tirto.id - UU ITE atau Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tengah menjadi sorotan usai Presiden Joko Widodo membuka peluang untuk merevisinya.
"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama [pemerintah] merevisi UU ini," kata Jokowi saat rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Rencananya, Jokowi mau menghapus pasal-pasal karet dalam UU ITE. "Pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujarnya.
Jokowi kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya lebih selektif dalam menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
"Hati-hati pasal-pasal yang bisa menimbulkan multi-tafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Penuh dengan kehati-hatian. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE, biar jelas," kata Jokowi.
Senada dengan Jokowi, lewat akun Twitternya, Menkopolhukam Mahfud MD pun menyatakan:
"Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE. Dulu pada 2007/2008 banyak yang usul dengan penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika sekarang UU tsb dianggap tidak baik dan memuat pasal2 karet mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tsb. Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi."
Kasus UU ITE baru-baru ini adalah Ormas Mitra melaporkan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ke Bareskrim Polri. Ormas Mitra Kamtibmas tersebut menjerat Novel dengan pasal karet UU ITE. Di antaranya Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang ITE.
Penyebabnya, Novel dituding melakukan provokasi melalui twit di Twitter, terkait mengapa Soni Eranata alias Maaher At-Thuwailibi meninggal di Rutan Bareskrim. Hingga kini belum diketahui apakah Bareskrim Polri menerima atau menolak aduan tersebut.
Sejarah UU ITE
UU ITE merupakan hasil kerja kolektif dari berbagai kementerian seperti kementerian perhubungan, kementerian perindustrian, dan kementerian perdagangan.
Sementara penyusunan naskah RUU ITE merupakan hasil kerja sama pemerintah dengan tim dari Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI). Pada 25 Maret 2008, DPR menyetujui RUU ITE menjadi UU ITE.
Akan tetapi, dalam penerapannya, UU ITE memberikan dampak buruk bagi demokrasi di Indonesia. Sebab, pada awal kemunculannya, timbul kasus-kasus pembungkaman kebebasan berpendapat di internet yang dijerat dengan UU ITE.
Berdasarkan data Democracy Index pada 2014 misalnya, Indonesia berada pada peringkat 49 dari 167 negara dengan skor total 6,95. Indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat demokrasi Indonesia antara lain:
1. Electoral process and pluralism (7,33)
2. Functioning of government (7,14)
3. Political participation (6,67)
4. Political culture (6,25)
5. Civil liberties (7,35).
Salah satu penyebab rendahnya Index Democracy Indonesia karena banyaknya kasus pembungkaman kebebasan berpendapat, terutama di internet.
Sejak disahkannya pada tahun 2008, pasal karet yang terdapat dalam UU ITE sudah banyak memakan korban. Berdasarkan data Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), lembaga nirlaba yang berfokus pada kebebasan berekspresi, ada sekitar 271 laporan kasus UU ITE sejak 2008.
Pada umumnya, para pelapor menggunakan pasal 27 ayat 1 (memuat konten melanggar kesusilaan), pasal 17 ayat 3 (pencemaran nama baik), pasal 28 ayat 2 (menyiarkan kebencian), dan pasal 29 (ancaman kekerasan).
Angka itu bertambah dari tahun ke tahunnya, bahkan setelah pemerintahan Jokowi merevisi UU ITE pada tahun 2016. Sebab, menurut Anton Muhajir dari SAFEnet, setidaknya ada sekitar 3.100 kasus terkait pasal-pasal dalam UU ITE sepanjang 2019.
"Kalau kami belum melakukan pendataan secara detail tahun ini. Yang kami punya itu kemarin itu ada data dari Kepolisian RI itu ada 3.100 sampai Oktober 2019. Hanya 2019. Itu yang dicatat. Artinya, dilaporkan," katanya kepada Tirto.
Berikut adalah daftar isi pasal dalam UU ITE seperti dilansir dari laman Kemenkeu:
Isi Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Isi Pasal 28 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Isi Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Isi Pasal 30 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau. Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Isi Pasal 31 UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Editor: Iswara N Raditya