Menuju konten utama

Apa yang Bakal Diurus Ma'ruf Amin di Pemerintahan Mendatang?

Sosok Ma’ruf bisa memberi nilai tambah kepada Jokowi, lantaran terbiasa menjalankan peran kultural seorang kiai.

Apa yang Bakal Diurus Ma'ruf Amin di Pemerintahan Mendatang?
Wakil Presiden terpilih yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menyampaikan sambutan pada acara Milad Ke-47 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Jakarta, Rabu (17/7/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Perhatian masyarakat Indonesia saat ini terus mengalir jelang dilantiknya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Indonesia untuk periode kedua. Sorotan utama tertuju kepada nama-nama yang bakal diplot sebagai menteri di kabinet mendatang.

Di antara sorotan tersebut, ada yang nyaris luput dari perhatian. Soal peran Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden mendatang.

Saat Pilpres 2019 lalu, Kiai Ma’ruf menjadi ‘magnet’ pemikat calon pemilih dari kalangan muslim terutama para pemilih dari Nahdatul Ulama (NU). Maklum, isu politik identitas berbasis agama kala itu laku jadi dagangan politik.

Saat ini, kondisinya sudah berbalik 180 derajat. Jokowi-Ma’ruf sudah jadi pemenang pilpres dan isu politik identitas perlahan menepi dari pembicaraan publik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana pembagian peran antara Jokowi dan Ma’ruf Amin untuk lima tahun ke depan?

Arsul Sani, Sekretaris Jenderal PPP, salah satu pengusung pasangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, menerangkan porsi pembagian kerja sebenarnya kewenangan Jokowi. Namun, ia menyebut, Kiai Ma’ruf punya latar belakang mentereng sebagai ahli agama dan tokoh pergerakan NU.

“Tentu bisa diperkirakan bahwa hal yang terkait dengan kehidupan beragama kerukunan umat beragama, antar umat beragama, dan kemudian juga hal-hal yang terkait ekonomi keumatan sedikit banyak akan menjadi porsi tugas dia sebagai wapres nantinya,” ucap Arsul kepada reporter Tirto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).

Tak berhenti sampai di situ, menurut Eva Kusuma Sundari, Kiai Ma’ruf punya kecakapan di bidang ekonomi. Ma’ruf adalah Profesor bidang Ilmu Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang.

“Pak Maruf Amin itu ahli dan dosen ekonomi Islam. Ia juga sudah lama menggeluti perekonomian keumatan,” kata politikus PDI Perjuangan itu kepada reporter Tirto, Selasa sore.

Latar belakang dan kecakapan Ma’ruf tentu bisa jadi modal dalam menjalankan tugas mendampingi Jokowi. Namun, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut tak ada rumus baku soal apa yang akan diurus seorang wakil presiden. Pembagian peran antara Jokowi dan Ma’ruf bisa dilakukan dengan fleksibel sesuai dengan kebijakan presiden.

Untuk saat ini, kata politikus dari partai oposisi ini, Ma’ruf bisa mengambil peran dalam pengembangan SDM yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi untuk lima tahun mendatang. Mengingat, Ma’ruf adalah seorang kiai.

“Sesuai dengan karakter, kiai dan guru selalu terlibat dalam membangun karakter anak didik dan santrinya,” ucap Mardani.

Kelebihan Ma’ruf

Sedikit menilik ke belakang, Indonesia sebenarya punya rekam historis yang cukup kental ihwal keterlibatan kiai dalam pemerintahan. Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid yang karib disapa Gusdur adalah contoh nyata.

Melihat fakta historis itu, kapabilitas keberadaan kiai dalam pemerintahan tampaknya tak perlu diragukan. Direktur Riset Charta Politika Indonesia, Muslimin adalah salah satu yang punya pandangan demikian.

“Kiai yang memimpin negara dalam kasus Indonesia, malah bagus, misalnya Gus Dur. Kendati cuma sebentar lantaran dimakzulkan, tapi gebrakan-gebrakannya membuka kotak harapan bagi perjalanan demokratisasi di Indonesia,” ungkap Muslimin kepada reporter Tirto, kemarin.

Muslimin menyebut sosok Ma’ruf malah bisa memberi nilai tambah kepada Jokowi, lantaran Ma’ruf terbiasa menjalankan peran kultural seorang kiai. “Memperkokoh relasi agama dengan kebangsaan, nasionalis-religius, sekaligus menghalau gerakan ekstrem transnasional yang mengancam eksistensi NKRI,” imbuhnya.

Pendapat senada dengan Muslimin disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik Dedi Kurnia Syah Putra. Ketokohan Ma’ruf, kata Dedi, adalah nilai tambah yang bisa diberdayakan untuk memperkokoh persatuan nasional selepas konflik politik identitas pascapilpres.

“Meskipun, itu bukan satu-satunya porsi yang ia tanggung, tetapi paling tidak, ketika presiden memerlukan dukungan publik atas kebijakan-kebijakan pembangunan, maka wakil presiden mampu menyatukan dukungan publik, dan berhasil membuat publik lebih tertib,” kata Dedi.

Untuk itu, Dedi menyebut, Ma’ruf harus belajar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dianggap berhasil menyelesaikan konflik saat menjadi pendamping Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo.

“Keberhasilan Jusuf Kalla meredam konflik harus direplikasi Ma’ruf Amin. Itu sekaligus membuktikan daya ketokohan Ma’ruf Amin di hadapan publik Indonesia yang beragam,” kata Dedi.

Baca juga artikel terkait KABINET JOKOWI-MARUF atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Politik
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Mufti Sholih