Menuju konten utama

Bagaimana Realitas dan Kecerdasan Buatan Merevolusi Industri Ban

Teknologi VR dan AI bukan hanya akan menguntungkan produsen ban, tapi juga meningkatkan kepuasan konsumen.

Bagaimana Realitas dan Kecerdasan Buatan Merevolusi Industri Ban
Ban Airless Tire. FOTO/commons.wikimedia.org/Own work/Matti Blume

tirto.id - Semakin tinggi penjualan kendaraan, semakin tinggi pula penjualan ban. Ini sudah menjadi "sunatullah" dalam industri otomotif. Pada 2022 silam, nilai market size industri ban telah mencapai US$261,29 miliar. Menurut Markets & Data, pada 2028 mendatang, nilainya diperkirakan bisa mencapai US$425,81 miliar seiring dengan terus meningkatnya angka penjualan kendaraan.

Yang kemudian menjadi persoalan adalah seiring dengan terus berkembangnya teknologi kendaraan, semakin besar pula beban para produsen ban. Pasalnya, mereka dituntut untuk menciptakan ban yang sesuai dengan perkembangan teknologi kendaraan tersebut.

Misalnya, semakin bertenaga sebuah mobil, ia membutuhkan ban yang jauh lebih aman ketimbang mobil biasa. Terlebih, jika mobil tersebut digunakan di negara-negara empat musim yang kondisi jalannya bisa berubah secara ekstrem dari musim ke musim.

Untuk bisa terus mengikuti perkembangan teknologi kendaraan, produsen ban perlu terus-menerus melakukan riset dan pengembangan. Konsekuensinya adalah dana yang dibutuhkan sangatlah besar. Misalnya, Michelin pada 2023 silam—seturut data Macrotrendsmenghabiskan sekitar US$818 miliar untuk proses ini.

Nominal pengeluaran riset dan pengembangan bisa bervariasi di setiap pabrikan, tapi yang jelas jumlahnya pasti besar.

Salah satu pos yang memakan biaya paling besar dalam proses riset dan pengembangan ban adalah pembuatan purwarupa. Pasalnya, di sinilah proses trial and error terjadi. Ketika purwarupa yang ada ternyata tak sesuai harapan, ia bakal dibuang begitu saja dan proses harus diulangi lagi dari awal.

Tak cuma menelan biaya besar, proses ini juga cukup memakan waktu.

Namun, masa-masa perusahaan ban harus membuat banyak purwarupa untuk menghasilkan produk yang ideal sudah (hampir) lewat. Sebab, saat ini, sejumlah perusahaan ban terkemuka telah mengadopsi teknologi realitas artifisial—khususnya augmented reality (AR) dan virtual reality (VR)—dalam proses pengembangan serta produksi ban baru.

Uji Coba hingga Perakitan

Belum lama ini, perusahaan Korea Selatan, Nexen Tire, resmi meluncurkan sebuah simulator mengemudi yang akan mereka pergunakan untuk pengembangan ban baru. Simulator ini merupakan hasil kerja sama antara Nexen Tire dan perusahaan teknologi asal Britania Raya, Ansible Motion.

Simulator tersebut nantinya bakal digunakan bersama dengan para produsen kendaraan seperti Porsche, misalnya, yang selama ini sudah menjalin kerja sama erat dengan Nexen Tire. Simulator itu bakal disetel sesuai dengan kemampuan dapur pacu mobil, lalu menguji "mobil" tersebut dalam berbagai jenis cuaca serta kondisi jalan.

Dengan kata lain, Nexen Tire sukses memindahkan fase uji coba ke dunia virtual sepenuhnya.

Dengan demikian, mereka tak lagi harus membuat purwarupa fisik dan melakukan uji coba langsung. Semua perhitungan serta analisis bisa dilakukan di dalam simulator secara real time. Menurut Nexen Tire, teknologi simulator itu akan "membantu memperpendek waktu pengembangan kendaraan serta menekan biaya".

Penggunaan simulator seperti itu bakal berguna sekali untuk memproduksi original equipment (OE) atau onderdil bawaan yang telah menempel di mobil ketika keluar dari pabrik. Komponen biaya yang bisa ditekan antara lain penggunaan bahan mentah, produksi purwarupa—baik ban maupun kendaraan, serta sewa tempat uji coba. Dengan begitu, efisiensi pun diperkirakan bakal meningkat drastis.

Selain untuk proses desain dan uji coba, penggunaan simulator berteknologi realitas artifisial juga amat berguna dalam proses produksi ketika ban sudah siap diproduksi secara massal. Jika VR lebih dominan dalam proses sebelumnya, AR-lah yang memegang banyak peranan penting dalam fase ini.

Dengan AR, para pekerja akan semakin mudah menjalankan proses assembly atau perakitan. Dengan bantuan perangkat yang telah dilengkapi teknologi AR, mereka akan langsung tahu bagian apa harus ditempatkan di mana. Lagi-lagi, secara teoretis, efisiensi bakal meningkat drastis dengan penggunaan teknologi ini.

Kalypso, sebuah perusahaan teknologi yang telah bekerja dengan berbagai produsen ban, telah merilis hasil studinya tentang penerapan teknologi VR dan AR di industri ban. Ternyata, setelah menggunakan teknologi realitas artifisial, down time menurun hingga 45 persen. Selain itu, mesin tersebut bisa menghasilkan lebih dari 100 ban dan produsen-produsen itu mampu memproduksi 550.000 unit ban lebih banyak setiap tahun.

Tak hanya itu, realitas buatan jenis AR juga berguna dalam manajemen aset. Analisis stok dan pembaruan basis data bisa dilakukan jauh lebih cepat dengan bantuan AR. Pasalnya, para pekerja, khususnya yang berada di gudang, bakal bisa mengetahui secara langsung berapa barang yang ada saat itu dan di mana letaknya.

Konsumen pun nantinya bakal terbantu dengan teknologi itu. Dengan bantuan AR dan aplikasi ponsel pintar, konsumen bakal mengetahui secara persis fitur-fitur apa saja yang ada dalam ban yang mereka gunakan. Untuk jangka panjang, hal semacam itu bakal memperkuat loyalitas konsumen.

Selain Nexen Tire, sejumlah produsen ban raksasa macam Goodyear, Michelin, Bridgestone, dan Continental juga telah menggunakan teknologi realitas buatan dalam proses desain, produksi, hingga perawatan ban. Semua pegawai mereka pun kini telah dibekali kemampuan menggunakan teknologi tersebut untuk memberikan kepuasan maksimal pada klien maupun konsumen.

Continental bahkan sudah melangkah lebih jauh. Ia tidak cuma menggunakan teknologi mutakhir dalam memproduksi ban, tapi juga menjalin kerja sama, salah satunya dengan Mercedes-Benz, untuk menjadi original equipment manufacturer (OEM) di bidang teknologi. Saat ini, ia punya teknologi bernama CoSmA yang memungkinkan segala fitur canggih dalam mobil dikontrol secara digital.

Di sini, tentu saja, teknologi realitas artifisial juga berperan. Ada teknologi milik Continental yang bisa memberi informasi kepada pengendara mengenai apa yang "dilihat" oleh kendaraan mereka di sekitar. Informasi ini ditampilkan di dasbor melalui Heads-Up Displays (HUDs).

Ban Makin Optimal dengan AI

Penggunaan teknologi realitas buatan jelas tak bisa dipisahkan dari kecerdasan buatan (AI) secara umum. AI, khususnya yang bersifat prediktif, biasanya bakal lebih berguna untuk para konsumen. Misal, sistem perawatan prediktif yang memungkinkan konsumen tahu apa saja kerusakan yang sudah terjadi pada ban dan kapan ban semestinya diganti.

Tak hanya itu, sistem pengawasan berbasis AI juga bisa membantu konsumen lebih berhati-hati dalam memacu kendaraan atau bahkan menghemat penggunaan bahan bakar. Ini, lagi-lagi, bakal meningkatkan kepercayaan konsumen pada produsen ban yang mereka gunakan.

Sementara bagi produsen ban, ini merupakan keuntungan jangka panjang tersendiri.

Dengan demikian, sudah bisa disimpulkan bahwa penggunaan teknologi mutakhir, khususnya AR, VR, dan AI, telah memberikan keuntungan besar bagi semua pihak yang terlibat dalam industri otomotif. Produsen kendaraan dan produsen ban menikmati efisiensi waktu dan biaya, sementara konsumen merasakan peningkatan dari sisi pelayanan.

Bisa dikatakan, seperti inilah seharusnya teknologi digunakan, yakni untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.

Baca juga artikel terkait BAN atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Reporter: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi