tirto.id - Startup teknologi asal Cina mulai melirik Asia Tenggara dalam rencana ekspansi bisnis perusahaan sebagai upaya menghindari perang dagang dengan Amerika Serikat.
Mengutip SCMP, para pengusaha Cina mengungkapkan cukup sulit bagi mereka untuk melakukan mengembangkan bisnis dengan Paman Sam di tengah perang dagang.
Sejak Juli, AS dan Cina menampar tarif impor senilai miliaran dolar antara satu sama lain. Langkah tersebut telah menyeret prospek pertumbuhan di tahun depan untuk kedua negara.
Agar bisnis tetap berkembang, Cina menyusun strategi dengan memilih alternatif lain yaitu wilayah potensial lain di luar Amerika Serikat untuk berbisnis.
"Asia Tenggara adalah salah satu daerah di mana telah dieksplorasi sebelumnya, tetapi sekarang ada fokus baru," kata Betty Liu, seorang eksekutif di Bursa Efek New York.
Asia Tenggara, menurut Liu terus menunjukkan kinerja positif di sektor bisnis. Ia mengatakan bisnis terus bertumbuh di wilayah Asia Tenggara, sehingga menarik perhatian Cina yang kini mulai memilih pasar potensial di luar AS.
Setiap tahunnya sejumlah uang mengalir ke Asia Tenggara dari para investor yang bertarung keras memanfaatkan pertumbuhan di kawasan ini.
Tahun ini sejumlah fintech dan startup di Asia Tenggara meraih pendanaan dari investor. Mengutip Tech in Asia, Akulaku asal Indonesia meraih pendanaan tertinggi dengan jumlah 285 juta dolar AS.
Menyusul Tenx asal Singapura yang meraih 81 juta dolar AS tahun ini. Republic Protocol yang juga dari Singapura meraih pendanaan 65,3 juta dolar AS.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan teknologi Cina kini mulai go public dengan pertumbuhan yang lebih cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Jumat, sebanyak 58 perusahaan teknologi Cina mengumpulkan total lebih dari 20 miliar dolar AS tahun ini.
Jumlah itu terhitung sekitar sepertiga dari jumlah total modal yang dijual kepada investor oleh perusahaan teknologi secara global, menurut penyedia data Dealogic.
Editor: Yantina Debora