Menuju konten utama

Apa yang Membuat Orang Khawatir Meregistrasi Ulang Kartu SIM?

Prosedu registrasi ulang kartu SIM mempunyai celah ketidakamanan.

Apa yang Membuat Orang Khawatir Meregistrasi Ulang Kartu SIM?
Ilustrasi seseorang memegang kartu sim. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dalam buku The Hacker’s Destiny – Attack to The System diceritakan seseorang bernama Gizmo bisa menjadi begitu paranoid terhadap segala hal. Ia selalu berkomunikasi menggunakan beberapa kartu subscriber identity module (kartu SIM). Kebiasaan itu membuat Gizmo merasa lebih aman dari gangguan, terutama orang-orang yang tidak mengenalnya.

Dalam konteks di Indonesia, beberapa orang juga mengalami ketakutan seperti Gizmo. Rut Elga salah satunya. Karyawati berumur 23 tahun ini mengaku agak khawatir dengan sistem registrasi yang wajib memberi Nomor Induk Kependudukan dan nomor Kartu Keluarga. Selain sering ditelepon pihak tak dikenal, ia pernah mengalami penipuan via telepon sebanyak dua kali.

“Penipuan pertama Rp500 ribu. Untungnya penipuan kedua enggak kena,” katanya kepada Tirto, Sabtu (4/11).

Rut tidak merasa diuntungkan dengan aturan yang mewajibkan pengguna registrasi. Rut malah curiga data-datanya akan diperjualbelikan untuk penipuan dengan modus yang lain.

Fenomena semacam inilah yang dipaparkan oleh pakar keamanan siber CissRec, Pratama Persadha. Ia setuju bahwa aturan registrasi ini harus tetap dilaksanakan. Namun, pengawasan keamanan terhadap data-data ini harus bisa dipertanggungjawabkan.

“Data e-KTP ini data yang sangat potensial untuk dimanfaatkan siapa saja apalagi data e-KTP ini terhubung dengan nomor telpon itu. Gila itu, harganya super mahal. Pasti banyak orang nanti melakukan hacking mencoba-coba untuk mencuri data ini,” terang Pratama.

Baca juga:

Menurut Pratama, percuma pemerintah mempunyai sertifikasi ISO 27001 untuk menjamin data-data yang ada akan diamankan, bila kenyataannya data tidak aman. Bila memang sertifikasi tersebut benar, seharusnya ada standar keamanan berlaku. Namun, nyatanya tidak ada.

“Kita harusnya punya badan yang punya standar keamanan informasi yaitu badan siber, tapi sampai sekarang badan tersebut belum terbentuk, padahal perpresnya sudah ada, kenapa? Karena kepalanya belum ada,” ungkapnya lagi. “Sekarang ini semua orang hanya melakukan pengamanan sesuai yang dia mampu bukan yang seharusnya dilakukan.”

Itulah sebabnya, Pratama menginginkan ada perbaikan sistem yang ada. Ia sempat menjajal mencari NIK dan KK orang lain secara online. Setelah mencoba mendaftar ke 4444 sesuai arahan Kemenkominfo, registrasinya berhasil. Bisa saja ada orang yang menggunakan NIK dan KK orang lain.

“Wajar [masyarakat menjadi khawatir], kalau menurut saya. Kenapa? Karena penghimpun data masyarakat itu belum secara maksimal mengamankan data-data yang dihimpun oleh mereka,” tandasnya.

Sistem yang ia maksud adalah perbaikan pada bidang setelah registrasi. Ia berharap agar setelah masyarakat melakukan pendaftaran dengan NIK dan nomor KK, maka akan ada konfirmasi dari Kemenkominfo. Dari sana, bisa diketahui nomor-nomor mana saja yang terdaftar atas nama kita. Selain itu, bila kita ingin mengganti nomor, harusnya ada sistem secara online tanpa mengharuskan kita datang ke gerai.

Menjawab pendapat ini, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang berada di bawah Kemenkominfo akan mempertimbangkan saran tersebut. Ihwal ini disampaikan oleh anggotanya, Ronny Bishry saat ditemui di tempat yang sama. Selain optimistis bahwa registrasi ini bisa membatasi penipuan yang terjadi, pihaknya juga akan melakukan konfirmasi dalam proses registrasi sesuai permintaan masyarakat.

“Kan nanti setelah semua terdaftar kita balik lapor ke masyarakat. Akan kita lakukan,” katanya.

Baca juga artikel terkait REGISTRASI ULANG KARTU SIM atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Teknologi
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Jay Akbar & Maulida Sri Handayani