Menuju konten utama

Aturan Cuti bagi ASN Pria, Pakar: Pemborosan Anggaran Negara

Trubus Rahardiansah menilai rencana pemerintah memberikan cuti hamil bagi ASN pria merupakan bentuk pemborosan anggaran negara.

Aturan Cuti bagi ASN Pria, Pakar: Pemborosan Anggaran Negara
Suasana rapat kerja antara Komisi II DPR dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Rapat lanjutan tersebut terkait pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

tirto.id - Pakar Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansah, tak habis pikir dengan rencana pemerintah yang akan menerapkan hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang mempunyai istri dalam momentum melahirkan.

Rencana pemberian cuti kepada suami yang istrinya melahirkan merupakan salah satu poin dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. RPP tersebut ditargetkan rampung pada April 2024.

Trubus menganggap rencana pemerintah itu tak masuk akal alias tidak ada urgensinya. Dia menilai pemberian hak cuti bagi suami yang istrinya melahirkan merupakan bentuk pemborosan anggaran negara.

"Enggak perlu, enggak ada urgensinya. Itu pemborosan anggaran negara, enggak ada dampaknya bagi negara, dia enggak kerja, sementara gaji naik terus," kata Trubus saat dihubungi Tirto, Kamis (14/3/2024).

Di sisi lain, kata dia, pemberian hak cuti bagi suami juga berdampak pada kinerja pelayanan publik. Padahal, lanjut dia, yang sakit hanya istri. Cuti untuk ibu hamil sejatinya, menurut Trubus, sudah cukup.

"Karena yang istilahnya yang kategori sakit, kan, yang cuti, anggap saja orang hamil itu sakit. Masa orang yang enggak hamil cuti. Kan, enggak bisa," tutur Trubus.

Trubus khawatir hak cuti kepada suami akan digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, pemberian cuti bagi suami yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) akan berdampak pada kesimpangsiuran informasi di tengah masyarakat.

"Dia kan, seorang birokrat pelayan publik. Kalau dia cuti karana istrinya hamil dia bukan pelayan publik, dia jadi orang umum. Nanti, di masyarakat terjadi kesimpangsiuran," tutup Trubus.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas mengatakan hak cuti ayah merupakan bagian dari aspirasi dari banyak pihak.

Saat ini pun pemerintah sedang menjajaki masukan dari stakeholder, termasuk DPR terkait penerapan ke depannya. Di sisi lain, saat ini pemerintah hanya mengatur hak cuti melahirkan bagi ASN perempuan, sementara khusus cuti ayah tidak diatur padahal juga memiliki urgensi yang sama.

Meski segera disahkan, Anas mengaku belum membahas secara khusus lama waktu cuti yang akan diatur di dalam PP mendatang.

"Untuk waktu lama cutinya sedang dibahas bersama stakeholder terkait yang akan diatur secara teknis di PP dan Peraturan Kepala BKN,” ujar Anas.

Pemberian hak cuti bagi ayah diharapkan meningkatkan kualitas proses kelahiran anak dan menjaga pendampingan lebih lanjut pada masa awal kelahiran. Momentum tersebut merupakan fase penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) sebagai penerus bangsa.

Regulasi cuti melahirkan sebenarnya sudah dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Dalam RUU inisiatif DPR RI ini disebut bahwa waktu cuti melahirkan untuk istri diberikan selama 6 bulan. Sementara masa cuti melahirkan untuk suami diusulkan selama 40 hari.

Baca juga artikel terkait CUTI AYAH atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Dwi Ayuningtyas