tirto.id - Perempuan yang sedang haid di bulan Ramadhan memiliki batasan dalam menjalankan ibadah.
Dikutip laman NU Online, dalam kitab Taqrib dijelaskan, ada delapan jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yakni salat, puasa, membaca Al-Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk masjid, tawaf, jimak, dan bersetubuh.
Ada perbedaan pendapat mengenai delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafi’iyah ini. Misalnya, mazhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al-Qur’an, dan mazhab Hanbali membolehkan iktikaf di masjid.
Meskipun demikian, haid tidak menjadi penghalang perempuan untuk tetap beribadah karena ada ibadah-ibadah lain yang masih bisa diamalkan oleh perempuan saat haid selama bulan Ramadan.
Amalan bagi Perempuan Haid di Bulan Ramadan
Berikut ini adalah beberapa amalan yang diperbolehkan untuk perempuan haid saat bulan Ramadan:
1. Mencari Ilmu
Mencari ilmu bagi perempuan yang sedang haid dapat dilakukan baik dengan membaca buku dan kitab maupun melalui bimbingan guru dengan mendatangi majelis-majelis ilmu.
Islam sangat menekankan pentingnya mencari ilmu. Bahkan dalam Islam, hukum mencari ilmu adalah wajib (faridlah).
Sabda Rasulullah SAW:
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu kerana Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah, menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad.” (HR Ad-Dailami).
2. Berzikir
Zikir merupakan indikasi hidupnya hati seseorang. Rasulullah dalam sebuah hadis bersabda:
“Perumpamaan antara orang yang dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati”. (HR. Imam Bukhari).
Zikir dapat diwujudkan dengan berbagai hal, seperti ucapan tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya. Sayyidah Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
“Wahai Rasul, andaikan aku bertemu Lailatul Qadar, doa apa yang bagus dibaca?"
Rasul menjawab: "Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî,’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku).” (HR Ibnu Majah).
3. Berdoa
Perempuan yang sedang haid bisa menyibukkan diri dalam amalan berupa doa. Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa doa sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah).
Perlu diingat bahwa doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas.
Inti dari doa tidak hanya pada meminta, tetapi juga berseru atau memanggil. Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut bermunajat.
4. Aktif dalam Kegiatan Sosial.
Umat Islam juga diperintahkan untuk memperbanyak kegiatan positif yang bersifat sosial.
Contohnya: donor darah, menanam pohon, memberi makan kaum fakir, memudahkan urusan orang lain, mengajar, menyediakan buka puasa bagi anak-anak jalanan, dan lain sebagainya. Selama bulan Ramadan, umat Islam juga dididik untuk meningkatkan kepekaan sosial.
Kegiatan sosial sesungguhnya merupakan ibadah yang memang menjadi jati diri dari makna puasa itu sendiri.
Aktivitas sosial tidak hanya berkaitan dengan manusia, tetapi juga membangun relasi intens dengan Allah asalkan kegiatan sosial itu diniatkan sebagai wujud ibadah pada Allah.
5. Memperbanyak Sedekah
Meskipun berada dalam kondisi haid, perempuan masih dapat melaksanakan amalan sedekah. Apalagi sedekah termasuk dalam amalan sunah dalam bulan Ramadan.
Menurut situs NU Online, orang yang berpuasa hendaknya memperbanyak sedekah kepada sesama, terutama sedekah makanan atau minuman untuk berbuka puasa.
Hal itu dikarenakan orang yang memberi makanan atau minuman untuk orang berpuasa mendapat pahala yang setimpal dengan pahala puasa orang yang disedekahi.
Pentingnya bersedekah pada saat Ramadan tidak hanya karena pahala yang disediakan Allah, tetapi juga karena mencontoh role model umat Islam, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Salam.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut," (H.R. Ahmad).
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Dhita Koesno