tirto.id - Pakar keamanan siber CissRec (Communication and Information System Security Research), Pratama Persadha mengkritik kebijakan pemerintah terkait registrasi ulang kartu SIM prabayar. Pasalnya masyarakat di daerah tidak dapat melakukan registrasi karena tidak ada gerai operator.
Ia menuturkan bahwa di Jakarta, gerai-gerai operator sangat banyak, tetapi masyarakat yang berada di daerah tentu akan menemui kesulitan.
“Kita di Jakarta ini gampang, coba kalau di Papua. Untuk turun ke kotanya aja butuh waktu 2 hari, gimana ceritanya. Jangan sampai aturan pemerintah itu memberatkan masyarakat. Harus membuat sistem yang masyarakat bisa akses, tapi juga menjaga keamanan,” kata Pratama di Cikini, Menteng, Sabtu, (4/11/2017).
Menurutnya, tak hanya pemerintah, operator pun seharusnya ikut memecahkan masalah ini. Seharusnya proses registrasi dan pembatalan registrasi bisa dilakukan secara pribadi dengan sistem online tanpa perlu ke gerai. Karena tidak mungkin juga untuk memberikan mandat registrasi di konter-konter yang tidak terpercaya.
“Makanya proses register-unregistered itu harus bisa dilakukan personal. Kita jangan sampai meresahkan masyarakat. Sudah punya 3 nomor, mau ganti 1 nomor, tapi nomor itu enggak akan bisa kalau enggak ke operator. Itu harus diperbaiki,” tegasnya lagi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memberikan waktu untuk melakukan registrasi ulang kartu SIM selama empat bulan mulai tanggal 31 Oktober 2017 sampai 28 Februari 2018. Masing-masing orang hanya boleh mendaftarkan 3 nomor di operator yang sama. Jika ada nomor keempat, maka yang bersangkutan harus mendaftar di gerai terdekat. Sayangnya tidak semua daerah memiliki gerai tersebut.
Di beberapa daerah, ada operator yang belum menyediakan gerai-gerai untuk registrasi, misalnya operator XL. Hingga sekarang, XL tidak mempunyai satu pun gerai resmi di daerah Flores, Nusa Tenggara Timur. Satu-satunya gerai hanya berada di ibu kota NTT, Kupang.
Menanggapi hal ini, Kemenkominfo melalui staf ahli hukumnya, Henri Subiakto mengatakan masalah ini seharusnya diselesaikan pihak operator. Bila operator tidak mempunyai gerai di sana, maka otomatis, operator yang akan dirugikan. Oleh sebab itu operator yang mempunyai kepentingan harus bertanggung jawab atas hal tersebut.
“Yang bertanggung jawab operator,” tandasnya. “Itu kan ritel operator. Terserah mereka menunjuk siapa.”
Henri berpendapat operator yang harus bertanggung jawab. Karena apapun yang terjadi, Kemenkominfo hanya memberi kebijakan, dan operator yang mengakomodir. “Tanggung jawab registrasi ini juga ada di operator,” lanjutnya.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra