis Dukungan Sosial Suporter pada Atlet Sepakbola” (2007), atlet bisa termotivasi dan bersemangat serta merasa dihargai dan diperhatikan. Selain itu, dukungan yang diberikan oleh fan dapat membantu pemain yang cedera untuk sembuh, mengekspresikan dan mengembangkan kepribadian, serta meningkatkan kepercayaan diri. Muncul pula perasaan dimiliki dan menjadi bagian dari suporter berkat dukungan yang diberikan oleh para fan.

Apa yang disampaikan Rakhma sesuai dengan perkataan Jonathan Christie. Setelah lolos dari babak perempat final pada 26 Agustus 2018, Jojo mengatakan bahwa dirinya sangat terbantu oleh dukungan penonton.

Tapi, keuntungan tersebut tak hanya dirasakan oleh para atlet. Seperti yang dilaporkan Huffington Post, riset yang dilakukan profesor psikologi olahraga Murray State University Daniel Wann menunjukkan bahwa menjadi suporter olahraga bisa menambah kebahagiaan dan menurunkan tingkat kesepian dan alienasi. Menurut Wann ada dua hal yang membuat seseorang merasa bahagia dengan menjadi suporter olahraga, yakni menggemari tim yang sukses dan mengidentifikasi dirinya dengan tim tersebut.

Wann mengatakan kedua hal tersebut tetap memberikan kebahagiaan bagi suporter olahraga meski tim yang mereka dukung gagal mencatat prestasi. “Anda akan memperoleh kedua manfaat yang menyehatkan tubuh itu meskipun tim favorit anda tidak memberikan penampilan yang baik. Kami juga menemukan fakta ini pada tim olahraga yang tak sukses,” katanya.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/08/28/bahagia-menggemari-olahraga--mild--quita-01.jpg" width="860" alt="Infografik Bahagia Menggemari Olahraga" /

Lebih lanjut, Wann menjelaskan bahwa kebahagiaan seseorang ditentukan oleh relasi dan afiliasi dengan orang lain. Dalam hal ini, menjadi suporter dapat membuat seseorang memiliki rasa tersebut. Wann kemudian mencontohkan bagaimana orang bisa saling terhubung satu sama lain lewat pakaian atau topi tim olahraga yang sama.

“Jika kamu berjalan-jalan sembari mengenakan topi Red Sox di Boston, beberapa orang mungkin akan mengajakmu high five atau bahkan mengajakmu mengobrol tentang peluang kemenangan tim favorit kalian. Semua orang ini akan menjadi teman anda meski anda tak tahu nama mereka atau bertemu mereka sebelumnya,” ujarnya. Red Sox yang dimaksud Wann adalah tim bisbol profesional asal Boston, Massachusetts.

Selain tambah bahagia, menjadi suporter juga dapat mengusir kesepian dan alienasi. Wann mengatakan bahwa menyaksikan pertandingan dengan orang lain dapat mengurangi tingkat kesepian seseorang. Bahkan, menurut penelitian yang dilakukan Wann, efek yang dirasakan para suporter olahraga tersebut bisa bertahan lama.

“Penggemar olahraga melaporkan kalau tingkat kesepian yang rendah berlangsung pada saat pertandingan dan ketika kompetisi telah selesai,” katanya.

Seperti yang dilaporkan The Atlantic, Wann menjelaskan bahwa menjadi suporter yang mendukung tim nasional saat pertandingan tingkat internasional seperti Piala Dunia dapat membantu para fan menemukan ikatan komunitas yang kuat. Hal ini, menurutnya, berlaku bagi dua jenis suporter, yakni highly identified fans dan weakly identified fans.

Ia mengatakan highly identified fans adalah julukan bagi penggemar yang menganggap tim olahraga sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka. Sementara itu, weakly identified fans merupakan sebutan untuk suporter yang tak terlalu getol mengikuti perkembangan tim olahraga yang mereka sukai.

Adanya ikatan antarfan akibat nasionalisme dalam pertandingan olahraga tersebut, menurut penulis buku How Soccer Explains The World Franklin Foer, dapat memainkan peran positif dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan kelompok di mana ia bisa mengidentifikasi dirinya.

“Hal ini adalah sesuatu yang tertanam kuat dan tidak bisa dihindari. Dan ketika kehidupan modern telah meruntuhkan posisi sentral keluarga dan suku, negara menjadi kendaraan yang memungkinkan untuk mengekspresikan hal tersebut,” katanya kepada The Atlantic.

Baca juga artikel terkait KEBAHAGIAAN atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Olahraga
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Maulida Sri Handayani