tirto.id - Sekretaris pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno berkata, penetapan bagasi berbayar pada transportasi kereta api dan kapal laut tak sepenuhnya salah.
Namun, meski sudah pernah diberlakukan sejak 2015 silam, ia menilai kebijakan ini memiliki batasan yang harus diperhatikan.
Hal ini, kata dia, menjadi penting sebab kedua jenis bisnis transportasi tersebut dimonopoli oleh perusahaan pemerintah.
Konsekuensinya pilihan konsumen tak seberagam seperti pada sektor penerbangan. Misalnya bila ingin menghindari bagasi berbayar dapat beralih ke maskapai lain yang belum menerapkannya.
"PT KAI dan Pelni kan bisnisnya bersifat monopoli. Jadi tidak ada pilihan lain seperti bisnis maskapai penerbangan," ucap Agus saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (28/2/2019).
Agus juga mengatakan, penetapan bagasi berbayar itu perlu dibedakan dengan maskapai penerbangan. Sebab pada transportasi darat dan laut, beban tak lagi menjadi kendala seperti di penerbangan.
Alhasil pertimbangannya lebih cocok pada volume barang yang dibawa penumpang. Agus mengatakan jika memang melebihi volume yang ditentukan oleh pengelola, maka tarif bagasi memang wajar diterapkan.
"Batas volumenya berapa. Misal kardus yang bisa dibawa dan masuk ke dalam kabin kereta. Kalau melebihi itu wajar masuk angkutan barang atau maklum harus membeli 1 tiket lagi untuk kursi," ucap Agus.
Beberapa kebijakan bagasi berbayar kedua penyedia jasa layanan transportasi yakni berupa, PT KAI membatasi bagasi hanya yang memiliki berat atau ukuran setinggi-tingginya 40 kg atau dengan volume 200 dm3 (dengan dimensi maksimal 70 cm x 48 cm x 60 cm).
Penumpang diperbolehkan membawanya dengan dikenakan bea kelebihan bagasi atau membeli tempat duduk ekstra.
Sementara bagi Pelni berlaku ketentuan bahwa barang tidak boleh diseret atau dipikul saat naik ke kapal.
Ukuran volume bagasi bebas bea dengan ukuran maksimal 0,175 m3 (meter kubik) atau 30 cm x 30 cm x 30 cm atau setara satu koper/koli dengan berat maksimal 50 kg.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali