Menuju konten utama

Keamanan Data Pribadi dari Registrasi Kartu SIM Dipertanyakan

"Kalau orang mau berbuat kriminal, dia bisa memanfaatkan data-data itu di internet,” kata Pratama Persadha.

Keamanan Data Pribadi dari Registrasi Kartu SIM Dipertanyakan
Pedagang meregistrasi kartu prabayar pada gerai miliknya di Mall Ambasador, Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo mempertanyakan kepastian pemerintah melindungi identitas masyarakat yang diwajibkan meregistrasi ulang kartu subscriber identity module (kartu SIM) telepon genggam mereka. Menurut Roy, tidak tertutup kemungkinan data-data masyarakat dijual ke pihak tertentu seperti terjadi di Malaysia yang pernah mengalami kebocoran data sekitar 30 juta warganya.

“Ya memang kita bukan Malaysia, tapi Malaysia yang lebih secure dari kita saja jebol,” kata Roy dalam diskusi di daerah Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11).

Roy setuju dengan rencana pemerintah agar masyarakat meregistrasi kartu SIM mereka. Hal ini salah satunya berguna untuk meredam tindak kejahatan. “Intinya adalah supaya orang tidak mudah menggunakan data orang lain ataupun penipuan dengan menggunakan identitas palsu,” ujarnya.

Roy mengatakan kabar hoax yang menyatakan identitas pengguna kartu SIM bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik seperti Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 tidak perlu dirisaukan. Dalam Pilpres 2019 misalnya, pengumpulan data KTP dinilai tak relevan karena tidak akan ada calon presiden dari independen. Yang lebih penting, menurut Roy, masyarakat perlu dibuat aman dan harus dibuat nyaman.

“Karena saya tidak di pihak pemerintah, bisa [saja] saya bilang [registrasi SIM] ini dimanfaatkan [untuk pemilu], tapi saya obyektif mengatakan tidak,” ujarnya.

“Itu tak cerdas saja yang bikin [hoax].”

Pakar keamanan siber dari CissRec Pratama Persadha juga mengingatkan bahwa Indonesia belum mempunyai badan keamanan siber yang cukup kuat. Artinya, pemerintah memang belum bisa menjawab jaminan keamanan terhadap masyarakat. Nomor-nomor tersebut bisa saja dijual ke bank dengan harga Rp100 ribu atau bahkan Rp1 juta.

Ia tidak menampik bahwa pembelian kartu SIM tanpa registrasi terlebih dahulu memang berbahaya. Ia menemukan banyaknya warga negara asing yang datang ke Indonesia hanya untuk membeli kartu SIM dan kemudian digunakan untuk penipuan atau bahkan menyebarkan berita-berita hoax. Tapi masalahnya, registrasi tersebut juga tidak ketat.

Pratama mengaku ia sempat melakukan hal ilegal untuk menguji keamanan registrasi. Ia mencari data NIK dan nomor KK di internet untuk kemudian dilakukan untuk registrasi. Setelahnya, ia mencoba mendaftar ke 4444 seperti arahan Kemenkominfo. Usaha itu berhasil. Lantas, ia mempertanyakan bagaimana pemerintah mencegah NIK dan KK yang sudah tersebar di internet tidak dimanfaatkan orang lain.

“Kalau orang mau berbuat jahat orang mau berbuat kriminal dia bisa memanfaatkan data-data itu di internet,” pungkasnya. “Belum kalau data kecamatan, belum data kelurahan, karena standar keamanan mereka minimal sekali.”

Pelaksana tugas Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri David Yama menyatakan sudah ada 38.000 nomor ponsel yang terverifikasi pendaftarannya. Ia tetap bersikukuh bahwa registrasi perlu dilakukan karena merupakan cita-cita Indonesia sejak lama. Kendati demikian, ia masih belum bisa menjawab masalah keamanan data.

“Data yang diminta kan hanya NIK dan [nomor] KK. Emangnya itu bisa dibuat apa?” katanya. “[Justru] Kalau sudah mendaftar lewat NIK [dan KK] bisa lebih aman. Karena banyak sekali penipuan lewat sms hoax, rasis, dan lain-lain, ini bisa dicegah.”

Baca juga artikel terkait REGISTRASI ULANG KARTU SIM atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Teknologi
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maulida Sri Handayani