Menuju konten utama

Asperindo Keluhkan Kualitas Fasilitas Kargo di Bandara & Pelabuhan

Asperindo menilai fasilitas untuk kargo di banyak bandara dan pelabuhan masih perlu diperbaiki. 

Asperindo Keluhkan Kualitas Fasilitas Kargo di Bandara & Pelabuhan
(Ilustrasi) Petugas beraktivitas di Terminal Kargo dan Pos Bandara Jenderal Ahmad Yani yang berada di lokasi baru seusai diresmikan, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/1/2019). ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.

tirto.id - Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Budi Paryanto mengeluhkan fasilitas untuk kargo di bandara dan pelabuhan masih dianaktirikan.

Misalnya, dia mencontohkan, fasilitas yang disediakan dan dibangun memadai di Bandara Kualanamu, Medan, hanya untuk penumpang. Sementara gudang kargo di bandara itu kecil dan aksesnya jauh.

"Pemanfaatannya masih minim. Kami kebetulan bermain di udara ya. Di sana banyak dibangun bandara baru, yang celakanya, [perhatian ke] kargonya itu [jadi] kesekian, seperti disediakan gudangnya kecil dan jauh sehingga waktu yang kami butuhkan enggak terpenuhi," kata Budi.

Dia menyatakan hal itu dalam diskusi bertajuk “Membangun Infrastruktur yang Tepat Sasaran” di Lobby Lounge Hotel Millenium Sirih, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (27/2/2019).

Budi menjelaskan, karena fasilitas yang tidak memadai, proses bongkar muat barang di gudang kargo bandara membutuhkan waktu rata-rata 2 jam. Padahal, jatah waktu sebenarnya cuma beberapa menit.

Selai itu, Budi juga mengeluhkan biaya kargo melalui udara yang terus naik. Perusahaan pengiriman barang, kata dia, memang memiliki alternatif dengan beralih memakai kapal. Akan tetapi, kata dia, fasilitas kargo di banyak dermaga juga belum memadai.

"Kalau kargo di dermaga juga masih jadi prioritas kesekian," kata Budi.

Dia bercerita, dalam banyak kasus, ketika kapal pengangkut semen tiba di dermaga, kapal kargonya harus dipinggirkan. Begitu pula ketika kapal pengangkut sembako datang di dermaga. Menurut Budi, hal ini membuat bongkar muat kapal kargo di dermaga kerap terganggu.

"Kalau semen masuk, sembako masuk kita minggir lagi. Seolah barang kita kelas pinggiran. Ini harus ditata dermaganya. Kalau Pelni ya jangan ganggu barang dan barang jangan ganggu Pleni," ujar dia.

Oleh karena itu, Budi mengatakan kenaikan tarif kargo udara sampai 300 persen mempersulit banyak perusahaan pengiriman barang. Apalagi alternatif selain kargo udara tidak menjanjikan.

"Kami mau pindah ke transportasi lain, tapi ada kendala di laut. Kemudian di darat, tol juga enggak menyenangkan driver kami [tarif tol mahal],” ujar dia.

Dia menyimpulkan pembangunan infrastruktur di Indonesia, khususnya untuk transportasi laut, tidak harus berupa pelabuhan baru. Menurut Budi, perbaikan fasilitas di pelabuhan yang sudah ada adalah hal yang lebih penting.

"Masalah kita bukan pelabuhan baru, yang menjadi masalah itu sistemnya," kata dia.

Baca juga artikel terkait KARGO UDARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom