tirto.id - Konflik antara Israel dan Hamas Palestina semakin tegang. Kedua kubu saling membalas serangan dan menewaskan kurang lebih 2.100 orang.
Perang itu bermula ketika Hamas melakukan serangan ke wilayah Israel Selatan pada 7 Oktober 2023, dengan meluncurkan 3.000 rudal yang menyebabkan tewasnya 800 warga Israel.
Keesokan harinya Israel melancarkan serangan udara uang membombardir kompleks perumahan, terowongan, masjid, dan rumah para petinggi Hamas di Gaza pada Minggu, 8 Oktober 2023.
Serangan udara Israel menewaskan 400 orang dan 20 di antaranya adalah anak-anak. Konflik berkepanjangan ini menyebabkan banyak orang mencari tahu perihal Zionisme yang mempunyai keterkaitan dengan konflik Israel-Palestina.
Lantas apa itu itu Zionisme, serta bagaimana sejarah pergerakannya?
Apa Arti Zionisme?
Seperti dilansir laman History.com, Zionisme adalah gerakan keagamaan dan politik yang membawa ribuan orang Yahudi dari seluruh dunia kembali ke tanah air kuno mereka di Timur Tengah.
Tujuan Zionisme adalah menjadikan Israel sebagai pusat identitas Yahudi. Beberapa kritikus menyebut zionisme sebagai ideologi yang agresif dan diskriminatif. Namun demikian, gerakan Zionis berhasil mendirikan tanah air Yahudi di negara Israel.
Walaupun filosofi dasar gerakan Zionis sudah ada selama ratusan tahun, Zionisme modern berakar pada akhir abad ke-19. Waktu itu, orang-orang Yahudi di seluruh dunia menghadapi peningkatan anti-Semitisme (sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi).
Beberapa sejarawan meyakini, pemicu gerakan Zionisme karena ketegangan antara Yahudi dan Eropa.
Orang-orang Yahudi yang teraniaya kemudian berjuang untuk menyelamatkan identitas. Mereka mulai mempromosikan gagasan untuk kembali ke tanah air dan memulihkan budaya Yahudi.
Salah satu tokoh zionisme adalah Theodor Herzl. Ia merupakan seorang Yahudi Austria yang dianggap sebagai bapak zionisme politik.
Akan tetapi, Yoav Litvin, seorang dokter psikologi/sains saraf Israel-Amerika, dalam artikel di Al Jazeera menuliskan, rezim Israel memanfaatkan dinamika kekerasan dan kesenjangan yang diperkuat oleh rasa takut itu.
Zionis, tulisnya, mengambil keuntungan untuk mendukung kelas penguasa yang memiliki hak istimewa dengan mengorbankan rakyat Palestina yang terjajah.
"Para ahli strategi Zionis memanipulasi trauma masa lalu yang dialami orang-orang Yahudi untuk menggalang dukungan terhadap kebijakan agresif yang mencabut hak warga Palestina," tulis Yoav Litvin.
Para propagandis Zionis telah mempromosikan kekeliruan anti-Semit bahwa Israel adalah negara Yahudi, yang mewakili Yudaisme dan semua orang Yahudi.
Desas-desus mendasar ini adalah akar dari propaganda Zionis, yang menggalang dukungan terhadap kolonialisme pemukim Israel dan menyerang perlawanan anti-kolonial.
Penulis: Sulthoni
Editor: Alexander Haryanto