Menuju konten utama
Seri Intelijen Revolusi

Bagian B dan Ambisi Amir Sjarifoeddin Kendalikan Badan Intelijen

Bagian B adalah organ intelijen yang dibangun Amir Sjarifoeddin dan dipimpin seorang bekas komisaris polisi.

Bagian B dan Ambisi Amir Sjarifoeddin Kendalikan Badan Intelijen
Amir Sjarifoeddin. tirto.id/Lugas

tirto.id - Dalam bukunya yang sangat populer, Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia (2007), Ken Conboy menyebut sedikit sekali keterangan tentang badan intelijen Kementerian Pertahanan Bagian B yang dibentuk Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin. Disebut pula oleh Ken Conboy bahwa organ intelijen ini berusia pendek dan “tidak membuahkan hasil” (hlm. 6).

Lembaga ini dianggap tak lebih dari "mainan" Amir Sjarifoeddin. Di mata Zulkifli Lubis, seperti diakuinya kepada majalah Tempo (29/7/1989), Amir berambisi mengendalikan badan intelijen negara. Lubis tak suka itu. Amir pun lalu mendirikan Bagian B. Setidaknya, lembaga ini mulai ada sejak pertengahan 1946, tak lama setelah Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) pimpinan Lubis didirikan.

Soekardiman, bekas komisaris polisi, pun ditunjuk memimpin Bagian B. Pada 14 Juni 1946, rencana susunan pegawai Kementerian Pertahanan Bagian B sudah dibuat di bawah kepala organisasi R. Soesatyo. Banyak yang menjadi staf di sana. Jika dilihat dari namanya, mereka adalah orang-orang Jawa.

"Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738" tentang organisasi Bagian B menyebut, di dalamnya terdapat beberapa bagian seperti Militaire Combat Intelligence, Civiel Combat Intelligence, Militaire Counter Intelligence, Civil Counter Intelligence, Counter Propaganda, dan Bureau of Investigation.

Selain itu ada jawatan yang mengurusi kode dan radio. Di jawatan ini terdapat orang yang pernah dilatih Sekutu dalam Perang Dunia II, dokter Roebiono Kertapati. Roebiono, yang belakangan termasuk dokter yang mengautopsi jenazah Pahlawan Revolusi, bekerja di Bagian B dengan dibantu dua pegawai perempuan: Raden Roro Roekmini dan Sriwati.

Dalam arsip itu disebut, gaji pegawai berpangkat kolonel mencapai F450. Sementara pegawai menengah menerima antara F120 hingga F170 dan pegawai rendah menerima F30 hingga F75. Pegawai Kementerian Pertahanan Bagian B ini ada yang diberi pangkat militer, dari kopral sampai kolonel.

Demi keamanan organisasi, ada ketentuan yang berbunyi:

“[...] melarang mengatakan kepada orang yang tidak berkepentingan, [tentang] kantor dan tempat ia bekerja; memberi inisial diatas tiap-tiap tip werk (pekerjaan) yang dikerjakan; habis waktu kantor, semua meja tulis harus bersih, semua kertas-kertas di keranjang harus dibakar, karena mungkin mata-mata musuh dapat keterangan mencari dari sobekan-sobekan kertas tadi; melarang membawa pulang surat-surat dan laporan rumah; melarang orang-orang yang tidak berkepentingan atau orang-orang yang tidak mempunyai keperluan yang penting masuk ke dalam ruangan kantor; semua tamu, kecuali mereka yang sudah dikenali betul-betul, diharuskan, mencatat namanya di dalam suatu buku tamu, yang dipegang intendens.”

Mengintai Musuh Republik

Di masa-masa Republik Indonesia mulai membangun diri, termasuk intelijennya, tentu saja banyak kekurangan mengingat masa revolusi yang kacau-balau. Bagian B ternyata tak seperti pendapat Ken Conboy yang katanya tanpa hasil. Puas atau tidak, paling tidak Bagian B telah membuat laporan mengenai kedudukan musuh, yakni militer Belanda. "Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22" adalah bukti kerja berupa laporan dari Bagian B yang berusaha melacak jumlah kekuatan lawan Republik.

Tak hanya di Jawa, Bagian B juga bekerja keras mencari tahu, dengan segala keterbatasannya, tentang apa yang terjadi di luar Jawa. Bagian B mencatat pula bagaimana sikap orang Indonesia di daerah pendudukan militer Belanda.

"Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 1756: Laporan Kementerian Pertahanan Bagian B" (tanpa tanggal) yang berisi laporan kegiatan rahasia Belanda menyebutkan bagaimana pengemis (yang diantaranya berpistol revolver) dan perempuan (untuk diperistri tentara Republik) dikerahkan memasuki daerah Republik di Jawa dalam rangka melemahkan para pejuang.

Tak hanya militer lawan, Bagian B juga punya laporan soal Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) di Jawa Tengah. Masalah konflik internal militer pun juga dilaporkan. Di antaranya bentrokan antara tentara reguler dengan Polisi Militer.

Bagian B mencatat pula soal selisih paham antara Komandan Divisi II dengan Residen Cirebon. Residen mengatakan bahwa Divisi II pindah ke Purwokerto hanya untuk mencari tempat yang aman. Sedangkan komandan divisi menuduh bahwa Residen Cirebon hendak “mempartai-sosialiskan” Cirebon.

Sementara itu, ada laporan Bagian B yang menyebut bahwa di Jawa Timur TRI dan laskar-laskar seperti Pesindo, Hizbullah, Badan Pemberontak, dan P3 terlihat akur dan saling berkoordinasi. “Tiap-tiap penyerbuan tentu direncanakan bersama-sama. Tiap prajurit memegang teguh disiplin, patuh kepada perintah dari atas,” tulis laporan tersebut.

Laskar-laskar perjuangan yang punya kondisi keuangan buruk pun dilaporkan. “Keuangan Pesindo kurang memuaskan. Penggedoran (perampokan) masih juga dilakukan oleh anggota-anggotanya,” tulis laporan Bagian B pada Agustus 1946.

Laporan lain menyebutkan, Masyumi di Batang ingin sekali bersama TRI agar memiliki hak yang sama. Keuangan BPRI Tegal pun sangat kurang. Untuk menutup kekurangan tersebut, maka badan tersebut bekerja bersama-sama dengan saudagar-saudagar Tionghoa. Di Klaten, anggota-anggota laskar KRIS asal Karawang telah bertindak sewenang-wenang. Kekacauan juga terjadi di kalangan kepolisian.

Infografik Seri Intelijen Revolusi Bagian B

Mata-Mata Politik

Mengenai mereka yang berseberangan dengan pemerintah pun dilaporkan. Laporan Bagian B bulan November 1946 menyinggung soal isi perundingan Linggarjati. Di mana golongan sayap kiri seperti Angkatan Komunis Muda (Akoma) termasuk yang menolak. Penolak lain perundingan Linggarjati adalah Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Rakyat, Masyumi, Laskar Jawa Barat, Komisariat Sulawesi di Jawa, Angkatan Muda Guru, Barisan Banteng, dan lainnya.

Kelompok yang (terpaksa) setuju adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Nasional Indonesia Arab, Serikat Buruh Minyak, PKRI, Pesindo, Partai Sosialis, Barisan Tani Indonesia (BTI), AMKRI, GRI Sunda Kecil, Partai Tani, Setikat Mahasiswa Indonesia, Serikat Buruh Gula, Laskar Marah, Komite Indonesia Merdeka Hollandia, Angkatan Muda PTT, Perwari, PPI, juga Persatuan Pamong Desa Indonesia.

“Partai-partai dan badan-badan yang tidak menyetujui telah terbentuk dalam suatu suatu organisasi: Benteng Repoeblik Indonesia. Dalam rapat pendiriannya pada tanggal 12-13 Desember 1946 bertempat di salah satu gedung BPRI Malang,” lapor Bagian B.

Intaian Bagian B ternyata mencapai daerah Indonesia Timur. Konferensi Malino juga disoroti. Berdasarkan laporan, ternyata ada partai-partai pro-Republik di sana; di antaranya Ikatan Nasional Indonesia (yang berpusat di Balikpapan), Serikat Karakjatan Indonesia (yang berpusat di Banjarmasin), Badan Oesaha Pembangoenan Indonesia Merdeka (disingkat Bopim dan berkedudukan di Samarinda), Gaboengan Pergerakan Rakjat Indonesia (disingkat GAPRI dan berpusat di Gorontalo), Persatuan Indonesia (berkedudukan di Ternate), Partai Kedaulatan Rakjat (berkedudukan di Makassar), dan Badan Pemoefakatan Partai Politik Repoeblikein (yang berpusat di Manado).

Tak lupa, apa yang diutarakan tokoh-tokoh dalam Konferensi Malino dicatat. Hubertus Johannes van Mook menyebut niatan Belanda yang ingin membangun Negara Indonesia Serikat. Juga tokoh-tokoh Indonesia Timur seperti J.E. Tatengkeng, Elvianus Katoppo, Nadjamaoedin Daeng Malewa, Kapten Julius Tahija, Claproth, Moechtar Lutfie, dan lainnya.

Riwayat Bagian B berakhir pada April 1947, seperti juga dialami BRANI pimpinan Lubis. Pada 30 April 1947, personel BRANI dan Bagian B digabungkan dalam intelijen Kementerian Pertahanan Bagian V, yang lagi-lagi berada di bawah Perdana Menteri Amir.

==========

Sepanjang Oktober-November, Tirto menayangkan edisi khusus bertajuk "Seri Intelijen Revolusi". Serial ini hadir setiap Jumat.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan