tirto.id - Ratusan sopir truk melakukan aksi demo di berbagai kota Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Kabupaten Kudus, Jateng dan sekitarnya, sebanyak 800-an sopir truk melakukan aksi unjuk rasa menuntut revisi aturan soal truk over dimension and over loading (ODOL) di Jalan Lingkar Selatan Kudus, Kamis (20/6/2025)..
"Kami jelas tidak setuju jika dalam aturan soal ODOL juga mencantumkan sanksi pidana. Untuk itu, kami menuntut Pemerintah merevisinya," kata Ketua Gerakan Sopir Truk Jateng, Anggit Putra Iswandaru, dikutip Antara News, Kamis (20/6/2025).
Menurut dia, sanksi pidana tersebut sangat memberatkan karena sopir menjadi takut bekerja karena ancaman pidana penjara.
Sejumlah sopir truk memasang spanduk di kendaraan masing-masing dengan bertuliskan "Tolong Revisi UU ODOL, welcome to Indonesia sopir truk ODOL dipenjara, sopir bukan kriminal, bukan menentang ODOL, melainkan ini tentang keluarga di rumah".
Apa Itu ODOL dan Kepanjangannya?
ODOL adalah kepanjangan dari over dimension and over loading atau aturan soal beban truk yang melebihi kapasitas (kelebihan muatan).
ODOL diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang di dalamnya terdapat pasal soal ancaman pidana bagi pelanggar.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mendorong mitigasi truk ODOL usai kecelakaan beruntun di Gerbang Tol Ciawi 2 Jalan Tol Jagorawi, Bogor, Jawa Barat pada bulan Februari lalu.
Dody mengatakan ODOL merupakan suatu permasalahan yang dilematis dan kompleks. Menurut dia, permasalahan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan saja, tetapi juga dengan institusi terkait lainnya, termasuk di bidang ekonomi.
Kendaraan yang memiliki dimensi dan/atau muatan melebihi standar alias ODOL telah menjadi momok dalam sistem transportasi Indonesia. Selain berpotensi menyebabkan kecelakaan, ODOL juga dapat membuat kerusakan sarana dan prasarana transportasi.
Aturan Soal ODOL
Dudy menegaskan, penanganan kendaraan over dimension over loading (ODOL) tidak cukup hanya menindak pengemudi, tetapi harus menyasar juga pemilik kendaraan dan pengguna jasa logistik secara menyeluruh untuk bertanggung jawab.
"Ke depan kami ingin tidak hanya pemilik, tapi juga pengemudi, pemilik dan juga penggunanya. Tidak bisa kemudian mereka melepas tangan seolah semuanya hanya kepada pengemudi (sopir) saja," kata Menhub, dikutip Antara News pada Mei 2025.
Ia menegaskan, pelaku usaha tidak boleh lagi lepas dari tanggung jawab termasuk pihaknya pengguna jasa truk. Beban bukan sepenuhnya kepada sopir karena baginya pengemudi hanya menjalankan perintah kerja.
Ia mencontohkan situasi di mana seseorang yang memiliki barang kerap kali memilih jalan pintas dengan hanya membayar satu truk, meskipun barang yang dikirim seharusnya memerlukan dua truk untuk memuatnya secara aman. Demi menghemat biaya, pengguna truk sadar melanggar aturan kapasitas angkut, namun tetap memaksakan muatan berlebih dalam satu kendaraan.
Praktik semacam itu menurut Menhub merupakan pelanggaran yang dilakukan dengan kesadaran penuh akan risikonya terhadap keselamatan di jalan raya. Ketika truk dipaksa membawa beban berlebih, potensi kecelakaan seperti rem blong sangat besar, dan tanggung jawab hukum tidak seharusnya hanya dibebankan kepada pengemudi semata.
"Pokoknya gini, kalau yang tahu bahwa apa yang dia perintahkan itu mempunyai konsekuensi pidana atau pelanggaran, dia harus bertanggung jawab," ucapnya.
Menurut Dudy, pengemudi sering berada dalam posisi tidak berdaya karena tekanan ekonomi, sehingga pelanggaran ODOL seharusnya tidak hanya dibebankan kepada mereka semata sebagai pelaku lapangan.
Ia menekankan pentingnya semua pihak memahami bahwa pelanggaran kapasitas angkut dapat menyebabkan kecelakaan, karena rem kendaraan tidak dirancang untuk beban berlebih terutama di kondisi jalan menurun.
Menurut Menhub, selain langkah preventif, tindakan hukum tetap akan ditegakkan demi memberikan efek jera kepada seluruh pihak yang mengabaikan keselamatan dan terus membiarkan praktik ODOL berlanjut.
Tuntutan Demo ODOL Sopir Truk
Selain di Kudus, aksi juga berlangsung di Jatim, yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) pada Kamis (19/6). Menurut Koordinator II GSJT Angga Firdiansyah, para sopir tidak ingin menyalahi aturan dengan mengangkut barang hingga kelebihan muatan.
Menurutnya tuntutan pasar dan industri memaksa para sopir untuk membawa barang-barang di luar kapasitas truk sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur tentang kendaraan Over Dimension Over Load (ODOL).
Menurutnya, para sopir merasa tidak memiliki solusi alternatif terhadap penerapan aturan tersebut sementara pasar dan industri belum mampu beradaptasi dengan peraturan terkait.
Angga menyebut, dalam tuntutan GSJT meminta agar pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh dan membuka ruang dialog dengan pelaku di lapangan, serta turut memperhatikan regulasi tarif logistik, kesejahteraan sopir, dan perlindungan hukum.
"Selama ini masalah hukum selalu menjadi beban sopir. Kami ingin pemerintah beri perlindungan hukum, karena Indonesia belum siap menjalankan aturan ODOL secara utuh,” kata Angga.
Editor: Yantina Debora
Masuk tirto.id


































